AMBON, Siwalimanews – Penyidik Ditres­krimsus Polda Malu­ku mengejar calon tersangka baru da­lam kasus pengada­an alat

kesehatan mini central oxygen, di Dinas Keseha­tan Buru.

Calon tersangka baru ini sesehari adalah kon­traktor pada Dinas Pen­didikan Kabupaten Buru, yang saat ini kabur ke bekasi. Dia turut menik­mati uang korupsi sebe­sar Rp1,6 miliar yang me­ngalir ke rekening priba­dinya.

“Ada satu calon ter­sang­ka yang sementara kita bidik, Dia itu salah satu penyedia jasa di proyek lain di Dinas Pendidikan, namun dirinya ikut kecipratan uang sebesar Rp1,6 milliar yang ditransfer oleh tersangka Djumadi Sukandi ke rekening pribadi,” jelas Dirkrimsus Polda Maluku, Kombes Hujra Soumena kepada wartawan di Ambon, Sabtu (16/11).

Hanya saja Soumena belum mau mengungkapkan identitas kon­traktor tersebut dengan alasan, calon terangka ini bisa melarikan diri lebih jauh lagi dan itu akan sulit bagi penyidik untuk menangkapnya.

Baca Juga: Proyek SMA 4 Mandek, DPRD Diminta Panggil Insun

Sebelumnya penyidik telah menetapkan tiga tersangka dalam proyek pada Dinas Kesehatan Buru tahun anggaran 2021 yaitu, mantan Plt Kadis Kesehatan Buru Ismail Umasugi, Djumadi Sukadi alias Madi selaku mantan Kasubbag Perencanaan dan Keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buru dan juga mantan Peyabat Penatausahaan Keuangan (PPK-OPD) Dinas Kesehatan Kabupaten Buru.

Selanjutnya, tersangka Atok Suwarto alias Atok  selaku Direktur CV. Sani Medika Jaya sebagai ter­sangka kasus korupsi pengadaan alat kesehatan mini central oxygen system pada Dinas Kesehatan Ka­bupaten Buru Tahun Anggaran 2021.

Soumena menambahkan, penyidik telah mengetahui kontraktor tersebut berada di kawasan Bekasi Jawa Barat, untuk itu Ditreskrimsus sementara melakukan koordinasi untuk mengamankan calon ter­sangka tersebut. “Yang bersang­kutan di Bekasi, ini yang sementara kita koordinasikan,” tandasnya.

Umasugi Ditahan

Sebelumnya, mantan pelaksana tugas Kadis Kesehatan Buru, Ismail Umasugi, ditahan penyidik Ditres­krimsus Polda Maluku.

Umasugi digiring di rutan Polda Maluku, Kamis (14/11), setelah ditetapkan sebagai tersangka.

Adik kandung mantan Bupati Buru Ramly Umasugi, diketahui sebagai aktor utama kasus dugaan korupsi pengadaan 6 unit mini central oxygen system senilai Rp9.6 milliar.

Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Hujra Soumena dalam keterangan persnya di Mako Krimsus Polda Maluku, Kamis (14/11) mengungkapkan, Umasugi berperan sebagai pengguna ang­garan sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) pada proyek tersebut.

Tindak pidana korupsi tersebut berawal pada Juni hingga September 2021, dimana Umasugi me­nandatangani kontrak pengadaan 6 unit mini central oxygen system Rp 9.6 milliar.

Dalam waktu 9 hari, pengadaan alat kesehatan tersebut diselesaikan PT Sani Tiara Prima selaku penyedia.

Setelah pekerjaan selesai, pada November 2021 diajukan SPM untuk pencarian anggaran Rp9.6 milliar.

Namun kondisi keuangan di Dinkes Buru mines sehingga pagu anggaran pengadaan 6 unit alat tersebut dijadikan hutang di tahun 2022.

“Setelah dijadikan hutang pada Februari 2022, diajukan lagi SPM untuk dilakukan pembayaran, namun setelah dilakukan koreksi dengan syarat-syarat yang ada dinyatakan dokumen belum leng­kap,” jelas Soumena.

Parahnya pada Maret 2022, Dinkes Buru kembali mengajukan SPM namun di dalam SPM sudah tidak tercantum PT Sani Tiara Prima selaku penyedia yang telah menyelesaikan pengadaan alat, tetapi tercantum nama CV Sani Medica Jaya yang kemudian dilakukan pembayaran sebesar Rp3.204.730.942.

