Surga Dunia Pariwisata Maluku di Persimpangan Jalan?

ADA lagi agenda yang tersisa yang perlu dibenahi oleh pemerintahan Hendrik-Vanath terutama berkaitan dengan daya saing pariwisata Provinsi Maluku. Hal ini dianggap penting, mengingat Maluku memiliki beragam potensi pariwisata baik berupa kekayaan dan keragaman sumberdaya alam dan budaya, tetapi juga memiliki peninggalan peradaban dunia sebagai world cultural heritage dan bahkan memiliki destinasi wisata pantai bagaikan Surga Dunia yang sering disebut sebagai Maldives-nya Indonesia. Kini muncul pertanyaan, seberapa besar perhatian pemerintah dalam meningkatkan potensi pariwisata Maluku? Apakah surga dunia pariwisata Maluku sedang berada di persimpangan jalan tanpa arah yang jelas?
Potensi Pariwisata dan Perhatian Pemerintah
Kondisi realitas menunjukkan bahwa tren pertumbuhan sektor pariwisata pasca pandemi COVID-19 telah mendapat tanggapan positif diberbagai negara. Hal ini dikuatkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh World Travel and Tourism Council’s (WTTC) bekerjasama dengan Oxford Economics, mengungkapkan bahwa sektor pariwisata telah mengalami pemulihan pasca pandemi COVID-19, meskipun dihadapi dengan kesulitan ekonomi dan geopolitik. Diungkapkan bahwa, sektor pariwisata telah mengalami pemulihan dengan penciptaan lapangan kerja dari 11 juta lapangan kerja pada tahun 2021, meningkat menjadi 21,6 juta lapangan pekerjaan pada tahun 2022, serta menjangkau lebih dari 295 juta orang secara global, dan pada tahun 2023. Sektor pariwisata, juga menyumbang 9,1% terhadap PDB global, menciptakan 27 juta lapangan kerja baru, dan diperkirakan pariwisata internasional akan pulih di tahun 2024, dengan estimasi pertumbuhan 2% di atas 2019 (WTTC, 2023; World Economic Forum/WEF, 2024).
Laporan yang dikemukakan di atas cukup beralasan, mengingat pariwisata secara luas, telah dianggap sebagai pemicu utama dampak positif langsung terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Akibatnya, baik negara-negara maju mapun negara-negara berkembang termasuk Indonesia semakin beralih ke sektor pariwisata sebagai tumpuan pertumbuhan, pembangunan dan penerimaan devisa. Kini muncul pertanyaan bagaimana perhatian pemerintah pusat terhadap pariwisata di Maluku?
Sebagaimana diketahui bahwa, walaupun Maluku tidak termasuk dalam penetapan 10 (sepuluh) Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Priotitas seperti: 1) Danau Toba (Sumatera Utara); 2) Pulau Seribu dan Kota Tua (Jakarta); 3) Borobudur (Jawa Tengah); 4) Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur); 5) Bromo Tengger Semeru (Jawa Timur); 6) Wakatobi (Sulawesi Tenggara); 7) Tanjung Kelayang (Bangka Belitung); 8) Tanjung Lesung (Banten); 9) Mandalika (Nusa Tenggara Barat); 10) Morotai (Maluku Utara) yang ditapkan berdasarkan Perpres Nomor 3 Tahun 2016, serta juga 5 (lima) Destinasi Pariwisata Super Prioritas yang ditetapkan sejak Juli 2019 dan dikenal dengan julukan “Bali Baru” yakni:1) Mandalika (Nusa Tenggara Barat) yang memiliki storynomics tourism yang indah tetapi juga memiliki tradisi yang unik yaitu Bau Nyale; 2) Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur) yang selain memiliki keindahan bawah laut, tetapi juga merupakan gerbang menuju Pulau Komodo yang merupakan 7 (tujuh) keajaiban dunia; 3) Danau Toba (Sumatera Utara); 3) Borobudur (Jawa Tengah) dan; 5) Likupang (Sulawesi Utara).
