PLTN di Tengah Dinamika Politik dan Korupsi, Siapkah Indonesia Maju
TAHUKAH Anda? membangun pembangkit listrik tenaga nukir (PLTN) itu seperti menanam pohon durian? Butuh tanah yang stabil, benih unggul, dan perawatan penuh perhatian. Namun, ada satu hal penting lainnya: politik! Politik sering menjadi penentu apakah pohon itu akan tumbuh subur dan berbuah manis atau justru layu sebelum sempat dinikmati.
Bayangkan jika pupuk yang digunakan ialah praktik korupsi. Bukan hanya pohon yang gagal tumbuh, melainkan juga berisiko merusak lingkungan sekitarnya.
Bahaya? Tentu saja! Mari kita telusuri apa yang bisa dipelajari dan bagaimana Indonesia harus bergerak untuk memastikan PLTN menjadi investasi masa depan yang sukses, bukan masalah baru!
Indonesia memiliki berbagai jenis pembangkit listrik, antara lain pembangkit berbasis batu bara (PLTU), gas (PLTG/PLTGU), panas bumi (PLTP), hidro (PLTA), serta tenaga surya dan angin. PLTU masih mendominasi dengan kapasitas sekitar 60% dari total produksi listrik nasional, yaitu lebih dari 43 GW. Kapasitas total pembangkit listrik Indonesia saat ini ialah sekitar 77 GW.
Namun, kapasitas itu masih belum cukup untuk mendukung pertumbuhan kebutuhan listrik nasional yang terus meningkat, terutama dengan tingkat elektrifikasi yang terus digenjot di berbagai daerah terpencil. Apalagi ditambah komitmen pemerintah yang sudah dideklarasi dalam beberapa pertemuan internasional untuk peran aktif dalam menyukseskan tercapainya net zero emission (NZE) pada 2060.
Baca Juga: Akses Pendidikan TinggiLalu, apa saja tantangan dalam mencapai target NZE pada 2060? Ketergantungan yang sangat tinggi pada batu bara sebagai sumber energi utama, yang mana lebih dari 60%, menjadi sulit dan membutuhkan perubahan besar-besaran pada struktur energi nasional sehingga menjadi penghambat utama transisi energi bersih. Selain itu, keterbatasan investasi dalam pengembangan energi terbarukan masih jauh dari memadai. Banyak proyek energi bersih seperti tenaga surya dan angin terhambat karena kurangnya pendanaan dan insentif yang menarik bagi investor.
Begitu pula keterbatasan teknologi yang mendukung pengembangan energi terbarukan seperti baterai penyimpanan energi, efisiensi panel surya, dan turbin angin modern yang masih belum banyak diadopsi di Indonesia. Itu disebabkan oleh biaya tinggi dan minimnya transfer teknologi dari negara-negara maju. Karena itu, penetrasi energi terbarukan saat ini hanya menyumbang 15% dalam bauran energi nasional. Padahal, untuk mencapai NZE, kontribusi itu perlu ditingkatkan secara signifikan hingga lebih dari 50% pada 2050.
Infrastruktur pendukung seperti jaringan pintar (smart grid) dan fasilitas penyimpanan energi juga masih sangat terbatas. Hal itulah yang menghambat integrasi energi terbarukan secara efisien ke dalam sistem kelistrikan nasional. Ditambah lagi kebijakan transisi energi yang terus berubah, yang dipengaruhi oleh politik jangka pendek. Konsistensi kebijakan itu menjadi sangat penting karena sebagai kunci pembuka kepastian gerak para pelaku industri dan investor.
Peta jalan pemensiunan PLTU berbasis fosil
Untuk mencapai target NZE, pemerintah telah merencanakan penghentian bertahap PLTU berbasis batu bara. Peta jalan itu mencakup penghentian operasional pembangkit tua dan tidak efisien mulai 2030. Program tersebut didukung oleh inisiatif pendanaan internasional seperti just energy transition partnership (JETP) yang memberikan insentif bagi transisi energi bersih di Indonesia.
Bagaimana upaya pemenuhan kebutuhan listrik pada 2060?
