AMBON, Siwalimanews – Rencana pelaksanaan prosesi adat pela darah tiga negeri, yakni Negeri Rumalait, Yapisano dan Akoon, yang akan berlangsung pada 20 Desember 2024 mendatang mendapat protes dari Ferli Tahapary.

Pasalnya, ada beberapa hal yang dilakukan panitia pelaksana prosesi adat ini yang dianggap tidak sesuai dengan tatanan adat istiadat tiga negeri adat tersebut.

Tahapary yang adalah anak cucu keturunan Yohanis Tonci Samallo dalam rilisnya yang diterima redaksi Siwalimanews, Minggu (27/10) mengaku, ada beberapa prosesi yang dilakukan panitia tidak sesuai dengan sejarah adat istiadat tiga negeri ini.

Mulai dari memindahkan tugu sebagai simbol persaudaraan tiga negeri, yang seharusnya dibangun sesuai naskah pela, di goty moyang Yohanis Tonci Samallo, Dusun Rumalait, Negeri Administratif Tananahu, tetapi oleh panitia justru dipindahkan ke area kali air ulaloko.

Dengan dipindahkantugu ini, secara otomatis lokasi sejarah pelaksanaan pela darah juga berpindah, sehingga ini yang sangat disayangkan, karena tidak sesuai dengan adat istiadat yang selama ini telah berjalan.

Baca Juga: Tiga Paslon Gubernur Dinilai Kuasai Masalah Maluku

“Memindahkan tempat peristiwa sejarah adat dari tempat aslinya ke tempat lain untuk dibangun tugu/monumen sejarah, ini tanpa persetujuan kami sebagai anak cucu dan tanpa ada penjelasan ataupun alasan yang tepat, ini kan merusak tatanan adat istiadat kita dan juga pelanggaran hukum Karena memindahkan atau merubah tempat sejarah secara sembarangan, itu dapat merusak nilai sejarah kita,” tulis Tahapary dalam rilis tersebut.

Menurutnya,  prosesi adat antara Negeri Akoon di Pulau Nusalaut dan Negeri Rumalait serta Negeri Apisano di Pulau Seram, adalah amanah dan titipan leluhur yang mesti dijaga dan dipelihara serta dilestarikan. Tetapi yang dilakukan saat ini, seenaknya memindahkan tugu tidak pada lokasi sejarah, itu adalah perbuatan melanggar adat istiadat dan juga hukum.

Pasalnya, dengan sengaja mau menghilangkan bukti sejarah dan nilai historis sejarah dalam pelaksanaan prosesi adat pela darah ini.

“Apalagi dalam pelaksanaan pembangunan tugu, mulai dari peletakan batu pertama, kami sebagai anak, cucu dari Moyang Niniolo dari Apisano, basudara pela dari Rumalait maupun kami anak cucu Yohanis Tonci Samallo, tidak dilibatkan,” tandasnya.

Jika proses pembangunan tugu dan pemotongan jari tidak sesuai dengan sejarah tahun 1883 maupun proses panas pela pertama di tahun 1962, maka ini adalah tindakan melanggar hukum. Untuk itu, i panitia diingatkan, baik dari perwakilan dari Negeri Akoon, Negeri  Tananahu maupun Pela dari Rumahlait, jangan berkonspirasi untuk menghilangkan esensi dan nilai historis pela darah tiga negeri ini.

“Kami tidak main-main untuk bawah ini kerana hukum. Dari pembangunan tugu saja sudah salah, tapi tetap dipaksakan. 72 tahun adat ini tetap dipertahankan, tetapi kemudian dirubah oleh sebagian pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Saya ingatkan Pemerintah Negeri Akoon dan Pemerintah Negeri Tananahu, jangan paksakan kehendak kalian. Kegiatan adat ini sakral. Jika ini tetap dilakukan, ini sangat merusak tatanan adat dan budaya Negeri Akoon, Negeri Rumahlait dan Negeri Apisano. Jangan anggap kegiatan ini biasa kemudian bisa kalian atur ikut mau,” tegasnya.

Masih dalam rilis tersebut, Tahapary juga menegaskan, seluruh anak adat pada tiga negeri dan semua orang harus tahu tentang sejarah ini, sehingga tidak seenaknya melakukan hal-hal di luar itu, karena tempat bersejarah terjadinya ikatan pela antara Negeri Rumalait, Negeri Apisano dan Negeri Akoon memiliki nilai sejarah dan budaya yang kuat.

Untuk itu, memindahkan tempat kejadian dari peristiwa sejarah asilnya, dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak-hak dari masyarakat adat itu sendiri.

“Bagaimana kita bisa mewarisi hal yang salah kepada generasi kita. Untuk itu saya ingatkan, semua yang terlibat dalam proses itu, jangan coba-coba kalau tidak mau berurusan dengan hukum. Saya tidak berkompromi dengan siapapun juga karena ini menyangkut hak adat yang harus kita lindungi bersama. Untuk itu saya berharap, Pemerintah Negeri Akoon dan Pemerintah Negeri Tananahu bijak meihat hal ini,” pintanya.(S-25)