Sejumlah Dugaan Pelanggaran Hukum Gubernur Dibeberkan
AMBON, Siwalimanews – Anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Maluku, Richard Rahakbauw mengungkapkan sejumlah dugaan pelanggan hukum selama pemerintahan Gubernur Murad Ismail.
Hal ini diungkapkan Rahakbauw dalam rapat paripurna DPRD Provinsi Maluku dalam rangka penyerahan Laporan Pertanggungjawaban Gubernur Tahun anggaran 2022 tanpa dihadiri Gubernur Maluku Murad Ismail, Selasa (4/7) yang berlangsung di Baileo Rakyat Karang Panjang Ambon.
Dikatakan, pelanggaran hukum yang dilakukan Gubernur Murad Ismail dimulai dengan tidak ditempatinya rumah dinas yang disiapkan Pemerintah Provinsi.
“Pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang dilakukan Gubernur misalnya rumah dinas di Mangga Dua, tetapi ketika beliau tetap berada di rumah pribadi itu adalah pelanggaran terhadap peraturan dan perundang-undangan,” ujar Rahakbauw.
Menurutnya, rumah dinas merupakan fasilitas yang disediakan dan dibelanjakan dengan uang daerah, tetapi Gubernur justru memberikan rumah tersebut dihuni oleh anaknya.
Baca Juga: Isu Rabies Mengancam, Walikota Minta Warga LaporSelain tidak tinggal di rumah dinas, Gubernur juga tidak pernah berkantor di kantor Gubernur Maluku yang berada dikawasan Jalan Pattimura melainkan dirumah pribadi.
“Gubernur berkantor dimana? bapak ibu bisa lihat, apa yang diketahui umum tidak usah dibuktikan. Dia berkantor di rumah, nanti pak Sekda datang, Kepala Dinas datang baru koordinasi di sana, namanya pemerintahan di rumah,” ujarnya
Selanjutnya, kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman SMI ke pemerintahan pusat untuk pemulihan ekonomi.
Namun, faktanya pinjaman tersebut diperintukan bukan untuk masyarakat tapi untuk kepentingan segelintir orang yang ada di adinas PU maupun ke beberapa kontraktor.
Buktinya Rp 700 miliar seluruhnya ke PUPR yang tidak pernah diawali dengan program perencanaan akibat amburadul semua proyek yang dikerjakan.
“Kalau kita mau hitung pak gubernur melakukan pelanggaran terlalu banyak termasuk tidak menghadiri rapat paripurna diakhir masa jabatan, ini pelanggaran,” paparnya.
Padahal, ketika saat di sumpah Gubernur mengatakan jika dirinya akan setia melaksanakan tugas dan tanggung jawab untuk mensejahterakan rakyat, tetapi apa yang terjadi justru terbalik.
Menurutnya, atas dasar sejumlah pelanggaran tersebut, DPRD dapat meminta pendapat Mahkamah Agung atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh gubernur.
Dalam tenggat waktu 30 hari MA menyatakan pendapat jika gubernur telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, maka DPRD dapat mengusulkan pemberhentian gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. (S-20)
Tinggalkan Balasan