PENGALAMAN menarik dari tugas sebagai kepala sekolah dan direktur di Sekolah Sukma Bangsa (SSB) ialah saat merekrut guru. Guru versi SSB ialah guru yang tidak hanya baik secara personal dan profesional, tapi juga yang mau belajar dan melakukan refleksi atas apa yang pernah dilakukannya di dalam kelas. Menurut F Oviyanti (2017), meningkatkan kompetensi profesional, pedagogis, kepribadian, dan kompetensi sosial guru ialah sebuah keharusan demi kemajuan dunia pendidikan. Secara personal, guru yang baik memiliki sikap-sikap antara lain demokratis, baik hati, sabar, adil, konsisten, terbuka, suka menolong, humoris, menguasai konten, fleksibel, dan termotivasi membantu para siswa belajar (Darajat, 2015). Sementara itu, untuk kualitas profesional menuntut beberapa hal seperti berkompeten dalam ilmu pengetahuan, kredibilitas moral, berdedikasi, dewasa, dan menguasai keterampilan belajar (T Situmorang, 2019).   Konsep awal SSB Tidak mudah untuk menyemai benih-benih baik dalam SSB sesuai dengan konsep awal yang tertuang dalam blue print dan panduan-panduan. SSB berangkat dengan filosofi pendidikan ialah keteladanan sehingga memulainya dengan merekrut guru yang baik secara sikap mental dan tentu saja secara akademik.

Guru yang mampu melaksanakan visi sekolah, yaitu menciptakan lingkungan pendidikan yang positif dan berkelanjutan bagi warga belajar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang memiliki kemampuan akademis, terampil, dan berakhlak mulia (Blueprint SSB, 2006), lengkap dengan prosedur standar operasional manajemen sekolah efektif, manajemen konflik berbasis sekolah (MKBS) dan sistem informasi sekolah terpadu online (SISTO) yang menjadi media utama untuk merekam seluruh arus informasi yang ada di sekolah. Kalimat inspiratif dari Peter Senge, a school that learns, menjadi moto SSB. Moto itu menuntut dan mendorong seluruh warga belajar yang ada di sekolah untuk terus mengembangkan kapasitas reflektifnya dalam aktivitas sehari-hari. Artinya, seluruh kegiatan di sekolah harus bernilai belajar bagi warga SSB. Kalimat tersebut kemudian dikonkretkan menjadi budaya sekolah dengan menerapkan 4 no, yaitu no cheating (jujur), no bullying (nirkekerasan), dan no smoking (tidak merokok), serta belakangan untuk mengantisipasi pemanasan global muncul no yang baru, yaitu no littering (kebersihan). Dalam perjalanannya, kalimat-kalimat tersebut telah menjadi budaya sekolah yang terus dijalankan seluruh warga sekolah. Menurut Dodi Wibowo (2020), budaya sekolah bisa menjadi salah satu faktor yang bisa membantu guru dalam belajar tentang pendidikan (perdamaian). Pelaksanaan budaya sekolah itu cukup sukses dijalankan, salah satunya karena SSB merekrut guru-guru terbaik dengan kemampuan afektif, kognitif, dan psikomotorik yang bagus. Namun, secara umum yang paling dicari ialah sosok yang afektif paling bisa menjadi teladan para siswa. SSB percaya bahwa guru wajib diseleksi, didampingi, dan dievaluasi sehingga hanya guru yang memiliki komitmen yang baik dan sesuai dengan kualifikasi dan budaya sekolah sajalah yang akan menjadi warga belajar baru di sekolah.

Seleksi guru  SSB mengundang guru-guru terbaik untuk berpartisipasi dan bergabung dengan SSB untuk memajukan pendidikan, khususnya di Aceh, melalui proses rekrutmen guru. Guru boleh datang dengan latar belakang apa pun, kemampuan kognisi, psikomotor, dan afektif beragam. Namun, yang paling penting ialah kesesuaian filosofi yang dipercaya calon guru dengan visi-misi yang dipegang sekolah. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui calon guru Sekolah Sukma, sebelum dia dikontrak menjadi guru tetap, yaitu seleksi berkas, tes tertulis, wawancara, praktik mengajar, magang dan pendampingan, serta terakhir kontrak.

Tahap awal ialah seleksi berkas, yaitu administrasi sekolah melakukan pemilahan berkas sesuai dengan kebutuhan sekolah dan kesesuaian pengalaman dan pendidikan guru berdasarkan berkas yang dikirimkan. Setelah melewati tahapan itu, calon guru yang lulus seleksi berkas akan diundang ke sekolah untuk mengikuti tes tertulis yang sudah dikembangkan untuk memetakan kemampuan kognitif para calon guru. Tes yang harus mereka lalui ialah tes bahasa (Indonesia dan Inggris) dan bidang studi yang dilamar. Peserta yang lulus tes tertulis kemudian diundang kembali untuk wawancara. Aspek penilaian dalam wawancara itu dari kemampuan kognitif dalam bidang studi, gaya berpakaian, gaya komunikasi, cara penyampaian, diksi kata-kata yang digu­na­kan, manajemen kelas, hingga gaya berinteraksi dengan para siswa dievaluasi dengan hati-hati.

Proses wawancara dilakukan manajemen sekolah dan beberapa guru senior. Dalam sesi itu, para calon guru akan ditanya secara menda­lam tentang nilai-nilai yang dipegang dalam hidup, filosofi, dan tentunya komitmennya tentang pendidikan. Para panelis akan mendalami sisi psikologis, pribadi, dan daya juang guru dalam menjalani karier mereka ke depan. Pada tahapan itu diharapkan akan terungkap sisi personal dan profesional seorang guru (Fachrurrazi, 2021). Calon guru yang lulus wawancara kemudian diundang kembali untuk menjalani tes mengajar dalam format praktik mengajar. Semua sisi personal, profesional, sosial, dan pedagogis akan menjadi poin penilaian. Setelah menjalani semua prosesi tersebut, seorang guru sudah menjadi rekrutan terbaru sekolah dan berhak menjalani prosesi berikutnya, yaitu masa magang. Dalam periode itu sekolah akan mengonfirmasi langsung secara periodik asumsi-asumsi yang telah dibangun calon guru tersebut.

Baca Juga: Kedaulatan Digital dan Reputasi Negara

Dalam periode 6 bulan sampai 2 tahun, seorang guru akan secara berkala menjalani proses itu langsung berinteraksi dengan siswa dengan pendampingan guru ahli senior (senior master teacher). Setelah melalui masa pendampingan dan dinyatakan baik oleh guru senior, calon guru tersebut dapat lanjut ke tahap berikutnya, yaitu tahapan kontrak. Semua ikhtiar di atas dilakukan manajemen sekolah sebagai sebuah sistem. Namun, akhirnya, yang terpenting dari semua itu ialah kemauan dan kemampuan guru untuk melaksanakan proses reflektif secara menyeluruh dan terus-menerus sambil melakukan perbaikan, pendalaman, dan pembelajaran. Dialog, diskusi, interaksi, dan refleksi secara reguler dengan rekan-rekan guru, siswa, warga belajar, dan lingkungan sekolah ialah kegiatan inti yang penting. Kemampuan reflektif guru menjadi kunci utama yang menunjukkan seseorang telah menjadi dewasa. SSB percaya bahwa siswa boleh saja berasal dari mana pun dengan latar belakang apa pun, tapi guru harus diseleksi dan dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Wallahualam.Oleh: Fachrurrazi Direktur Sekolah Sukma Bangsa Bireuen