AMBON, Siwalimanews – Wakil Direktur Bagian Program dan Keuangan RSUD dr. M Hau­lussy, Rodrigo menegaskan, tinda­kan pe­rampasan jenasah yang terjadi di Jalan Sudirman melanggar aturan protokol kesehatan.

Kasus perampasan jenasah masuk dalam kedaruratan kesehatan  sehi­ngga bisa dijerat dengan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantina Kesehatan.

“Kasus ini masuk dalam kedaru­ratan kesehatan. Jadi mereka bisa dijerat dengan Undang-Undang Ke­karantina Kesehatan,” jelas Rodrigo yang dihadirkan sebagai saksi ahli oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan kasus peram­pasan jenazah dengan 10 tersangka, yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, Senin (15/9).

Dia menjelaskan, apabila ada jenazah positif Covid-19 dibawa pulang ke rumah, berarti hal itu tidak mematuhi protokol kesehatan dan memungkinkan adanya penularan.

“Kalau jenazahnya dibawa ke rumah dulu, kita tidak bisa menjamin tidak ada penularan ke yang lain,” ujarnya.

Baca Juga: Benito Pastikan Kasus Korupsi Irigasi Ditangani Secara Transparan

Peraturannya, sesuai protokol kesehatan jenazah langsung dibawa ke tempat pemakaman dari rumah sakit bersangkutan.

“Jadi memang tidak boleh dibawa pulang ke rumah,” katanya.

Bahkan saat dirawat, pasien Covid-19 tidak bisa dijenguk keluar­ga sekalipun. Hal itu untuk mengu­rangi kontak penjenguk dengan pasien.

“Kecuali memang keadaannya sudah darurat sekali, jadi boleh satu orang dari keluarga masuk untuk merawat pasien. Itupun wajib meng­gunakan alat pelengkap diri (ADP) seperti perawat,” katanya..

Dia menambahkan, didalam rumah sakit pun ada bangsal khusus untuk  pasien Covid-19 karena tidak bisa bercampur dengan pasien lainnya.

Hal tersebut masuk dalam karan­tina kesehatan. Karantina itu dilaku­kan agar tidak ada kedaruratan kese­hatan. Sehingga tidak ada penularan virus kepada lainnya.

Menurutnya, darurat kesehatan adalah pasien terkonfirmasi makin meningkat dan tidak terkontrol. Serta penularannya cepat.

Dia lalu menyebut, Ambon masuk dalam darurat kesehatan. Hal ter­sebut yang membuat adanya PSBB untuk memutus mata rantai penyebaran.

Sementara itu, Dokter Spesialis Antologi Klinik Inggrid Hutahalong dalam keterangannya dipersidangan juga membenarkan, almarhum HK adalah pasien Covid-19. Aalmarhum sudah dua kali menjalani pemerik­saan tes cepat molekuler (TCM). Pemeriksaan pada TCM dilakukan dengan menggunakan dahak de­ngan amplifikasi asam nukleat berbasis cartridge.

Tes ini akan mengidentifikasi RNA pada virus corona pada mesin yang menggunakan cartridge khu­sus yang bisa mendeteksi virus corona.

“Hasil tes TCM ini dapat diketahui dalam waktu kurang dari satu jam, untuk menentukan pasien positif maupun negatif. Almarhum dua kali tes hasilnya positif,” jelasnya.

Dia mengatakan, biasanya setelah tes dilakukan, hasilnya langsung dilaporkan ke dokter penanggung jawab pasian. Sebelumnya, dia akan melaporkan hasil tersebut melalui grup whats-app, yang di dalamnya terdapat anggota laboratorium, dok­ter umum, dokter penanggung ja­wab pasien, hingga penanggung jawab dari Dinas Kesehatan.

“Jadi memang seharusnya almar­hum dimakamkan sesuai protokol kesehatan,” ujarnya.

Hal yang sama juga disampaikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Sintia Pentury. Dia menjelaskan, memang almarhum dalam rekaman medisnya menderita gula darah dan darah tinggi. Namun dalam catatan itu juga disertakan, adanya hasil rapid tes reaktif.

Olehnya itu, pihak rumah sakit lalu melakukan tes swab kepada almar­hum untuk memastikan hasilnya.

Ia mengakui, sempat melakukan edukasi ke keluarga terkait hal tersebut.

“Tes pertama kan positif. Lalu pihak keluarga tidak mau terima. Jadi saya bersama direktur lakukan edukasi untuk swab evaluasi. Tapi sebelum dilakukan, almarhum meninggal. Jadi kami lakukan swab kepada jenazahnya almarhum,” ujarnya.

Dia menambahkan, bangsal isolasi Covid-19 tutup untuk keluarga. Namun hal itu dikecua­likan, apabila kondisi pasien berat. “Satu anggota keluarga pasien bisa masuk,” tuturnya.

Setelah mendengar keterangan para saksi ahli ini, majelis hakim yang dipimpin Ahmad Hukayat yang bersidang dengan JPU di Pengadilan Negeri Ambon, sedangkan 10 terdakwa yaitu, Adam Manitu, Mohamad Husni Leuli, Sarif Borut, Sahrul Ode Tami, Bayu Sarif, Hamsa Ode Adja, Noh Sukri Tuanaya, Hasna Suailo, Naci Iba dan Yana bersidang di Rutan Klas II Ambon. (Cr-1)