AMBON, Siwalimanews – Sejumlah kalangan meminta Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa, menindak tegas oknum pelaku pembuatan surat bodong, berlebel Pemeruntah Provinsi Maluku. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Pattimura. Patrick Corputty menyayangkan beredarnya surat bodong yang dibuat oleh oknum tertentu.

Karenanya dia meminta aparat penegak hukum untuk membongkar praktik busuk di lingkup Pemprov Maluku dan juga memas­tikan transparansi penggunaan anggaran publik.

Borok pengerjaan proyek gedung E di RS Haulussy, tercium kala beredarnya surat permin­taan pen­cairan anggaran sisa pekerjaan.

Sumber Siwalima di Kantor Gu­bernur Maluku, Rabu (26/3) meng­ungkapkan, surat permintaan pen­cairan sisa anggaran pekerjaan tersebut telah beredar sejak Senin (24/3) lalu.

Dalam surat siluman yang belum diketahui siapa pembuatnya secara jelas, berisikan permintaan sisa pembayaran Rp3.629.034.000.00 dari paket pekerjaan pembangunan kamar operasi RS dengan nilai kontrak Rp9.072. 587.000.00.

Baca Juga: Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Jalan Aboru-Wassu-Oma

Corputty menegaskan, pemba­ngu­nan Gedung E yang terdiri dari ruangan operasi (OK), ruangan Intensive Care Unit (ICU) dan Intensif Cardiac Care Unit (ICCU) RS Haulussy ini harus diusut aparat penegak hukum, untuk memastikan transparansi penggunaan anggaran publik.

“Kasus ini layak diusut, terutama untuk memastikan transparansi penggunaan anggaran publik, agar proyek ini tidak menjadi pemborosan uang negara,” tegas Corputty ke­pada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (27/3).

Menurutnya Pemprov Maluku dan aparat penegak hukum perlu melakukan audit investigasi ter­hadap pihak yang bertanggung jawab atas keterlambatan proyek ini.

Corputty menegaskan meskipun gedungnya belum tuntas, bukan berarti tidak bisa diusut justru dalam proyek-proyek mangkrak seperti ini, ada beberapa indikasi yang bisa mengarah ke dugaan tindak pidana.

“Pekerjaan proyek pembangunan Gedung E itu harus diusut, soal berapa besar kerugian negara dalam pekerjaan ini tergantung dari hasil audit dan investigasi, tapi harus diusut oleh aparat penegak hukum,” tegas Corputty.

Jika ditemukan bukti adanya pe­nyelewengan dalam proses peren­canaan, penganggaran, atau pelak­sanaan proyek maka aparat penegak hukum harus masuk untuk menyelidiki kasus ini lebih dalam.

Terkait dengan surat bodong terkait pencairan sisa anggaran pekerjaan, Corputty menilai hal ini harus ditelusuri secara teliti guna menemukan pelaku utama.

Pencairan anggaran dalam suatu proyek pembangunan harus diketa­hui gubernur sebagai kuasa peng­guna anggaran, artinya jika ada upaya yang tidak sesuai prosedur maka wajib ditelusuri.

“Kita berharap pak Gubernur dapat merespon persoalan ini agar tidak ada oknum-oknum yang se­ngaja bermain untuk menguntung­kan diri maupun kelompok,” harap­nya.

Minta Diusut

Terpisah, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Maluku, John Laipeny me­minta aparat penegak hukum baik kejaksaan maupun kepolisian untuk mengusut proyek gedung E RS Haulussy.

Pasalnya proyek yang menelan anggaran Rp49,6 miliar itu mangkrak dan belum dapat digunakan padahal anggaran fantastis yang telah diku­curkan ternyata tidak sebanding dengan kondisi gedung yang dindingnya sudah retak.

“Aparat penegak hukum apakah itu Kejati atau Polda Maluku, kami minta supaya usut dan proses hukum kontraktor nakal yang mengerjakan pembangunan Gedung E RS Hau­lussy. Kan lucu anggaran sebesar itu terkuras dari DAK dan APBD, tapi proyek tidak selesai. Padahal itu kebutuhan sangat penting guna menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit milik pemerintah, namun sampai saat ini masih mangkrak, belum dapat dipergunakan,” ungkap Laipeny kepada Siwalima di Baileo Rakyat Karang Panjang Ambon, Kamis (27/3).

