Merkuri Bisa Masuk ke Gunung Botak

Apa Itu Merkuri?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), merkuri adalah unsur logam dengan nomor atom 80, berlambang Hg, dan bobot atom 200,59. Nama lain merkuri adalah air raksa. Merkuri adalah unsur alami yang ditemukan di udara, air dan tanah. pasal 1 ayat peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun selanjutnya disingkat b3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Selanjutnya sesuai Peraturan Menteri kesehatan nomor 57 tahun 2016 tentang rencana aksi nasional pengendalian dampak kesehatan akibat pajanan merkuri tahun 2016-2020 BAB II kajian literatur menyebutkan bahwa merkuri adalah salah satu bahan berbahaya dan beracun berupa logam berat yang berbentuk cair, berwarna putih perak serta mudah menguap pada suhu ruangan dimana biasanya berbentuk senyawa organik dan anorganik yang bersifat persisten, bioakumulasi, dan berbahaya bagi kesehatan manusia (gangguan perkembangan janin, sistem syaraf, sistem pencernaan dan kekebalan tubuh, paru-paru, ginjal, kulit dan mata) dan lingkungan. merkuri merupakan salah satu logam berat yang muncul secara alami di alam dalam beberapa bentuk. bentuk merkuri di alam dapat dikategorikan menjadi tiga, yakni logam merkuri (merkuri elemental), merkuri anorganik, dan merkuri organik (broussard, l.a., dkk. 2002).
Merkuri dianggap oleh WHO sebagai salah satu dari sepuluh bahan kimia atau kelompok bahan kimia yang menjadi perhatian utama kesehatan masyarakat. Merkuri adalah bahan yang dapat memiliki efek toksik pada sistem saraf, pencernaan, kekebalan tubuh, serta pada paru-paru, ginjal, kulit dan mata. Walaupun efek yang ditimbulkan tidak seberbahaya jika merkuri terkandung pada bahan makanan, tetep saja merkuri pada produk kecantikan dapat berakibat buruk pada tubuh manusia.
Paparan merkuri bahkan dalam jumlah kecil dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius, dan merupakan ancaman bagi perkembangan anak dalam kandungan dan di awal kehidupan. Orang dapat terpapar merkuri dalam bentuk apa pun dalam kondisi berbeda. Namun, paparan parah dapat terjadi melalui konsumsi ikan dan kerang yang terkontaminasi dengan methylmercury dan melalui inhalasi uap unsur raksa oleh pekerja selama proses industri.
Baca Juga: Resiko Perubahan IklimMeski begitu menggunakan kosmetik bermerkuri juga dapat merusak sistem organ tubuh. (https://www.liputan6. com/hot/read/5471001/merkuri-adalah-bahan-kimia-yang-berbahaya). Data internasional tahun 2010, tercatat emisi merkuri yang bersifat meracuni manusia sebanyak 37% bersumber dari penambangan emas skala kecil, 24% bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil, 18 % berasal dari produk-produk metal, sisanya antara 5-9 persen berasal dari proses industri semen, insinerasi, dan lainnya.
Di Indonesia, merkuri sebagian besar digunakan pada pertambangan emas skala kecil, yang diidentifikasi pada sejumlah 850 kawasan yang memiliki titik panas yang cukup tinggi yang tersebar di 197 kota/kabupaten di 32 provinsi, dengan jumlah penambang lebih dari 250 ribu orang (https://ppid.menlhk.go.id/).
Selanjutnya Sesuai Pasal 1 ayat (21) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkab bahwa Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Apakah Merkuri berdampak pada Tubuh Manusia
Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), KLHK, Rosa Vivien Ratnawat menyatakan bahwa “Masyarakat bisa terpapar dengan cara menghirup udara yang terkontaminasi, mengkonsumsi pangan yang terkontaminasi serta penyerapan melalui kulit. Merkuri bisa menyebabkan gangguan pencernaan, pernafasan, kulit dan ginjal,” ungkapnya. (hasil Nomor: SP.299/HUMAS/PP/HMS.3/09/2021).
Sejarah Penyakit Minamata di Jepang
Keanehan mulai terlihat di pertengahan 1950 ketika banyak kucing yang kejang-kejang dan jatuh ke laut. Tidak lama, penyakit aneh mulai bermunculan di seluruh penjuru kota. Banyak warga mengeluhkan mati rasa sekujur tubuh, kesulitan dalam mendengar dan melihat, serta tremor pada tangan dan kaki.