Baca Juga: Zakat dan Pengentasan KemiskinanNamun, pariwisata Maluku termasuk dalam 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), dari 222 (dua ratus dua puluh dua) Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN), berdasarkan penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025. Secara geografis persebaran KPPN yang berada dalam peta DPN Provinsi Maluku, yakni berada pada DPN Ambon-Bandaneira dan sekitarnya yang didalamnya terdapat KPPN Bandaneira dan sekitarnya, KPPN Ambon dan sekitarnya, KPPN Buru dan sekitarnya, KPPN Manusela-Masohi dan sekitarnya, KPPN Tanimbar dan sekitarnya, dan KPPN Kai dan sekitarnya.
Tujuan ditetapkannya KPPN dan KSPN di atas, adalah agar kawasan yang ditetapkan memiliki fungsi utama untuk pengembangan pariwisata nasional sehingga mampu menggerakkan perekonomian nasional, dan mengembangkan kelembagaan kepariwisataan dan tata kelola pariwisata, serta mampu mensinergikan pembangunan destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, dan industri pariwisata secara profesional, efektif dan efisien. Oleh karena itu, pengembangan pariwisata di Maluku mestinya diarahkan untuk memaksimalkan manfaat dalam pengelolaan pariwisata dengan mempertimbangan kebijakan pemerintah pusat, dengan memperhatikan 6 (enam) komponen pengembangan pariwisata yakni: 1) Attractions atau atraksi (daya tarik wisata); 2) Accessibility atau aksesibilitas (seluruh sistem transportasi); 3) Amenities atau fasilitas (fasilitas akomodasi dan katering, ritel, serta layanan wisata lainnya); 4) Available packages atau paket yang tersedia (paket yang telah diatur sebelumnya); 5) Activities atau semua aktivitas yang tersedia di tempat tujuan dan apa yang akan dilakukan konsumen selama mengunjungi, dan; 6) Ancillary services atau jasa kelembagaan (jasa yang digunakan oleh wisatawan seperti bank, telekomunikasi, pos, agen koran, rumah sakit, dll).
Berkaitan dengan atraksi, berdasarkan data Kalender Event Pariwisata Maluku tercatat pada tahun 2023 sebanyak 32 event menurun menjadi 25 event di tahun 2024. Jika dicermati dari sejumlah event yang dilaksanakan, belum sepenuhnya menggambarkan potensi surga dunia pariwisata di Maluku. Sebagai contoh misalnya, Maluku memiliki peninggalan peradaban dunia sebagai ”world cultural heritage” yang belum tersentuh. Muncul pertanyaan, sejauhmana perhatian Pemrov Maluku terhadap sejumlah peninggalan Sejarah yang ditinggalkan oleh Portugis, Belanda, Australia dan lain sebagainya? Sementara atraksi wisata sebetulnya merupakan komponen dasar pariwisata yang cukup penting, karena berkaitan dengan pilihan utama wisatawan untuk melakukan perjalanan ke suatu destinasi.
Begitupun juga, komponen penting lainnya seperti aksesibilitas (accessibility), yang menggambarkan tentang ke-mampuan penyediaan berbagai sarana transportasi agar dapat memudahkan wisatawan dalam melakukan perjalanan ke suatu destinasi wisata, juga dirasa penting menjadi perhatian. Hal yang tak kalah pentingnya juga yaitu aspek amenitas atau fasilitas pendukung seperti hotel, restoran, tempat hiburann, serta ketiga komponen lainnya seperti Available packages, Activities dan Ancillary services, juga perlu men-jadi perhatian. Oleh karena itu, su-dah saatnya keenam komponen dikasud menjadi perhatian, karena memiliki keterkaitan dalam pengembangan pariwisata.
