AMBON, Siwalimanews – Aparat penegak hukum baik polisi, jaksa maupun KPK, harus melakukan terobosan, dengan memeriksa sejumlah pihak, termasuk Murad Ismail.

Pengadaan mobil dinas untuk Gubernur dan Wakil Gubernur Ma­luku yang sarat masalah, semesti­nya langsung ditangani oleh aparat penegah hukum, dalam hal ini polisi, jaksa maupun KPK. Hal ini dila­kukan agar kasus tersebut tidak menjadi bola liar dan berpotensi sebagai fitnah.

Demikian dikatakan mantan Ang­gota DPRD Maluku, Yunus Tipka kepada Siwalima, Kamis (29/4).

Tipka yang juga sebagai praktisi hukum ini mengungkapkan, penga­daan mobil dinas Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku yang dila­kukan tanpa melalui tender sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 merupakan per­buatan yang salah dan bertenta­ngan dengan hukum.

“Itu perbuatan yang salah, seng boleh begitu,” ujar Tipka.

Baca Juga: Jaksa Serahkan Uang Korupsi Mantan Sekda Buru Rp 2,216 M

Karena itu, Tipka mendesak pihak kepolisian dapat melakukan penye­lidikan terhadap semua pihak yang terlibat dalam persoalan itu.

Tipka juga meminta DPRD  memanggil Gubernur Maluku  mempertanyakan masalah penga­daan mobil dinas tersebut sebagai bagian dari pengawasan keuangan daerah.

Sementara itu, pakar hukum Un­patti, John Pasalbessy meng­ung­kapkan, dengan tidak dilakukan proses tender oleh Pemerintah Pro­vinsi Maluku atas pengadaan mobil dinas gubernur dan wagub, meru­pakan bentuk per­buatan melawan hukum sehingga kepolisian harus menyikapi secara serius.

“Kalau aturannya bilang harus melalui tender maka harus tender kalau tidak itu perbuatan melawan hukum,” ujarnya.

Menurut Pasalbessy, sepanjang terdapat indikasi korupsi maka dapat digunakan UU Tindak Pidana Korupsi, sebab berdasarkan krono­logis sudah jelas ada perbuatan memperkaya diri sendiri sehingga melawan hukum munculnya.

“Pasal 2 UU Tipikor jelas mem­perkaya diri sendiri atau orang lain, karena dia mulai sesuatu dengan hal yang tidak benar dan per­buatan itu dianggap sebagai perbua­tan melawan hukum,” tegasnya.

Karena itu, Pasalbessy memperta­nya­kan keberanian aparat penegak hukum untuk menyikapi hal itu.

“Menurut saya tidak boleh ada tebang pilih semua kasus itu sama, jangan karena sesuatu itu orang tertentu lalu kemudian semua harus sama. Karena itu aparat penegak hukum berani tidak kasus diproses, sebab kalau tidak diproses maka tendensi hukum adalah seolah-olah perkara itu hanya berlaku bagi orang-orang tertentu dan itu tidak adil,” tandasnya.

Akademisi Hukum Unpatti, Serlok Lekipiouw mengatakan, dalam hu­kum terdapat asas yang mengatakan apa yang telah dituliskan norma da­lam UU harus ditafsirkan demikian.

“Kalau norma bilang pengadaan dengan penujukan langsung harus 200 juta kebawah maka harus diikuti tidak bisa tidak, artinya kalau sepan­jang ada norma ya harus ikuti,” ujar Lekipiouw.

Menurutnya, pemerintah Provinsi Maluku harus tegas menjalankan atu­ran sebagaimana yang telah di­atur, sebab jika tidak akan menjadi persoalan hukum. Karena itu, dari aspek hukum apa­rat kepolisian da­pat melakukan pe­nyelidikan terkait dengan persoalan ini.

Pendapat senada juga dikemu­kakan tokoh masyarakat Maluku, Hamid Rahayaan. Menurutnya, hal apapun yang dilakukan dan berhu­bungan dengan keuangan negara, harus sesuai dengan prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut mantan Wakil Walikota Tual ini, sebagai kepala daerah gu­bernur tidak boleh membuat kebija­kan yang bertentangan dengan atu­ran.

Selain itu, masalah ini menjadi masukan bagi aparat penegak hu­kum baik KPK, kejaksaan dan kepo­lisian untuk tidak boleh tutup mata.

“Aparat penegakan hukum tidak boleh tutup mata dan tidak boleh tinggal diam. Jangan karena guber­nur mantan polisi lalu dilindungi. Kalau Polda tidak mengambil lang­kah, maka bisa saja rakyat merasa tidak percaya dengan polisi. Karena itu penegak hukum harus mengambil langkah karena prosesnya salah,” tegasnya.