Kata Laipenny, pihaknya juga menerima informasi adanya surat bodong pencairan sisa anggaran proyek Gedung E RS Haulussy sebesar Rp3.6 miliar. Ini bentuk adu domba antara gubernur dan wagub sehingga surat ini sengaja ditujukan ke Wagub dan tembusannya disam­paikan ke gubernur,” ujarnya.

Laipeny kemudian meminta Plt Dirut RS Haulussy, Vitha Nikijuluw agar tidak menandatangani surat apapun yang berkaitan dengan proyek Gedung E” tersebut, sampai kejaksaan atau kepolisian turun tangan.

“Kami telah minta Plt Dirut untuk tidak menandatangani surat atau dokumen apapun yang berhubu­ngan dengan proyek itu. Ini perlu dilakukan untuk mengatasi masalah di kemudian hari. Dengan demikian sekali lagi kami minta agar APH merespons persoalan ini, proses hukum pihak-pihak yang tak bertanggung jawab itu,” ujarnya

Laipenny menambahkan, sebagai bagian dari pemerintahan Gubernur dan Wagub maka fraksi Gerindra akan mengawal proses hukum sampai kontraktor-kontraktor nakal menerima ganjaran.

“Tidak boleh kerja model seperti ini. RS Haulussy sudah menjadi kebanggaan kita di Maluku. Kita mendukung upaya Gubernur Malu­ku untuk meningkatkan pelayanan dan perbaikan di RS ini dan RS milik pemerintah lainnya,” tegasnya.

Salah Perencanaan

Sementara itu anggota Komisi III DPRD Maluku, Rofiq Afifudin menyebutkan, jika gagalnya proyek pembangunan gedung E RS Hau­lussy karena perencanaan yang kurang matang. Meski demikian ia mendesak aparat penegak Hukum untuk mengusut hingga tuntas mangkraknya proyek tersebut.

“Kejaksaan dan Polisi periksa gedung  ini, Jika demikian ada te­muan itu, karena RS Haulussy ini banyak masalah yang tak terse­lesaikan,”ujarnya

Dikecam LIRA

Koordinator Lumbung Informasi Rakyat Maluku, Yan Sariwating mengatakan pembangunan Gedung E di RS Haulussy harus menjadi atensi dari aparat penegak hukum.

Diakuinya ada banyak sekali kasus yang sengaja didiamkan dan tidak ada progres pengusutan, ka­rena itu untuk kasus di RS Haulussy ini harus menjadi perhatian serius.

“Kasus ini harus diusut dan jangan didiamkan tanpa ada penin­dakan,” ucap Sariwating kepada Siwalima melalui telepon seluler­nya, Kamis (27/3).

Menurutnya, Gubernur Maluku harus memerintahkan Inspektorat untuk segera melakukan audit terha­dap pembangunan gedung E agar diketahui alasan gedung tersebut tidak tuntas.

Gubernur kata Sariwating, harus tegas terhadap semua bentuk pela­nggaran yang terjadi dalam penge­lolaan keuangan daerah termasuk dalam pekerjaan proyek di RSUD Haulussy maupun beredarnya surat bodong tersebut.

“Semua yang terjadi ini memiliki keterkaitan jadi gubernur harus tegas untuk meminta penjelasan resmi dari semua pihak,” tegasnya.

Gubernur Maluku Hendrik Lewe­rissa yang dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya dan WhatsApp belum merespon seputar beredarnya surat bodong tersebut.

Kongkalikong

Sumber Siwalima menyebutkan, proyek lanjutan itu bersumber dari DAU Earmark, memang baru terea­lisasi sebesar 5.443.553.000.00 dari sisanya 3.629.034.000.00.

“Proyek lanjutan itu bersumber dari DAU Earmark, memang baru terealisasi sebesar 5.443.553.000.00 dari total nilai kontrak 9.072.587. 000.00 makanya sisa pembayaran 3.629.034.000.00 itu yang dimin­takan,” ujar sumber yang meminta namanya tidak dikorankan, Rabu (26/3).

Menurut sumber itu, surat terse­but dibikin oleh okmum tertentu memgatasnamalan Direktur RS Haulussy. Dia menduga surat itu dibuat oleh oknum tentu yang memiliki keterkaitan dengan proyek pekerjaan kamar operasi.