Potensi Daya Saing Pariwisata Maluku
Secara konseptual daya saing pariwisata merupakan kemampuan manajerial pariwisata suatu negara atau suatu daerah, yang mengarah pada keunggulan kompetitif yang berkelanjutan jika dibandingkan dengan negara lain atau daerah lain. Oleh karena itu, konsep yang mendasari daya saing pariwisata tak lepas dari konsep nilai ekonomi dari teori pilihan rasional, yang mendefinisikan nilai dari perspektif penggunaan barang oleh konsumen atau dengan kata lain, nilai ditafsirkan dalam bentuk “penggunaan”, seperti nilai yang dihasilkan dari kunjungan suatu tujuan wisata tertentu. Karena itu, dalam konteks yang demikian, maka konsumen individu akan menggunakan pendapatan mereka untuk membeli barang yang dipasarkan, dengan mengkombinasikan penggunaan barang dengan waktu, pengetahuan, untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik.
Dalam kaitannya dengan teori pilihan rasional yang dikemukakan di atas, menggambarkan bahwa nilai yang diberikan konsumen pada suatu produk dapat diidentifikasi dengan mengamati konsumsi produk mereka yang sebenarnya tanpa harus mendiskusikan alasan atau motif di belakang pilihan mereka. Dari perspektif ini, dapat dinyatakan bahwa barang yang dikonsumsi memberikan utilitas atau tingkat kepuasan yang lebih besar daripada barang yang belum dikonsumsi. Sebagai contoh misalnya, mengkonsumsi pariwisata di Maluku lebih baik daripada di Papua misalnya, karena produk wisata di Maluku memberikan utilitas yang lebih besar daripada produk wisata di Papua. Kini muncul pertanyaan, bagaimana dengan daya saing pariwisata Maluku dibandingkan dengan sembilan provinsi miskin lainnya di Indonesia? Untuk lebih jelasnya, perhitungan indeks daya saing pariwisata pada 10 (sepuluh) provinsi termiskin di Indonesia, sesuai indikator WTTC dapat diikuti pada tabel berikut.
Melihat pada hasil perhitungan penulis sesuai tabel di atas, menunjukkan bahwa: 1) kinerja pencapaian perkembangan ekonomi daerah akibat kedatangan turis berdasarkan Human Tourism Indicator (HTI) Maluku, berada pada ranking terbawah dan bahkan berada pada kriteria tidak kompetitif (skala, 0 – 0,20). Hal ini menunjukkan bahwa, faktor pendukung pengembangan pariwisata seperti kebijakan pemerintah dan partisipasi aktif masyarakat belum mendukung; 2) indikator yang menggambarkan perkembangan jalan raya, perbaikan fasilitas sanitasi dan peningkatan akses penduduk terhadap fasilitas air bersih, merupakan bagian dari adanya trickle down effect dari adanya kedatangan turis baik domestik maupun mancanegara, yang ditunjukkan oleh Infrastructure Development Indicator (IDI) Maluku, juga berada pada urutan nomor dua terbawah atau berada pada kriteria tidak kompetitif (skala, 0 – 0,20). Hal ini memberi implikasi bahwa, masih diperlukan perbaikan infrastruktur penunjang pariwisata baik berupa jalan, jembatan, pelabuhan laut, termasuk pelabuhan khusus bagi angkutan antar pulau berserta angkutan laut yang memadai menuju destinasi wisata, mengingat sebagian besar potensi wisata berada pada wilayah kepulauan; 3) Melihat pada peringkat Openess Indicator (OI), menunjukkan bahwa Maluku berada pada peringkat kesembilan, dan berada pada kriteria tidak kompetitif (skala, 0 – 0,20). Hal ini menunjukkan bahwa, tingkat keterbukaan terhadap wisatawan mancanegara dan perdagangan internasional sangat rendah. Implikasinya, dibutuhkan upaya untuk mengoptimalkan potensi pariwisata, baik melalui penyusunan rencana strategis pengembangan pariwisata, maupun dalam target pasar dan promosi, serta dalam meningkatkan layanan pariwisata; 4) Hal yang tak kalah penting yaitu pada Social Development Indicator (SDI), yang menunjukkan bahwa Maluku berada pada ranking empat, namun masih berada pada kriteria tidak kompetitif (skala, 0 – 0,20). Hal ini menggambarkan bahwa, daya saing kenyamanan dan keamanan turis dalam berwisata di Maluku masih rendah. Oleh karena itu, dibutuhkan perhatian pemerintah dalam menjaga kestabilan keamanan dan politik terutama dalam meredam radikalisme, isu-isu sara, serta berbagai aksi kekerasan, agar dapat menciptakan rasa nyaman dan aman bagi turis sehingga dapat menarik turis agar betah tinggal berlama-lama, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan daerah maupun pendapatan masyarakat.