“Nah pada  PT Sani Tiara Prima tidak dicantumkan nomor rekening, yang dicantumkan nomor rekening CV Sani Medica Jaya dan dibayar pun ke CV Sani. Ini kan kasihan orang kerja sudah keluar duit padahal hasil didapat uang ditransfer ke rekening lain, disini tugas dari pengguna anggaran yang merangkap PPK harus melakukan kroscek, sehingga saat anggaran cair betul-betul dirujukan kepada penyedia,” katanya.

Soumena menyebutkan, dari 9.6 milliar pengadaan alat kesehatan, Dinkes Buru baru membayar sebesar Rp3.2 milliar, sehingga 6.4 milliar masih menjadi hutang.

“Jadi dalam kasus ini tersangka memberikan kepercayaan kepada Djumadi (tersangka sebelumnya) untuk membuat nilai HPS dan mengendalikan kontrak pengadaan.

Umasugi juga menandatangani SPM dengan tujuan pencairan kepada CV Sani Medica Jaya senilai Rp3.204.730.942 yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan, atas kepentingan dari Djumadi selaku PPK yang mengakibatkan terjadi kesalahan pembayaran kepada pihak CV Sani Medica Jaya, yang bukan merupakan perusahaan yang melakukan perikatan dan kontrak kerja untuk pengadaan alat tersebut.

Atas perbuatan tersangka terjadi kerugian negara sebesar Rp2.869.690.889. Untuk mem­pertanggung jawabkan perbuat­annya tersebut tersangka langsung ditahan untuk proses hukum lebih lanjut.

Dua Tersangka

Diberitakan sebelumnya, Ditres­krimsus Polda Maluku menetapkan dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan kesehatan mini central oxygen system pada Dinas Kesehatan Kabu­paten Buru.

Keduanya yaitu, mantan Kasub­bag Perencanaan dan Keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buru dan juga mantan Pejabat Pena­tausahaan Keuangan (PPK-OPD) Dinas Kesehatan Kabupaten Buru, Djumadi Sukadi alias Madi dan Direktur CV. Sani Medika Jaya Atok Suwarto alias Atok.

Berdasarkan laporan hasil pe­meriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara BPK RI nomor 36/LHP/XXI/2024 tanggal 15 Agustus 2024, terjadi kerugian negara sebesar Rp2.869.690.889.

Soumena menyebutkan, modus operandi yang dilakukan tersangka Djumadi Sukadi  alias Madi selaku PPK SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten Buru yaikni, melakukan proses pencairan anggaran peng­adaan alat kesehatan kesehatan mini central oxygen system pada Dinas Kesehatan Kabupaten Buru Tahun Anggaran 2021 tidak sesuai ketentuan.

“Tersangka Madi ini dibantu oleh tersangka Atok Suwarto alias Atok mendistribusikan anggaran terse­but, untuk kepentingan pribadinya, untuk memuluskan kejahatan mereka.

Tersangka membuat dan menan­datangani surat permintaan pem­bayaran, berita acara pembayaran, berita acara pemeriksaan pekerjaan, dan berita acara serah terima pekerjaan atas nama Setiyono selaku Direktur PT Sani Tiara Prima, serta menandatangani kwitansi atas Direktur CV Sani Medika Jaya tanpa sepengetahuan yang bersang­kutan,” tutur Soumena.

Lanjut Soumena, tersangka Madi memasukkan rekening lain yaitu CV Sani Medika Jaya milik Atok Suwarto dan bukan PT.Sani Tiara Perima selaku Perusahaan yang berkontrak.

Tersangka Djumadi juga meme­rintahkan tersangka Atok selaku pemilik CV Sani Medika Jaya mendistribusikan uang kepada pihak-pihak yang tidak terkait dengan pengadaan mini central oxygen system yang diterima dalam rekening CV. Sani Medika Jaya senilai Rp 2.869.690.889.

“Parahnya, uang pembayaran pengadaan mini central oxygen system senilai Rp 2.869.690.889 itu bukan digunakan sesuai peruntukan namun untuk kepentingan pribadi,” ungkapnya.

Sementara itu, untuk tersangka  Atok selaku Pemilik CV Sani Medika Jaya diperintahkan  tersangka  Madi untuk membantu secara aktif mendistribusikan uang kepada pihak-pihak yang tidak terkait dengan pengadaan mini central oxygen system yang diterima dalam rekening CV Sani Medika Jaya senilai Rp 2.869.690.889.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagai­mana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 55 KUHPidana. (S-10)