AMBON, Siwalimanews – Praktisi hukum Henry Lusikooy mengungkapkan, Kejaksaan Tinggi Maluku harus juga menjadikan kasus dugaan korupsi dana hibah Kwarda Maluku menjadi prioritas penuntasan

Pasalnya, sejumlah kasus dugaan korupsi yang saat ini ditangani ke­jaksaan haruslah seluruhnya ditun­taskan, termasuk dengan kasus Kwarda Pramuka.

Alasan kejati kasus ini dipending sementara usai Pilkada 27 November, bukan sebuah langkah hukum yang tepat, karena Kejati harus belajar dalam penanganan kasus mantan Bupati Kepulauan Tanimbar yang sudah ditetapkan sebagai ter­sangka dalam kasus dugaan korupsi SPPD di Sekda KKT.

“Tak mengurangi rasa hormat dan tak membandingkan Kejati dengan Kejari Tanimbar soal penetapan Petrus Fatlolon sebagai tersangka, namun untuk kasus korupsi dana hibah Kwarda yang diduga meli­batkan Widya Murad maka Kajati Maluku mestinya jadikan penetapan PF sebagai yurisprudensi untuk kasus Kwarda juga,” ungkap Lusi­kooy saat diwawancarai Siwalima, Rabu (17/7).

Menurutnya, kasus dugaan ko­rupsi dana hibah Kwarda Maluku tidak harus dipending sampai sele­sai Pilkada, karena para pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini bukanlah calon kepala daerah dan tidak terlibat dalam pesta rakyat 27 November mendatang. Sehingga alasan dipending tidaklah tepat.

Baca Juga: Watubun: KPK akan Supervisi Kasus Ruko Mardika

“Bagaimana Kejati Maluku bisa menyatakan kasus ini ditangguh­kan hingga selesai Pilkada padahal yang diduga terlibat tidak dalam status sebagai bakal calon Gu­ber­nur, Bupati dan lainnya. Jadi sebetulnya Kejati transparan dengan penanga­nan kasus ini,” ujarnya.

Dia mendorong Kejati Maluku harus segera melakukan penyeli­dikan dan penyidikan kasus ini, karena jika tidak maka akan menimbulkan preseden buruk bagi kejaksaan, dimana kasus-kasus lain diusut, sementara kasus yang berhubungan dengan pejabat justru didiamkan.

“Sekali lagi tak ada alasan khusus Kejati menangguhkan kasus ini. kasus ini harus tuntas sehingga Kejati Maluku dijauhkan dari isu masuk angin,”pintanya.

Tebang Pilih

Kejaksaan Tinggi Maluku diminta tidak tebang pilig dalam pengusutan kasus dugaan korupsi dana hibah kwarda pramuka Maluku.

Alasan Kejaksaan Tinggi Ma­-lu­ku menunda sementara proses pengusutan kasus kwarda dengan alibi adanya edaran Jaksa Agung agar semua proses penanganan kasus yang berkaitan dengan peserta pilkada ditunda sementara.

Sedangkan, jajaran Kejati Maluku yakni Kejaksaan Negeri Tanimbar justru menetapkan Petrus Fatlolon yang juga salah kontestan dalam Pilkada sebagai tersangka kasus dugaan SPPD Fiktif.

Hal ini diungkapkan Akademisi Hukum Pidana Unpatti, Remon Supusepa kepada Siwalimanews melalui telepon selulernya, Sabtu (13/7).

Supusepa mengungkapkan, jika Petrus Fatlolon yang notabene adalah kontestan dalam pilkada bisa ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tanimbar, maka mestinya kasus dana kwarda harus tetap berjalan.

“Dalam kaitan dengan kasus kwarda Pramuka Maluku, semestinya kasus ini tetap berjalan dan diproses sebab orang-orang di Kwarda Pramuka tidak berstatus sebagai salah satu kontestan dalam pilkada serentak,” tegas Supusepa.

Tahapan pilkada kata Supusepa tidak boleh menjadi alasan bagi Kejaksaan Tinggi untuk menunda proses penguatan kasus kwarda sebab walaupun ada edaran Jaksa Agung.

Surat edaran Jaksa Agung menurut Supusepa hanya bersifat internal, tetapi tidak boleh menggugurkan proses pemeriksaan perkara pidana karena akan bertentangan dengan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.

Selain itu, jika Kejaksaan Tinggi beralibi adanya surat edaran untuk menunda proses hukum dana kwarda, kenapa Kejati sebagai institusi diatas Kejari tidak menunda proses hukum terhadap Petrus Fatlolon sampai pilkada selesai.

Supusepa menegaskan surat edaran Jaksa Agung tersebut berlaku secara umum bagi semua jajaran kejaksaan baik tinggi maupun negeri bukan hanya bagi Kejati Maluku saja.

“Justru kita mempertanyakan Kejaksaan Tinggi dengan menggunakan alibi seperti, masa Fatlolon bisa ditetapkan tersangka dalam tahapan Pilkada, lalu orang lain tidak bisa di proses. Ini namanya tebang pilih dan diskriminasi dalam penegakan hukum,” jelas Supusepa.

Keputusan menunda proses hukum dana kwarda lanjut Supusepa dapat mencoreng institusi kejaksaan kalau tidak mampu menyelesaikan dugaan korupsi ini.

Apalagi, dengan adanya perbedaan perlakuan terhadap semua orang dalam kaitan dengan kasus dugaan korupsi dengan alasan yang tidak masuk akal.

“Semua orang sama didepan hukum tidak bisa masyarakat di proses dan yang lain tidak diproses, dengan alasan sama sementara dalam proses pilkada,” pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus dugaan korupsi dana hibah APBD Provinsi Maluku ke Kwarda Maluku akan ditangguhkan sampai selesai Pilkada.

Ditangguhkan kasus yang turut diduga melibatkan Widya Pratiwi, istri mantan Gubernur Maluku, Murad Ismail itu dilakukan dengan dalil untuk menjaga stabilitas jelang Pilgub Maluku yang akan berlangsung bulan November nanti.

“Berdasarkan aturan internal untuk menghindari black campaign, maka seluruh jajaran kejaksaan diminta untuk menunda perkara yang melibatkan peserta pemilu, baik calkada, capres, dan caleg. Oleh karena itu maka penyelidikan kwarda pramuka sementara ditangguhkan sampai seluruh tahapan proses pemilu selesai,” ucap Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Aizit P Latuconsina kepada wartawan di Ambon, Rabu, (8/5) 2024 lalu.

Penangguhkan penahanan kasus itu juga, kata Aizit, dikarenakan turut melibatkan peserta pemilu, etah siapa yang dimaksudkan dalam hal ini, namun disinyalir melibatkan orang tertentu, entah Widya ataukah Murad yang merupakan mantan Gubernur Maluku.

“Pilkada ini kan tidak terlepas juga dari pileg dan didalam kasus kwarfa pramuka itu ada melibatkan peserta pemilu, sehingga penyeli­di­kan perkara kwarda dipending, tetapi bukan dihentikan hanya sementara,” kilah Aizit. (S-26)