(Ny)aman di Sekolah
DALAM dunia pendidikan, istilah ‘sekolah adalah rumah kedua’ sering terdengar, menandakan pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan aman bagi siswa. Namun, apa sebenarnya yang membuat sebuah sekolah layak disebut sebagai rumah kedua? Faktor-faktor seperti pelayanan pendidikan optimal, fasilitas yang memadai, dan lingkungan yang kondusif memainkan peran kunci dalam menentukan kenyamanan sebuah sekolah.
Sekolah Sukma Bangsa, dengan motto A school that learn, menunjukkan dedikasinya untuk terus belajar dan memperbaiki diri guna menciptakan lingkungan belajar yang ideal bagi siswa (Statuta Sekolah Sukma Bangsa, 2006). Namun, di balik upaya tersebut, masih terdapat tantangan dalam menangani masalah-masalah, seperti kekerasan dan perundungan di lingkungan sekolah.
Tidak ada kesempatan untuk puas dan berhenti belajar. Seluruh anggota sekolah, dari guru hingga staf pendidikan, memiliki tanggung jawab untuk belajar dan memperbaiki diri. Sekolah, sebagai pusat pendidikan, menjadi tempat dinamis yang mana semua anggota terus belajar dan meningkatkan proses pendidikan.
Pendidikan tidak sekadar berkaitan dengan penyampaian pengetahuan akademis kepada siswa, tetapi juga tentang menciptakan suasana belajar yang aman dan nyaman demi perkembangan mereka. Untuk mencapai tujuan itu, dibutuhkan kerja sama dari seluruh anggota sekolah untuk terus meningkatkan lingkungan pendidikan.
Tulisan ini akan mengeksplorasi pentingnya menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman dan aman bagi siswa berdasarkan pengalaman Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe. Dengan melihat contoh nyata dari usaha tersebut, kita dapat memahami bagaimana sekolah dapat menjadi tempat yang mendukung bagi perkembangan dan pembelajaran siswa.
Baca Juga: Pajak dan Mimpi Negara KesejahteraanBelajar mendengar
Menurut Mulyasa dalam Salam (2017:68), manajemen sekolah mengarah pada bagaimana manajemen berbasis sekolah dapat berjalan dengan tertib, lancar, dan terintegrasi sepenuhnya dalam sistem kerja sama untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Ada tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam manajemen berbasis sekolah, termasuk kurikulum, tenaga kependidikan, kesiswaan, keuangan, sarana dan prasarana pendidikan, pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat, serta manajemen pelayanan.
Itu menunjukkan bahwa sekolah merupakan lembaga pendidikan yang dipimpin oleh direktur, kepala sekolah, dewan guru, staf kependidikan, dan siswa sebagai poros utama. Semua komponen itu dikenal sebagai warga sekolah, yang terlibat dalam segala aktivitas di sekolah dan dapat mengalami ketidakcocokan atau ketidakmaksimalan dalam sistemnya.
Salah satu aspek yang pernah dievaluasi terkai dengant fasilitas sekolah ialah layanan kantin sekolah. Kantin ialah fasilitas penting yang perlu dijaga kualitasnya di lingkungan sekolah. Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe memiliki siswa dari tingkat SD, SMP, hingga SMA dengan jumlah yang cukup besar, memberikan kesempatan bagi sekolah untuk melakukan evaluasi guna mencapai predikat sekolah yang ideal dan nyaman bagi semua warganya.
Pada 11 Oktober 2023, saya sebagai Senior Master Teacher di bidang Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat melakukan survei evaluasi kantin secara daring untuk mengakomodasi aspirasi dari siswa Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe. Responden survei itu difokuskan pada siswa SMP dan SMA karena pertimbangan kematangan siswa dalam menilai kondisi.
Dalam survei itu, siswa diberi keleluasaan memberikan pendapat dan evaluasi terkait dengan penyajian makanan dan minuman di kantin, dari rasa, kebersihan, harga, hingga variasi menu yang diinginkan. Kegiatan survei tersebut disambut baik oleh siswa,yang dengan bebas menyampaikan komentar mereka untuk menciptakan kantin yang ideal dan nyaman bagi seluruh warga sekolah.
Survei yang diikuti sebanyak 413 responden itu menjadi masukan berharga bagi sekolah. Tujuan menciptakan suasana sekolah yang nyaman membutuhkan kerja keras, kemauan, dan penerimaan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan fasilitas pendukung sekolah.
Hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas siswa mengemukakan beberapa aspek yang mereka inginkan dalam kriteria ideal kantin, yaitu salah satunya penyusunan ulang area kantin agar lebih luas dan teratur, peningkatan kualitas dan jumlah makanan serta minuman yang disajikan, serta pelayanan yang lebih ramah dan efisien.
Manajemen sekolah merespons suara dari siswa dengan baik, mereka mendengarkan, dan berkomitmen untuk melakukan perbaikan. Beberapa langkah perbaikan, termasuk penambahan ruang kantin yang lebih baik dan terorganisasi, ada kantin dalam ruangan untuk makanan dingin dan kemasan, serta kantin luar ruangan untuk makanan hangat yang baru disajikan. Selain itu, variasi dalam pilihan makanan juga diperluas.
Peka terhadap lingkungan sekolah
Selain menciptakan lingkungan yang nyaman dan manajemen yang terbuka, penting bagi sekolah untuk memastikan keamanan siswa. Kekerasan verbal dan fisik sering terjadi di sekolah di Indonesia tanpa tindakan pencegahan yang memadai dari pihak sekolah.
Dalam upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang positif yang dapat membuat siswa merasa nyaman dan aman di sekolah, Sekolah Sukma Bangsa mengimplementasikan kelas manajemen konflik berbasis sekolah (MKBS). MKBS berfokus pada orang dewasa yang ada di sekolah, dari tim manajemen, semua guru, tim pendukung, termasuk orangtua siswa. Jadi, sebelum siswa-siswa dibekali dan dilatih kepekaan mereka terhadap kekerasan dan perundungan melalui kelas MKBS, orang dewasa di lingkungan sekolah terlebih dahulu dibekali dan dilatih kepekaan mereka terhadap kekerasan dan perundungan.
Yang menarik dari kelas MKBS ialah bagaimana guru diberi pembekalan mengenai pendidikan perdamaian. Proses itu tidak hanya mencakup pengetahuan, tetapi juga melatih kepekaan guru terhadap tanda-tanda kekerasan di sekitar mereka. Hal itu penting untuk guru dalam mengajar kelas MKBS.
Selain itu, setiap akhir bulan, wali kelas memiliki sesi diskusi virtual melalui Zoom untuk berbagi pengalaman saat membahas konflik dan kekerasan dengan siswa. Pertemuan singkat MKBS juga memberi kesempatan kepada wali kelas untuk membangun hubungan yang lebih dekat dan mendeteksi lebih awal konflik atau kekerasan yang mungkin terjadi di antara siswa.
Dampak positif dari kelas MKBS ialah siswa menjadi lebih sadar dan kritis dalam menghadapi kekerasan di sekitar mereka. Mereka mulai mengidentifikasi jenis-jenis kekerasan dan belajar cara yang positif dalam menanggapi konflik. Itu memerlukan kolaborasi dari seluruh anggota sekolah untuk terus belajar agar pemahaman siswa dapat diimplementasikan dengan baik dalam perilaku sehari-hari, menciptakan lingkungan pendidikan yang positif, aman, dan nyaman. Oleh: Dewi Puspita Sari (Guru bahasa Indonesia SMT Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe)
Tinggalkan Balasan