Rahayaan berharap, polda, kejak­saan dan KPK jangan diam dan me­ngambil langkah karena pengadaan mobil dinas dilakukan  tidak sesuai dengan aturan.

“Kalau kepala daerah sipil lalu secepatnya ambil langkah, tapi kalau berasal dari aparat kepolisian terus dibiarkan begitu. Nanti akhirnya rakyat tidak percaya dengan aparat penegak hukum,” tegas dia.

“Gubernur dan Wakil Gubernur mereka adalah pimpinan daerah pro­vinsi ini tidak boleh sewenang-we­nang, mentang-mentang berkua­sa lalu seenaknya membuat kebijakan diluar aturan. Harus diingat bahwa jabatan yang diemban itu adalah ama­nah dan harus dipertanggung­jawab­kan kepada manusia dan Tu­han,” jelas Rahayaan.

Rahayaan menilai, telah terjadii penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri yang menjurus pada dugaan tindak pidana korupsi.

“Masakan mobil bekas. Ini ma­salahnya tidak boleh pengadaan mobil bekas. Karenanya polda harus me­ngambil langkah,” tegasnya.

Jika gubernur karena kasus penga­daan mobil dinas tersebut kemudian melaporkan Siwalima ke polisi, kata dia, polisi harus berlaku adil. Ini kan benar dan tugas media untuk meng­ungkapkan sesuatu kebenaran. Kebe­naran itu harus ditingkatkan dan ini fungsi kontrol dari media dan ini dija­min oleh peraturan per­undang-unda­ngan khususnya Un­dang-Undang Pers.

Tampar Muka Sendiri

Akademisi Fisip Unpatti, Paulus Koritelu menjelaskan, jika pemda merasa semua mekanisme yang ditem­puh sudah prosedural, maka tinggal dijelaskan saja ke publik, karena publik membutuhkan sebuah transparansi. Tetapi karena per­soalan sudah terjadi, maka kepo­lisian memiliki kewenangan untuk menyelidiki pengadaan mobil dinas tersebut, dan bukan kemudian me­ngorbankan publik.

“Kepolisian wajib menyelidiki,” katanya.

Sementara terkait sikap gubernur yang mempolisikan Siwalima, meru­pa­kan sikap  menampar muka sen­diri, karena pemerintahan yang sehat adalah pemerintah yang menerima kritikan kecuali kritikan itu ngawur.

Selaku kepala daerah, gubernur seharusnya melakukan upaya sesuai  dengan UU Pers dan bukan melaporkan.

Selaku kepala daerah gubernur seharusnya melakukan upaya sesuai dengan UU Pers bukan melaporkan sebab jika melaporkan itu berarti gubernur sementara menunjukan sikap mengekang pers.

Seperti diberitakan sebelumnya, ahli hukum pengadaan barang dan jasa pemerintah Fakultas Hukum Unpatti, Merry Tjoanda mengata­kan, dalam teori hukum pengadaan barang dan jasa pemerintah, maka bisa dika­takan Pemprov Maluku telah melaku­kan kesalahan secara prose­dural ka­rena pengadaan mobil dinas dimak­sud tidak melalui proses tender.

“Ada tiga jenis kesalahan dalam pengadaan barang dan jasa yaitu, kesa­lahan prosedur, kesalahan sub­stansi dan persoalan kewenangan. Tetapi dalam kasus ini Pemerintah Provinsi Maluku telah melakukan kesalahan prosedur,” jelas Tjoeanda kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (28/4).

Tjoanda yang baru saja diteguh­kan jadi guru besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unpatti ini meng­ungkapkan, jika kesalahan prosedur telah dilaku­kan Pemprov Maluku, maka harus pula dapat bertanggung jawab untuk menjelas­kan kepada publik.

Tjoanda menegaskan, dalam prak­teknya jika telah terjadi kesalahan pro­sedur, maka dapat dilakukan proses tender kembali, tetapi jika pengadaan telah dilakukan maka hal itu telah menjadi persoalan hukum yang tentunya berdampak hukum.

“Ini masalah hukum dari sisi hukum administrasi, karena sebetul­nya harus melalui  proses tender tapi mereka tidak melalui prosedur tender,” cetusnya

Banyak Masalah

Masalah utama adalah penga­kuan Kepala Badan Penghubung Provinsi Maluku, Saiful Indra Patta, soal status kendaraan yang  diper­un­tukan sebagai mobil dinas guber­nur, merek Lexus, type LX-570, adalah barang baru, alias seken.

Walau begitu, Patta tak mau menjelaskan atas nama siapa mobil ini terdaftar. “Tetapi saya pastikan tidak benar satu unit merek Lexsus itu milik Gubernur, itu tidak benar,” jelas Patta kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (26/4).

