AMBON, Siwalimanews –  Pembangunan Buddhabhiseka Taman Jaya Giri Arama mulai dibangun di Desa Namto, Kecamatan Seram Utara Timur Seti, Kabupaten Maluku Tengah.

Proses ritual peletakan batu cakra delapan mata arah angin dan pundi-pundi puja pembangunan Taman Buddha Jaya Giri Arama diwakili Bhikkhu Siriratano Mahathera, Pembimas Buddha Maluku, Camat Seram Utara Timur Seti, Danramil 1502-05, Kepala Desa Namto, Ketua PHDI Namto, Ketua Permabudhi Maluku dan perwakilan donatur, perwakilan umat Muslim, perwakilan umat Kristen, perwakilan umat Buddha Yamatitam, perwakilan umat Buddha Fon, perwakilan umat Buddha Banggoi di lahan seluas 2500m2 yang dihibahkan oleh Pemdes Namto dan juga penandatanganan bersama dalam Prasasti Muditacitta oleh para tokoh agama dan pemerintah yang hadir.

Pembimas Buddha Provinsi Maluku Sujiyanto kepada wartawan mengaku, Kakanwil Agama Provinsi Maluku memberikan apresiasi serta mengucapkan selamat atas pelaksanaan peletakan batu pertama pembangunan Buddhabhiseka Taman Jaya Giri Arama dan Dharmasanti Waisak Maluku 2568 B.E/tTahun 2024 di Desa Namto Kabupaten Malteng.

“Tentunya sebagai masyarakat buddha menyambut baik dan memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada seluruh yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini dan ini merupakan kegiatan pertama kalinya di Pulau Seram di Desa Namto,” ucap Sujiyanto.

Ia berharap, semoga kegiatan ini bisa bermanfaat bukan hanya untuk umat buddha saja, tetapi untuk seluruh masyarakat yang ada di sekitar tempat pelaksanaan kegiatan ini.

Baca Juga: PDIP Siapkan 12 Lembaga Survei

Ketua Permabudhi Provinsi Maluku Tjoa Tinnie Pinontoan dalam keterangan persnya kepada wartawan berharap, semoga dengan adanya tempat ini, bisa menjadi tempat ibadah umat Buddha dan tempat bersosialisasi dengan umat lainnya.

“Saya selaku pribadi, hari ini melihat kebersamaan dalam keberagaman antar umat beragama yang terjalin sangat luar biasa tanpa melihat perbedaan, ” ucapnya.

Sementara Bhikhu Siriratano Mahathera mengaku, peletakan batu pertama di Desa namto ini bukan hanya seremonial belaka, tetapi mempunyai nilai simbol delapan arah mata angina.

“Ini diharapkan bahwa kita punya pengingatan terhadap nilai-nilai baik dengan terbangunnya tempat ini, khususnya nilai-nilai ajaran Buddha itu bisa mengarah kedelapan penjuru mata angina,” ucap Bhikhu.

Ia menjelaskan, mengapa memilih istilah taman dan bukan istilah Vihara? Ada 3 hal yakni, pertama ia ingin ditempat ini memiliki makna yang umum dan luas, sebab taman itu identik dengan kegembiraan atau kebahagiaan, jadi bukan sakral atau identik dengan ritual semata, tetapi ada bentuk-bentuk yang membahagiakan yang bisa dibangun apapun itu di tempat ini.

Kedua, umat buddha di Pulau Seram ini tinggal agak berjauhan, sehingga dengan keberadaan umat Buddha yang jauh, ketika mereka melakukan aktivitas, maka dengan bentuk taman ini agar memudahkan atau membantu kearah perawatan.

“Untuk poin ketiga, dengan menjadi taman, orang akan menjadi titik kumpul umat Buddha, selain itu juga menjadi sarana kunjungan umat Buddha atau bahkan siapapun ketempat ini,” jelas Bhikhu.

Camat Seram Utara Timur Seti Sujarwo atas nama Pj Bupati Malteng pada kesmepatan itu mengaku, Pemkab Malteng menyambut baik pelaksanaan peletakan batu pertama pembangunan Buddha Bhiseka Taman Jaya Giri Arama dan Dharmasanti waisak Maluku 2568 B.E/ tahun 2024, karena ini bentuk keberagaman di bangsa Indonesia serta menambah kerukunan antar umat beragama di daerah ini, terkhususnya di Kabupaten Malteng.

“Kedepannya, kami berharap umat Buddha bisa menjalankan ibadahnya dengan baik di daerah ini. Kemudian taman yang akan terbangun bisa menjadi ikon yang dapat menjadikan daya tarik wisata bagi pengunjung di daerah sekitar dan yang akan berkunjung di Desa Namto,” ujarnya.

Kepala Desa Namto I Made Wirawan mengaku, menyambut baik pelaksanaan kegiatan umat Buddha di desa mereka, dengan melihat kegiatan ini, maka semua masyarakat di Desa Namto memiliki hak yang sama dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing.

“Bagi kami pemerintah desa kedepannya, tempat ini bukan dimanfaatkan oleh umat Buddha tetapi juga bagi masyarakat Namto sebagai ikon wisata keberagaman umat beragama yang baik di Indonesia,” tutupnya.

Dandim 1502 Masohi yang diwakili Danramil Seram Utara Seti Kapten CBA La Ode Maaruf mengaku, kgiatan yang terlaksana ini sangat luar biasa, karena Desa Namto merupakan ikon nasional yang lengkap ditempati semua agama.

“Toleransi Umat Beragama di Desa Namto sangat luar biasa, apalagi negara kita memiliki ideologi Pancasila, “ungkapnya.

Untuk itu kedepan kata dia, toleransi umat beragama akan terus menerus terjalin dan terjaga, sehingga aktivitas di desa ini dalm Malteng pada umumnya aman, damai dan lancer.

Hadir dalam acara itu, 300 orang yang terdiri dari Umat Buddha, masyarakat Desa Namto dan sekitarnya serta sejarawan dari Bali Ngurah Paramartha. (S-25)