PDIP Bakal Tunjuk Caretaker ke Maluku, Murad Terancam
AMBON, Siwalimanews – Dewan Pimpinan Pusat PDIP menanggapi dengan cepat kekisruhan yang terjadi di PDIP Maluku, menyusul hengkangnya Widya Pratiwi ke Partai Amanat Nasional.
Lantaran itu, posisi MI sapaan akrab Murad Ismail suaminya, menjadi terancam. Kabarnya DPP PDIP telah menyiapkan tiga kader terbaik untuk menjadi caretaker menggantikan MI.
Tiga petinggi PDIP yang disiapkan adalah Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi: Djarot Saiful Hidayat, Ketua Bidang Kelautan, Perikanan dan Nelayan: Rokhmin Dahuri dan Ketua Bidang Koperasi dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat: Mindo Sianipar.
Tiga petinggi DPP PDIP memiliki peluang menduduki posisi Ketua DPD PDIP mengantikan MI.
Informasinya nama karateker Ketua DPD PDIP Maluku itu sudah tahap finalisasi dan tinggal ketuk palu oleh Ketua Umum Megawati Soekarno Putri.
Baca Juga: Wattimena: Kearifan Lokal Harus Terus DijagaSementara itu, Mindo Sianipar yang dikonfirmasi Siwalima melalui pesan whatsapnnya, Selasa (25/4) mengungkapkan, hari ini (26/4) akan diadakan rapat, namun dirinya tidak mengetahui pasti agenda rapat tersebut.
“Besok ada rapat DPP, tetapi belum tahu membahas apa saja,” ucap Mindo ketika ditanyakan bahwa DPP sudah menyiapkan karateker Ketua PDIP Maluku.
Saat ditanyakan lagi, apakah rapat tersebut membahas caretaker, Mindo mengaku belum mengetahuinya.
“Baru Saya tau besok, Apakah ada soal ini,” ujarnya.
Mindo enggan berkomentar lebih jauh, termasuk hengkangnya istri Murad Ismail ke PAN.
Absen di Rapim
Dua pekan terakhir, Murad dikabarkan semakin jauh dari partai berlambang benteng kekar. Lebih-lebih pasca Widya mundur dari PDIP Maluku, Murad tak pernah lagi berkomunikasi dengan sesama pengurus PDIP.
Bahkan saat ketua umum Megawati Soekarnoputri memimpin Rapim PDIP yang menetapkan Ganjar Pranomo sebagai calon Presiden dari PDIP, Murad tak menampakan batang hidungnya.
Dalam zoom meeting yang disiarkan langsung dari Istana Batu Tulis Bogor, Jumat (21/4) dari Maluku hanya nampak sekretaris Benhur Watubun, padahal seluruh ketua DPD dan DPC menghadirinya.
Beberapa kader PDIP yang dihubungi Siwalima dan meminta tak publikasinya namanya mengungkapkan, MI sapaan akrab Ketua DPD PDIP itu sangat jarang memimpin rapat-rapat DPD, bahkan kegiatan-kegiatan partai juga nyaris tak pernah hadir.
DPP Didesak Bertindak
Persoalan yang membelenggu Ketua DPD PDIP Provinsi Maluku, Murad Ismail disebabkan adanya kelemahan ideologi partai yang dimiliki ketua DPD.
Senior PDIP Maluku, Bito Temar kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (25/4) mengatakan, persoalan yang terjadi di DPD PDIP Maluku merupakan sebuah dilema yang dihadapi PDIP.
Sebagai partai yang mengedepankan PDIP ideologis maka sesungguhnya seleksi yang dilakukan terhadap jajaran pengurus partai termasuk Ketua PDIP Maluku harus tegas.
“Komitmen ideologis seperti apa yang dipertimbangkan oleh DPP, sebab sejak awal Murad Ismail ini belum perlu menjadi Ketua DPD karena ukuran ideologis itu belum memenuhi syarat,” ungkap Temar saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (25/4).
Apalagi, penunjukan Murad Ismail menjadi Ketua DPD dilakukan oleh DPP dengan cara menyingkirkan kader lain milik kemampuan secara ideologi partai cukup tinggi.
“Kalau terjadi situasi ini siapa yang harus disalahkan. Salahnya PDIP yang menunjukkan Murad sebagai Ketua PDIP Maluku karena ikuran histori PDIP, Murad Ismail tidak memenuhi syarat tapi dipaksakan,” kesalnya.
Selain itu, dari segi pendidikan kapasitas kader, Murad Ismail belum pernah mengikuti pendidikan kader minimal jenjang pratama, padahal menjadi Ketua DPD PDIP harus kader utama.
Menurutnya, Murad dengan kerapuhan ideologi PDIP bisa saja melakukan hal-hal seperti yang terjadi hari ini, karena tidak memiliki komitmen ideologis yang kuat.
DPP akan dilema dalam memutuskan persolaan ini tetapi sebagai pengurus yang tertinggi DPP harus bertindak, minimal dengan melakukan pendampingan agar tidak terjadi seperti ini karena akan berpengaruh terhadap partai.
Mantan Bupati MTB ini pun mengungkapkan, jika PDIP sudah kalah di Maluku sejak lama ketika tidak lagi menjaga sarana artikulasi kepentingan wong cilik sehingga sebetulnya PDIP sudah kalah.
