AMBON, Siwalimanews – Kejati Maluku enggan berkomen­tar soal dugaan pemalsuan dokumen dalam kasus korupsi proyek revita­lisasi Tugu Trikora.

Penyelidikan proyek bermasalah yang bersumber dari APBD 2019 Kota Ambon senilai Rp 897.479.800 itu, dihentikan jaksa dengan alasan kerugian negara telah dikembalikan.

Namun jaksa menutup mata ter­hadap dugaan pemalsuan dokumen dan tanda tangan pemenang tender yang bukti-buktinya sudah dikan­tongi.

“Saya, hanya sampaikan umum saja ya. Kalau soal itu (dugaan pe­mal­suan dokumen) saya tidak mau berkomentar,”  kata Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Samy Sapulette, kepada Siwalima, Kamis (17/9), di Kantor Kejati Maluku.

Sapulette mengatakan, jaksa mem­punyai pertimbangan untuk meng­hentikan penyelidikan kasus korup­si proyek revitalisasi Tugu Trikora. Salah satunya, kerugian negara telah dikembalikan.

Baca Juga: Dari Jakarta, Heintje Langsung Digiring ke Lapas

“Saya kira dasar pertimbangan kasus tersebut tidak ditingkatkan ke tahap penyidikan sudah kami sam­paikan sebelumnya. Soal ada yang berpendapat lain silakan saja, dan hal itu wajar,” ujarnya.

Sapulette mengatakan, jika kasus ini dibawa ke pengadilan dengan nilai kerugian negara kurang dari Rp. 50 juta, pasti akan mendapat komentar beragam dari berbagai pihak.

“Kalau  kita limpahkan perkara dengan nilai kerugian sejumlah Rp.13 juta atau Rp.46 juta ke peng­adilan apalagi sudah dikembalikan seluruhnya ke kas negara,  pasti juga akan mendapat pandangan beragam pula,” ujarnya.

Menurutnya, pertimbangan peng­hentian penyelidikan sudah jelas, dimana proyek itu sudah dinikmati masyarakat. Selain itu, lebih efisien bagi keuangan negara jika perkara tersebut tidak ditingkatkan ke tahap penyidikan. Sebab, penanganannya akan memakan biaya yang jauh lebih besar ketimbang kerugian yang ditimbulkan pada  kasus ini.

“Ini juga sebagai bentuk membe­rikan kepastian bagi masyarakat bahwa penanganan perkara tersebut tidak  berlarut-larut. Alasannya su­dah cukup jelas.  Bahwa kemudian masih ada yang mempersoalkan saya pikir itu wajar saja,” tandas Sapulette.

Dinilai tak Beralasan

Seperti diberitakan, penghentian penyelidikan dugaan korupsi pro­yek revitalisasi Tugu Trikora oleh Kejati Maluku dinilai tak beralasan.

Langkah yang diambil jaksa ber­tentangan dengan UU Tipikor. Tak hanya itu, jaksa juga menutup mata terhadap dugaan pemalsuan doku­men dan tanda tangan dalam proses tender.

Praktisi Hukum Marthen Fordat­kosu mengatakan, pasal 4 UU Tipi­kor menyebutkan pengembalian ke­rugian negara tidak menghapus tindak pidana.

“Jika yang dimaksud sudah terjadi tindak pidana korupsi, kemudian diproses lalu dikembalikan kerugian negaranya dan perkara dihentikan, ini jelas-jelas bertentangan dengan pasal 4 UU Tipikor yang menyata­kan pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan tindak pidana­nya,” tandas Fordatkosu, kepada Siwalima, Rabu (16/9).

Menurutnya, pengembalian keru­gian negara bisa menjadi pertim­bangan untuk mengurangi huku­man, tetapi tidak menghapus tindak pidana korupsi yang dilakukan.

“Mengembalikan uang negara bukan berarti menghapuskan tindak pidana. Tindak pidananya tetap ada, apalagi ditemukan dokumen yang dipalsukan,” ujar Fordatkosu.