Dikejar soal nama pemilik mobil itu, Patta tidak menjawabnya. “Itu mobil bekas Iya, tetapi mobil beliau saya tidak tahu,” ulangnya lagi.

Sumber Siwalima di Kantor Ba­dan Penghubung Provinsi mengata­kan, pasca jadi viral dan diberitakan media, Patta sangat ketakutan.

“Dia ketakutan karena sedari awal dia menduga hal ini akan jadi ma­salah,” kata sumber itu kepada Siwalima, Selasa (27/4).

Menurut sumber itu, seluruh pe­ga­wai yang ditugaskan untuk meng­u­rus proyek tersebut, sudah meyaki­ni suatu saat pasti akan ada masalah, karena banyak aturan yang ditabrak.

“Bahkan untuk mengambil honor saja, mereka tak berani,” tambahnya.

Penunjukan Langsung

Kejanggalan berikutnya adalah proses lelang yang dilakukan mela­lui penunjukan langsung. Seperti dilansir di www.lpse.malukuprov. go.id, seluruh pekerjaan dimaksud, dilakukan melalui mekanisme penun­jukan langsung, alias tanpa tender sama sekali.

Dimana tiga mobil dilaksanakan oleh PT Arma Daya Karya Kons­truksi, yang beralamat di Jalan Lum­ba Lumba, Kecamatan Bula, Kabu­paten Seram Bagian Timur. Peru­sahaan ini diketahui bergerak di bi­dang jasa konstruksi.

Sedangkan pengadaan Mobil Jaba­tan Gubernur di Jakarta, senilai Rp. 2,5 Miliar, dilakukan langsung oleh agen resmi merk Marcedes Benz, PT Suri Motor Indonesia, yang beralamat di Jalan TB Sima­tu­pang, Jakarta Selatan.

Padahal, sesuai Peraturan Presi­den Nomor 16 Tahun 2018, penga­daan yang nilainya di atas Rp. 200 juta, semestinya dilakukan melalui pe­lela­ngan umum, bukan penunju­kan lang­sung seperti yang dilaku­kan Pemprov Maluku. Pada Pasal 38 Perpres ter­sebut dijelaskan bahwa: Metode pe­milihan Penyedia Ba­rang/Peker­jaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas:

  1. E-purchasing;
  2. Pengadaan Langsung;
  3. Penunjukan Langsung;
  4. Tender Cepat;
  5. Tender.

E-purchasing sebagaimana dimak­sud pada ayat (1) huruf a) dilak­sa­nakan untuk Barang/Pekerjaan Kons­truksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog elektronik.

Pengadaan Langsung sebagai­mana dimaksud pada ayat (1) huruf b) dilaksanakan untuk Barang/Peker­jaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang ber­nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Penunjukan Langsung sebagai­mana dimaksud pada ayat (1) huruf c) dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lain­nya dalam keadaan tertentu.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menegaskan, seluruh proses tender sudah menyalahi aturan, ka­rena tidak dilakukan melalui meka­nisme lelang terbuka, tapi melalui penunjukan langsung.

Kepada Siwalima melalui tele­pon seluler Selasa (27/4), Saiman menje­laskan, pengadaan mobil dinas boleh dilakukan melalui mekanisme penun­jukan langsung, asalkan mengikuti E-katolog LKPP, dimana pembeliannya harus pada dealer mobil atau agen mobil dan bukan melibat perusahaan jasa konstruksi.

“Pengadaan mobil boleh dengan pembelian langsung dengan meng­ikuti ekatalog yang LKPP. Artinya membeli langsung dari dealer atau agen yang ada di Maluku, kalau bukan itu berarti nggak boleh, apalagi ini perusahaan kontruksi. Ini tidak boleh lagi, tidak ada penga­laman,” tegas Saiman.

Pembatasan CC

Sesuai Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 311/KM.6/2015, Tahun 2015 tentang Modul Perenca­naan Kebutuhan Barang Milik Negara Berupa Alat Angkutan Darat Ber­motor Dinas Operasional Jabatan Di Dalam Negeri, mengatur tentang besaran CC mesin mobil.

Menurut SK tersebut, untuk jabatan setingkat menteri, yang mengguna­kan kendaraan sedan dibatasi hanya sebesar 3.500 CC/6 cilinder.

Hal yang sama juga berlaku untuk kendaraan jenis SUV. Namun pada kenyataannya, Lexus LX-570, yang ditunggangi Murad, diketahui meng­gunakan mesin bertenaga besar, yaitu 5.700 CC, yang bertentangan dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan tersebut. (S-50)