Guru honorer adalah guru yang digaji tidak tetap, tetapi secara tugas dan pekerjaannya sama dengan guru tetap. Guru honorer digaji berdasarkan jumlah jam mengajar pembelajaran, ada pula yang digaji melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)/Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) tiga bulan sekali.

Meski sangat dibutuhkan demi keberlangsungan pendidikan, posisi guru honorer di sekolah negeri dalam struktur kepegawaian sangat lemah. Apalagi jika guru honorer tersebut tidak masuk dalam data pokok kependidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi karena ini berarti keberadaan mereka ilegal meski mereka direkrut oleh sekolah negeri tempat mereka bekerja.

Hal ini pula yang terjadi pada sejumlah guru honorer sekolah negeri di Jakarta, mulai dari SD, SMK, hingga SMA, yang diberhentikan secara sepihak oleh dinas pendidikan. Mereka tidak dapat masuk ke dalam dapodik Kemendikbudristek karena sistem one click services tidak dibuka kembali oleh dinas pendidikan.

Keberadaan dapodik sangat penting untuk guru mengikuti seleksi guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) ataupun mengisi nilai. Dengan tidak tercantum di data dapodik, guru honorer tidak dapat mengikuti perekrutan guru PPPK. Ketika perekrutan guru PPPK terbuka juga untuk guru sekolah swasta. Keberadaan guru sekolah swasta yang diterima sebagai guru PPPK berpotensi menggusur guru honorer di sekolah negeri karena guru PPPK hanya ditempatkan di sekolah negeri.

Dalam hal ini, guru honorer negeri dikorbankan. Ini seperti pasar bebas liberalisasi pendidikan di ranah pendidik. Pemberhentian atau cleansing (penghapusan dan pembersihan) guru honorer di Jakarta tersebut merupakan duka bagi dunia pendidikan di Indonesia. Begitu mudahnya guru yang selama ini turut berjasa menjaga keberlangsungan pendidikan karena sekolah kekurangan guru, disingkirkan dengan alasan status sosialnya. Pemerintah tidak memikirkan nasib guru honorer yang dikeluarkan.

Baca Juga: Fenomena Ketidaksantunan Berbahasa Masyarakat Maluku dalam Euro 2024

Ratusan guru honorer di sekolah negeri di Jakarta tiba-tiba diberhentikan secara sepihak oleh dinas pendidikan setempat. Mereka terdampak kebijakan pembersihan atau cleansing guru honorer sebagai tindak lanjut hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.

Awalnya, berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012, guru honorer adalah bagian dari tenaga honorer yang pengangkatannya diprioritaskan.

Namun, UU No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menggantikan UU No 43/1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian tidak lagi memuat ketentuan soal tenaga honorer. Sejak pemberlakuan UU ASN, instansi pemerintahan dilarang mengangkat tenaga honorer. Penataan tenaga honorer akan terus dilakukan hingga akhir tahun 2024. Pegawai non-ASN atau yang sering disebut pegawai honorer wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024.

Pasca-UU ASN disahkan, banyak guru honorer yang tetap bekerja. Mereka bekerja dengan ketidakjelasan status, hanya berdasarkan pada surat keputusan pengangkatan guru honorer. Nasib guru honorer semakin tidak pasti karena sejak 2021, pemerintah mengeluarkan formasi guru honorer dari rekrutmen CPNS. Sebagai gantinya, pemerintah merekrut guru PPPK.

Pasca-UU ASN disahkan, banyak guru honorer yang tetap bekerja. Mereka bekerja dengan ketidakjelasan status, hanya berdasarkan pada surat keputusan pengangkatan guru honorer.

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja ini sejatinya sangat tidak cocok untuk guru yang sewaktu-waktu bisa terkena pemberhentian kontrak. Namun, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menjanjikan bahwa guru PPPK ini akan setara dengan PNS.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim pernah mengumumkan jumlah formasi pada seleksi guru ASN PPPK 2024, yakni sebanyak 419.146 formasi guru. Jumlah ini akan menyelesaikan target 1 juta guru yang dicanangkan sejak 2020. Hingga 2023, Kemendikbudristek telah meluluskan 774.999 guru ASN PPPK. Hal ini terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan guru ASN PPPK di sekolah negeri seluruh Indonesia.

”Pada tahun ini, kami akan me­lanjutkan pemenuhan kebutuhan guru ASN di sekolah negeri me­lalui Seleksi Guru ASN PPPK. Ada­pun kuota yang perlu dipenuhi tahun ini adalah sebanyak 419.146 guru ASN PPPK sehingga target 1 juta guru insya Allah dapat ter­pe­nuhi,” tutur Nadiem seperti dikutip dari dari detikEdu, Kamis (14/3/2024).

Regulasi PPPK ini mengalami banyak sekali kekacauan, bahkan mengacak-acak formasi yang sudah ada di sekolah negeri dengan memaksa guru swasta yang P1 (memenuhi ambang batas seleksi guru PPPK tahun 2021) untuk memenuhi formasi guru di sekolah negeri. Hal ini berdampak menggeser guru honorer murni di sekolah tersebut, yang akhirnya harus mengajar mata pelajaran lain yang tidak linier dengan bidangnya, bahkan ada yang diberhentikan dari sekolah tersebut (cleansing).

Profesi guru sangat penting da­lam mewujudkan kualitas kehi­dupan bangsa, seperti yang diama­natkan UUD 1945 Pasal 31 Ayat 3, sehingga negara harus menem­patkan guru dalam posisi yang mu­lia, bukan malah durhaka kepada guru.

Karena itu, kami guru honorer murni (honor dari sekolah, bukan dari pemerintah) se-DKI Jakarta mendesak agar Dinas Pendidikan DKI Jakarta meninjau ulang pemberhentian guru honorer di sekolah negeri karena akan menimbulkan PHK massal dan pengangguran. Dinas Pendidikan DKI Jakarta harus membuka dapodik, baik itu yang sudah memiliki dapodik di sekolah lama maupun membuka dapodik baru.

Dinas Pendidikan Jakarta harus bertanggung jawab atas pember­hen­tian guru honorer dan menca­rikan alternatifnya agar guru honorer di sekolah negeri tidak kebi­ngungan dan dapat mendapatkan tempat bekerja dan dapat melan­jutkan kariernya sebagai guru. Oleh: ANDI FEBRIANSYAH RAHMADANA Guru SMA Negeri di Jakarta.(*)