“Coba kita lihat kinerja petugas partai yang buruk maka alasan apa ingin berkuasa lagi di Maluku, tidak ada alasan yang cukup lagi untuk berkuasa lagi di Maluku,” tegasnya.
Ditambahkan, buruknya persoalan penataan pemerintahan daerah harus dirasakan PDIP sebagai sebuah kesalahan karenanya PDIP Maluku mestinya berbenah diri jika ingin eksis di Maluku.
Penilaian Akademisi
Gonjang ganjing perpolitikan PDIP era Gubernur Maluku Murad Ismail menuai banyak kritikan.
Bagaimana tidak sang Maluku satu itu dianggap lemah dan kehabisan cara mempertahankan rekam jejak PDIP Maluku, usai membiarkan sang Istri menyeberang ke Partai besutan Zulkifli Hasan. Bahkan dirinya dinilai tidak mencintai partai yang telah membesarkan namanya.
Hal tersebut tergambar jelas usai pada beberapa kali kegiatan partai berlambang Banteng moncong putih itu dilangsungkan tanpa kehadirannya selaku orang nomor satu PDIP Maluku.
Sisi lainya, akademisi Fisip Unpatti Paulus Koritelu menilai ada hal baik dan buruk dari sepak terjang Widya Murad ketika memilih meninggalkan sang suami disaat elektabilitas menjadi problem tersendiri bagi Gubernur Maluku itu.
“Jadi sebenarnya fenomena politik atau realitas politik itu tidak bisa diterjemahkan dengan literasi rasional yang logis begitu ya. Tidak bisa seperti itu sebab, politik itu adalah satu variabel realitas yang akan terus berubah, tidak akan pernah berhenti pada titik tertentu. Bahkan frekuensi perubahannya itu bisa cepat, bisa sedang tapi bisa juga lambat. Nah apa yang terjadi dengan internalitas PDIP, teristimewa dengan kepemimpinan seorang Murad Ismail, bagi saya itu sesuatu yang sangat fenomenal dan karena itu ada beberapa perspektif yang mesti secara objektif kita berikan pemaknaan supaya perspektif itu menjadi sempurna,” jelas Koritelu kepada Siwalima di Ambon, Selasa (25/4).
Pertama, secara kolektivitas apa yang terjadi dengan PDIP dengan Murad Ismail, dengan widya itu bisa sangat kontributif terhadap PDIP, tetapi bisa juga menjadi kontraproduktif yang produktif.
“Ketika Ibu Widya berpindah ke PAN tidak berarti massa PDIP kemudian akan mengikuti dia, karena masa PDIP yang sudah ada itu bukan saja tipelogi pemilih tradisional, tapi juga mereka masuk kategori rasional vote, mereka akan rasional mempertimbangkan kualifikasi figur” tuturnya.
Kedua, menguntungkan. Kenapa? Karena pada suatu ketika nanti fluktuasi jika tetap Murad Ismail maju dan direkomendasikan oleh PDIP, maka akumulasi suara yang mendukung Widya Pratiwi secara otomatis tidak akan pernah meninggalkan Murad.
“Saya Objektif melihat hal itu. Karena itu saya anggap ini fenomenal dan justru ada di luar kalkulasi rasional yang menjadi sebuah fenomena yang agak-agak spesifik,” ujarnya.
Ketiga, untuk Murad Ismail memang banyak yang menduga bahwa dia akan kehilangan kursi, dia akan kehilangan kesempatan untuk di akomodasi dalam bendera PDIP dalam perhelatan Maluku 1 Gubernur Maluku, tapi saya justru melihat sisi yang lain, ada sebuah relasi-relasi intersubyektif yang mungkin dalam antara seorang Murad dengan petinggi PDIP.
“Petinggi itu mungkin bukan pada skala middle power, tapi bisa juga high class, top leader. dan karena itu dalam tubuh PDIP sendiri memang kekuatan penentu dari berbagai keputusan dan kebijakan-kebijakan yang sangat penting itu justru tidak bersifat kolektif, tapi itu dipercayakan berdasarkan anggaran dasar rumah tangga untuk otoritas dan legitimasi kepada seorang ketua umum,” katanya.
Ini yang harus diperhitungkan, politik itu adalah sesuatu yang tidak bisa dimaknai dalam literasi analisis logis biasa tetapi harus dilihat pada jembatan-jembatan yang begitu banyak dan bervariasi yang bisa saja menentukan sebetulnya keputusan-keputusan itu pada titik-titik yang sangat krusial.
Pertanyaannya adalah, apakah mesin politik ini cukup tangguh dan cukup kuat itu menghadapi tekanan-tekanan eksternal oleh karena situasi internal yang tadi dalam pertanyaan itu. Ini menjadi satu batu ujian yang sangat penting bagi PDIP, baik pada takaran DPD, DPC, ranting bahkan anak-anak ranting yang ada. sebab pada tingkat itu kemudian kualifikasi ketangguhan politik mereka itu akan diuji pada proses politik yang akan datang.
“Saya menilai analisis politik saya mengatakan PDIP untuk kasus dan konteks politik akan merajai perpolitikan di daerah ini, karena kerapihan konsolidasi, tetapi juga kemampuan mereka untuk bermain kendaraan. ini saya pakai istilah selebrasi politik pada PDIP pada rahana ini masih cukup kuat apalagi kita tidak tahu kedepan akan seperti apa, dalam kesementaraan ini saya merasa masih sangat kuat,” katanya. (S-20/S-26)
Tinggalkan Balasan