PLTN direncanakan memberikan kontribusi maksimal hanya sekitar 12% dari total kapasitas energi nasional. Itu punn sebagian didedikasi sebagai penggenerasi hidrogen gas-sumber energi bersih lainnya. Dengan kapasitas total yang diproyeksikan mencapai 35 GW, PLTN akan menjadi pilar utama untuk mencapai target NZE. Hal itu juga menandai transformasi Indonesia menuju bauran energi yang lebih berkelanjutan.
Selain itu, isu keselamatan PLTN yang sangat terjamin menjadi daya tarik tersendiri. Teknologi modern dalam pembangunan PLTN dirancang dengan sistem keamanan berlapis untuk menghadapi berbagai skenario terburuk, termasuk bencana alam. Generasi teknologi saat ini ialah generasi ketiga (III) plus dan empat (IV), yang mana sistem itu mencakup reaktor dengan teknologi pendinginan pasif, yang dapat berfungsi bahkan tanpa intervensi operator atau daya eksternal sehingga memastikan risiko kecelakaan menjadi sangat minimal.
Dengan standar keselamatan yang tinggi dan pengawasan ketat dari badan regulasi nasional Bapeten dan badan internasional seperti IAEA, PLTN menjadi salah satu pembangkit listrik paling aman di dunia. Perlu menjadi catatan bahwa Chernobyl itu menggunakan teknologi generasi pertama (I).
Bagaimana peta jalan terkini?
Berdasarkan peta jalan yang ada saat ini, pengembangan PLTN di Indonesia yang diselaraskan dengan pencapaian target NZE pada 2060 dirancang untuk dimulai pada 2025-2030 dengan fokus pada persiapan infrastruktur, regulasi, dan langkah awal teknologi nuklir. Pada periode 2031-2040, diharapkan PLTN komersial pertama dengan kapasitas 1 GW dapat beroperasi yang menjadi tonggak penting dalam membuktikan kesiapan teknologi dan kemampuan operasional Indonesia di bidang nuklir. Selanjutnya, ekspansi kapasitas hingga 34 GW direncanakan pada 2041-2060 dengan dukungan kerja sama internasional, investasi besar, serta penguatan regulasi untuk memastikan keberlanjutan dan kontribusi PLTN terhadap kebutuhan energi nasional.
Pembelajaran bisa kita lihat dari negara tetangga. Pembangunan PLTN dari negara tetangga dan yang mayoritas penduduknya beragama Islam menunjukkan bahwa pembangkit itu tidak hanya aman, tetapi juga sangat menjanjikan untuk keberlanjutan energi dan stabilitas ekonomi. Mesir, dengan proyek PLTN El Dabaa, menegaskan bahwa stabilitas politik menjadi landasan utama untuk memastikan kelancaran proyek nuklir yang didukung penuh oleh teknologi dan pendanaan dari Rusia.
Bangladesh membuktikan bahwa konsistensi pemerintah, meskipun ada pergantian kepemimpinan, dapat menjamin keberhasilan PLTN Rooppur yang juga didukung oleh Rusia. Uni Emirat Arab menunjukkan keberhasilan integrasi teknologi internasional melalui pengoperasian PLTN Barakah yang dikelola oleh perusahaan Korea Selatan dan menjadi PLTN pertama di dunia Arab.
Turki memanfaatkan kerja sama dengan Rusia untuk membangun PLTN Akkuyu yang menjadi langkah besar dalam diversifikasi energi. Pakistan, melalui motivasi kompetisi regional dengan India, berhasil mendorong pembangunan PLTN dengan dukungan Tiongkok.
Selain itu, dari sisi politik, Ukraina menyoroti pentingnya perlindungan fasilitas nuklir, bahkan dalam situasi konflik, sementara Korea Selatan menunjukkan bahwa diplomasi cermat dan cerdas dapat mengatasi hambatan internasional.
Keberhasilan negara-negara tersebut menegaskan bahwa PLTN ialah pilihan energi yang aman, berteknologi tinggi, dan menjanjikan solusi jangka panjang untuk kebutuhan energi berkelanjutan sekaligus memperkuat posisi strategis negara di panggung internasional.