Fordatkosu menegaskan, pihak kejaksaan mestinya melanjutkan penanganan kasus tersebut dengan bukti-bukti yang sudah dikantongi.

“Hukum tidak bisa dihentikan karena alasan kerugian negara di­kembalikan. Kalau prosesnya sudah jalan, harus tetap jalan sehingga ke­pastian hukum bisa terwujud,” tandasnya.

Maksud kepastian hukum, kata Fordatkosu, perkaranya disidang­kan. Kalau tidak disidangkan, berarti tidak ada kepastian hukum. Karena itu, keliru jika penghentian penye­lidikan disebut jaksa sebagai bentuk kepastian hukum.

“Justru penghentian bukan kepas­tian hukum. Kepastian hukum adalah ketika prosesnya sampai di pengadilan, dan biarlah majelis hakim yang mengadili,” tandasnya.

Hal yang sama juga disampaikan Praktisi Hukum Nasrullah Elly. Menurutnya, kerugian negara yang dikembalikan bisa menjadi bahan pertimbangan hakim untuk mengu­rangi hukuman. “Jadi bukan untuk menghilangkan perbuatan pidana­nya,” katanya.

Dikatakan, dugaan korupsi revita­lisasi Tugu Trikora tidak bisa diang­gap selesai begitu saja. Apalagi ada temuan dokumen palsu dalam pro­ses tender.

Nasrullah juga mengkritik, salah satu alasan kejaksaan menghentikan penyelidikan kasus Tugu Trikora, lan­taran anggaran negara yang dike­luarkan untuk penanganannya lebih be­sar dari kerugian keuangan negara.

“Dari mana kejaksaan bisa tahu soal biaya penanganan kasus lebih besar dari kerugian negara? Bukan tugas kejaksaan menghitung nega­ra. Itu tugasnya BPK. Bukan kejak­saan,” tandasnya.

Ia meminta kejaksaan tetap me­lanjutkan penyelidikan dugaan korupsi proyek Tugu Trikora.

Proyek revitalisasi Tugu Trikora di­menangkan oleh CV Iryunshiol City. Perusahaan ini beralamat di Dusun I RT 06 RW 003 Desa Were, Ke­camatan Weda, Kabupaten Hal­ma­hera Tengah Provinsi Maluku Utara.

Sumber di Kejati Maluku menje­laskan, dalam pemeriksaan terung­kap kalau sejak proses tender hing­ga pengumuman sebagai pemenang, Direktur CV Iryunshiol City tidak pernah hadir. “Sebagai peserta tender, ia harus wajib hadir. Apalagi saat tahapan klarifikasi hingga pengumu­man pemenang. Masa tidak hadir, ini kan tidak beres,” tandasnya.

Sebagai pemenang tender, CV Iryunshiol City juga tidak menger­jakan proyek revitalisasi tugu trikora. Ternyata nama perusahaan ini hanya dipakai untuk mengikuti tender.

“Proyek tersebut dikerjakan oleh salah satu pengusaha yang berdiam di Desa Galala. Dari sisi administrasi tender, ini sudah masalah,” ujar sumber itu.

Lanjut sumber itu, kontraktor pelaksana tersebut sudah pernah dimintai keterangan, dan mengaku, kalau proyek pekerjaan revitalisasi tugu trikora diberikan oleh salah satu anak pejabat Pemkot Ambon.

“Awal dikira dia dari CV Iryun­shiol City, tapi ternyata bukan. CV Iryun­shiol City hanya dipakai untuk meng­ikuti tender. Dia juga ngaku dapat dari anak pejabat pemkot,” ujarnya.

Selain itu, dia juga mengaku kalau tanda tangan Direktur CV Iryunshiol City dipalsukan. “Dia yang palsukan biar memperlancar administrasi tender,” ujar sumber itu lagi.

Sumber itu juga mengungkapkan, dari sisi kualitas pekerjaan juga bermasalah. Ahli konstruksi sudah memeriksa, dan diketahui pekerjaan tidak sesuai kontrak. “Ini kita terus dalami,” ujarnya.  (Cr-1)