Catatan Penutup
Melihat pada beberapa permasalahan di atas, maka jika yang diinginkan adalah For Maluku Pung Bae, terutama dalam upaya meningkatkan daya saing surga dunia pariwisata di Maluku, maka sudah saatnya pemerintahan Hendrik-Vanath melakukan langkah konkrit berupa: (1) meninjau kembali peraturan daerah tentang Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Provinsi Maluku, dengan melibatkan stakeholder terkait dan melakukan sinkroniasi dengan program pengambangan kepariwisataan pusat, agar pengembangan pariwisata maluku tidak berada di persimpangan jalan atau tak tentu arah; (2) meningkatkan kinerja aparatur, terutama berkaitan dengan upaya pencapaian target daya saing ideal setiap tahunnya, agar perlahan-lahan dapat mencapai “Kriteria Daya Saing Yang Sangat Kompetitif atau berada pada skala 0.81 – 1,00”; (3) Mengingat Provinsi Maluku masih termasuk dalam 10 provinsi termiskin di Indonesia, maka sudah saatnya dirancang policy, untuk mendukung pengembangan pariwisata dengan mempertimbangan konsep “Pro-poor Tourism and Community Partsipan”, dalam perspektif pembangunan pariwisata berke-lanjutan agar adanya pengembangan pariwisata dapat memberi manfaat bagi masyarakat miskin serta juga memberi manfaat sosial bagi masyarakat; 4) melakukan perbaikan infrastruktur penunjang pariwisata baik berupa jalan, jembatan, pelabuhan laut, termasuk pelabuhan khusus bagi angkutan antar pulau berserta angkutan laut yang memadai menuju destinasi wisata, mengingat sebagian besar potensi wisata berada pada wilayah kepulauan; 5) dibutuhkan upaya untuk mengoptimalkan potensi pariwisata, baik melalui penyusunan rencana strategis pengembangan pariwisata maupun dalam target pasar dan promosi, serta dalam meningkatkan layanan pariwisata; 6) diperlukan koordinasi dan kerjasama dengan OPD terkait untuk menjaga kestabilan keamanan dan politik terutama dalam meredam radikalisme, isu-isu sara, serta berbagai aksi kekerasan, agar dapat menciptakan rasa nyaman dan aman bagi turis sehingga dapat menarik turis betah tinggal berlama-lama yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan daerah serta pendapatan masyarakat.
Dengan demikian diharapkan, policy pemerintahan Hendrik-Vanath, dapat memberi arah yang jelas bagi “Pengembangan Surga Dunia Pariwisata Maluku”, sehingga sektor pariwisata dapat memberi dampak positif baik bagi penyerapan tenaga kerja, pengentasan kemiskinan, dan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), serta memacu pertumbuhan ekonomi, menuju kesejahteraan masyarakat Maluku. (Dr. Elia Radianto, SE, M.Si – Staf Pengajar Lembaga Layanan DIKTI Wil. XII, dpk pada FEB UKIM & Sebagai Kepala Lembaga Jaminan Mutu UKIM, Ambon)
Tinggalkan Balasan