Manfaat PLTN
Selain sebagai penyuplai energi yang andal dan berkelanjutan, memiliki PLTN juga memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi Indonesia. Pengoperasian PLTN akan menciptakan lapangan kerja baru, dari tahap pembangunan hingga operasional, yang melibatkan berbagai sektor seperti konstruksi, teknologi, dan logistik. PLTN juga berpotensi mendukung pertumbuhan industri lokal melalui transfer teknologi dan peningkatan kapasitas manufaktur komponen dalam negeri.
Selain itu, keberadaan PLTN dapat menurunkan ketergantungan pada impor bahan bakar fosil sehingga mengurangi defisit neraca perdagangan. Dari sisi ketahanan politik, PLTN dapat memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi energi global. Dengan memiliki teknologi nuklir, Indonesia akan lebih dihormati dalam forum internasional, terutama dalam pembahasan tentang energi berkelanjutan dan perubahan iklim.
Ketahanan politik juga dapat mendukung stabilitas dalam negeri karena energi yang mandiri mengurangi ketergantungan pada negara lain. Dengan energi yang lebih terjangkau dan stabil, PLTN dapat mendorong pengembangan kawasan industri dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional. Pada akhirnya, semua itu berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan energi yang aman, bersih, dan efisien.
Bagaimana dengan Indonesia?
Beberapa catatan untuk negeri ini dalam mendukung pembangunan PLTN. Pertama, stabilitas politik dan hukum ialah fondasi. Indonesia harus memastikan stabilitas politik dan hukum sebagai syarat utama. Ketidakpastian politik hanya akan membuat investor ragu dan proyek terganggu. Pemerintah perlu menunjukkan komitmen jangka panjang agar PLTN tidak menjadi proyek ‘hilang ditelan zaman’.
Kedua, transparansi untuk kepercayaan publik. Keselamatan ialah hal utama dalam proyek PLTN. Pemerintah harus transparan soal perizinan, dampak lingkungan, dan teknologi yang digunakan. Edukasi publik juga perlu ditingkatkan untuk mengurangi ketakutan dan salah paham tentang nuklir.
Ketiga, kerja sama internasional: kunci sukses PLTN. Indonesia harus aktif menjalin kerja sama bilateral, seperti Bangladesh dengan Rusia atau Pakistan dengan Tiongkok, untuk pembiayaan, transfer teknologi, dan jaminan pasokan bahan bakar nuklir. Hubungan baik lintas negara dan peran lembaga internasional seperti IAEA penting untuk memastikan proyek PLTN berjalan sesuai dengan standar global dan mendapat kepercayaan internasional.
Keempat, perencanaan jangka panjang PLTN bukan proyek instan. Indonesia harus merancang rencana jangka panjang yang mencakup desain, pengelolaan limbah, hingga dekomisioning (penutupan) PLTN. Semua itu harus masuk dalam strategi energi nasional yang konsisten, terlepas dari pergantian pemerintahan.
Kelina, infrastruktur dan SDM: kunci masa depan PLTN. Infrastruktur dan SDM ialah kunci sukses PLTN di Indonesia. Pelatihan praktis dan kerja sama internasional harus diutamakan untuk mencetak ahli nuklir yang kompeten dan inovatif. Pengembangan teknologi, penelitian, dan infrastruktur seperti laboratorium, pusat pelatihan, serta fasilitas limbah nuklir harus diperkuat. Itu tidak hanya memastikan PLTN aman dan efisien, tetapi juga mendorong Indonesia menjadi pemain global di sektor nuklir.
Indonesia, siapkah?
Membangun PLTN ialah langkah besar, bukan hanya untuk ketahanan energi, melainkan juga sebagai simbol kemajuan teknologi bangsa. Apalagi sudah berjanji untuk menyukseskan nol emisi karbon 2060. Jika Indonesia mampu memadukan stabilitas politik dan hukum, transparansi publik, kerja sama internasional, dan perencanaan matang, pohon durian PLTN kita bukan hanya akan tumbuh, melainkan juga berbuah manis untuk generasi mendatang. Jadi, sudah siapkah kita? Atau masih menunggu politik berbicara lagi? oleh: Geni Rina Sunaryo (Leader International Council Women for Supporting Technology and Industry (ICWITI)
Tinggalkan Balasan