Fatalnya lagi surat permintaan pencairan sisa anggaran pekerjaan tersebut, tidak ditujukan kepada Hendrik Lewerissa sebagai Guber­nur Maluku, melainkan hanya ditujukan kepada Wakil Gubernur Abdullah Vanath dan Sekretaris Daerah Sadli Ie.

“Jadi ada dua surat yang dibuat. Satu ke Pak Wagub dan satunya lagi ke Pak Sekda. Kami heran kenapa surat itu tidak ke pak Gubernur,” kata sumber tadi.

Lanjutnya, jika ingin meminta pencairan sisa anggaran pekerjaan, maka seharusnya surat ditujukan langsung kepada Gubernur bukan ke Wakil Gubernur, apalagi sekda.

“Sebenarnya ini ada apa? Mest­i­nya surat permohonan pencairan itu ditujukan ke pak Gubernur nanti pak Gubernur yang disposisi ke Sekda. Tidak perlu lagi pak Wagub,” ka­tanya.

Sumber ini menduga ada upaya kongkalikong terkait dengan pem­bayaran anggaran sisa pekerjaan gedung E di RS Haulussy tanpa diketahui Gubernur Maluku sebagai Kuasa Pengguna Anggaran.

Sumber ini meyakini surat tersebut bukan dibuat oleh Direktur RS Haulussy sebab jika surat dibuat oleh direktur maka tentu akan ditujukan kepada Gubernur.

Apalagi dari informasi yang beredar, Plt Direktur RS Haulussy dr Novita Nikijuluw dipaksa untuk menandatangani surat yang tidak dibuatnya.

Sumber ini pun meminta Gubernur Maluku agar dapat mengusut kebe­radaan surat permintaan pembaya­ran tersebut agar tidak ada kong­kalikong dalam birokrasi pemerintah daerah.

Sementara itu Plt Direktur RS Haulussy dr Novita Nikijuluw belum mau memberikan keterangan terkait dengan polemik ini, lantaran se­mentara berada diluar kota.

“Saya ada di luar kota jadi belum bisa berkomentar,” kata Nikijuluw kepada Siwalima melalui pesan whatsapp, Rabu (26/3).

Janji Tindak Tegas

Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa, saat melakukan sidak di RSUD Haulussy, Senin (24/3) pagi melihat langsung kondisi RSUD Haulussy.

Orang nomor satu di Provinsi Maluku itu secara teliti melihat langsung kondisi gedung dua lantai yang dikerjakan sejak tahun 2021 hingga 2024 tersebut.

Gubernur melihat secara detail kondisi gedung E yang telah menghabiskan anggaran puluhan miliar tersebut dan ditemukan begitu banyak pekerjaan yang tidak sesuai.

Misalnya dinding pada beberapa bagian gedung tidak menggunakan beton, melainkan hanya menggunakan gipsun sebagai pembatas ruangan. Pula ada dinding yang mulai retak dan sebagian kondisi plafon gedung yang rusak.

Terhadap kondisi pekerjaan tersebut, Gubernur mengaku prihatin dengan pekerjaan tersebut, sebab tidak sesuai dengan anggaran yang digelontorkan pemerintah.

Menurutnya dengan anggaran miliaran rupiah yang dikucurkan mestinya pekerjaan pembangunan sudah harus tuntas dan difungsikan untuk kepentingan masyarakat.

“Mestinya dengan anggaran yang besar, bangunan ini sudah harus selesai tapi ini kan belum,” kesal Gubernur Lewerissa.

Gubernur memastikan akan me­ngambil sikap terkait dengan kondisi pekerjaan Gedung E di RS Haulussy, sehingga dapat diselesaikan dan digunakan masyarakat.

Dalam kesempatan itu, gubernur juga melihat kondisi alat katerisasi jantung atau cath lab yang belum difungsikan karena sedang dalam proses hukum.

Alat katerisasi jantung tersebut belum bisa difungsikan, lantaran pihak ketiga masih melakukan upaya hukum di pengadilan.

Mantan anggota DPR ini pun meminta pihak rumah sakit untuk tetap memperhatikan kebersihan dalam rumah sakit sehingga pasien akan merasa nyaman dan cepat pulih. “Kita sama-sama berupaya agar kedepan RS Haulussy ini dapat semakin membaik,” pinta gubernur. (S-20/S-26)