Penolakan Terhadap Penjabat Bupati Buru
Aksi penolakan untuk mengusulkan Djalaludin Salampessy sebagai calon Penjabat Bupati Buru periode 2023-2024 kembali dilakukan oleh IKP Cipayung.
OKP Cipayung yang terdiri dari HMI Cabang Namlea, IMM dan GMI Cabang Namlea menyuarakan penolakan tersebut di Gedung Kantor DPRD Buru, dan meminta lembaga legislatif itu tidak mengusulkan Djalaludin Salampessy.
OKP Cipayung ini tetap bersikukuh menolak Djalaludin dan meminta DPRD mengakomodir tiga nama dari putera Bupolo.
Kelompok Cipayung yang menggelar aksi ini terdiri dari HMI Cabang Namlea, GMNI dan IMM. Aksi penolakan ini merupakan aksi kedua, sebelumnya mereka demo di kawasan Simpang Lima Namlea, Sabtu (1/4) siang.
Alasan penolakan Djalaludin saat menjabat sebagai bupati, tidak mampu mengakumulasi aspirasi masyarakat, dan dinilai gagal dalam kepemimpinan selama satu tahun terakhir.
Baca Juga: OKP Cipayung Tolak DjalaludinSelain itu, kinerja Djalaludin dinilai tidak ada hasil dan perubahan yang dilakukan selama menjabat sebagai karateker. Banyak permasalahan yang tidak mampu diatasi hingga terakhir masalah pencemaran bahan kimia B3 dan akhirnya terdapat larangan makan ikan yang berdampak pada ekonomi masyarakat.
Selain dinilai kinerja yang kurang baik saat menjabat sebagai Penjabat Bupati Buru, OKP Cipayung mendesak DPRD Kabupaten Buru untuk tidak mengusulkan nama Djalaludin dan mengusulkan putra daerah Bupolo.
Pasalnya, putra daerah Bupolo bisa membangun Kabupaten Buru dan putra Bupolo telah siap untuk itu. Karena itu mereka rame-rame melakukan penolakan Djalaludin sebagai penjabat Bupati Buru.
Gerakan Pemuda Buru dan Cipayung mengajak seantero masyarakat Kabupaten Buru untuk mendesak 25 anggota DPRD Kabupaten Buru, agar segera mengusulkan 3 nama sebagai calon Penjabat Bupati Buru nanti, agar keseluruhan tiga nama itu adalah asli putra-putra daerah Kabupaten Buru.
Cipayung berdalih sebagai anak Bupolo yang lebih berhak menikmatinya. Generasi Kabupaten Buru sudah siap untuk menjadi Penjabat Bupati Buru, siap untuk memimpin negeri ini.
OKP Cipayung juga mendesak 25 anggota DPRD Buru diingatkan, agar jangan menjual negeri ini kepada siapapun untuk memenuhi kepentingan politik, nafsu, harta, jabatan dan kekuasaan.
Sesuai surat edaran Menteri Dalam Negeri berdasarkan amanat Pasal 201 ayat (9) dan ayat (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang telah menegaskan bahwa, untuk mengisi kekosongan jabatan bupati/walikota yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2022, diangkat penjabat bupati/walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama.
Selanjutnya berdasarkan penjelasan Pasal 201 ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 bahwa “penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat walikota masa jabatannya 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) tahun berikut dengan orang yang sama/berbeda.
Pengusulan nama calon Penjabat Bupati memang tanggungjawab DPRD untuk mengusulkan ke Mendagri sesuai dengan surat edaran dari Mendagri. Dengan demikian aksi penolakan dari OKP Cipayung juga tidak bisa dijadikan dasar untuk menyetujui penolakan tersebut.
DPRD harus mempertimbangan dengan baik dan mengusulkan penjabat yang tepat untuk memimpin Kabupaten Buru satu tahun kedepan, sehingga proses pemerintahan di Kabupaten berjulukan Bupolo itu bisa berjalan dengan baik.(*)
Tinggalkan Balasan