Beberapa orang bahkan terlihat seperti kurang waras, berteriak tanpa henti dan kehilangan kendali atas tingkah lakunya. Kemudian, di 1 Maret 1956, seorang dokter di Jepang mempublikasikan laporan kasus epidemi yang menyerang sistem saraf pusat. Ini adalah temuan resmi pertama yang menandakan kemunculan penyakit minamata yang disebabkan oleh keracunan merkuri. Lebih dari 2000 orang meninggal dan 17.000 warga harus menghabiskan hidupnya dengan kondisi lumpuh, kerusakan saraf, kehilangan penglihatan dan kemampuan berbicara.
Merkuri yang ditransfer dari ibu ke janin juga banyak menyebabkan keguguran. Bayi yang terlahir pun harus menderita kekurangan fisik dan keterbelakangan mental seumur hidup. Ini semua berawal dari pengelolaan limbah merkuri yang buruk oleh Chisso Co. Ltd, pabrik pupuk kimia, asam asetat, vinil klorida, dan plasticizer (zat pelentur plastik). Betapa tidak, sekitar 200 sampai 600 ton limbah merkuri dibuang begitu saja ke teluk Minamata sejak tahun 1932. Merkuri ini kemudian bereaksi dengan bakteri di dalam ikan-ikan yang terpapar dan bertransformasi menjadi bentuk merkuri yang paling berbahaya, yaitu methylmercury atau merkuri organik.
Penduduk Minamata yang mayoritas nelayan, mengonsumsi ikan dari teluk Minamata hampir setiap hari. Tanpa disadari, ikan yang tadinya menyehatkan berubah jadi racun mematikan. Warga yang tak terima menuntut Chisso Co. Alhasil, pihak perusahaan harus mengeluarkan dana sebesar 2 milyar Yen per tahun untuk biaya terapi dan ongkos berobat. Angka itu tidak ada artinya ketimbang penderitaan yang harus dialami warga yang terdampak. Atas desakan pemerintah, Chisso Co. akhirnya menghentikan produksi asam asetatnya di tahun 1968. (https://goldismia.org/merkuribikinrugi/artikel/sejarah-penyakit-minamata-dan-pelajaran-untuk-masa-depan)
Izin Penggunaan Merkuri
Pasal (22) angka 20 Undang- undang Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja Pengelolaan limbah B3 poin 4) disebutkan bahwa pengelolaan limbah B3 wajib mendapat perizinan berusaha, atau persetujuan pemerintah pusat atau pemerintah daerah. dan poin (5) pemerintah pusat atau pemerintah daerah wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam perizinan berusaha, atau persetujuan pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Penggunaan bahan berbahaya merkuri dan sianida pada pertambangan Ilegal gunung botak kabupaten Buru yang beredar dan dijual secara bebas oleh oknum-oknum yang dengan sengaja untuk kepentingan pribadi dan memperkaya diri sendiri dan kelompok yang berakibat pada kerusakan lingkungan dan pencemaran air tanpa mendapat izin pengelolaan dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi Maluku dan Kabupaten Buru Selatan.
Sebagai regulator dan pengawas, Pemerintah terkesan malakukan pembiaran terhadap peredaran merkuri dan sianida secara bebas tanpa ada pengawasan khususnya pada Tata Niaga Perdagangan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di gunung botak. tidak pernah satupun Penambang mendapat izin untuk menggunakan merkuri sebagai bahan guna memperoses pemisahan emas dari tanah.
Tambang ilegal gunung botak Kabupaten Buru sudah beroperasi sejak tahun 2011 dan sempat di tutup pada tahun 2018 hingga 2020. Saat itu tanggal 17 Oktober 2018 Penyisiran terhadap para Para Penambang Ilegal (PETI) dilakukan pada hari rabu dipimpin langsung Kapolda Maluku Inspektur Jenderal Royke Lumowa. Royke didampingi sejumlah pejabat, termasuk Bupati Buru Ramly I Umasugi. Penutupan ini merupakan yang kesekian kalinya sejak tambang beroperasi tujuh tahun silam. Setelah ditutup lebih dari 20 kali, petambang itu selalu kembali.
”Kami pertaruhkan segalanya. Jangan ada pengkhianat. Jangan ada musuh dalam selimut,” kata Royke saat berada di puncak Gunung Botak yang sudah berbentuk cekungan itu. Royke menyadari, penutupan dilakukan di tengah pesimisme dan ketidakpercayaan publik.
Munculnya sikap publik itu lantaran menganggap penyelesaian masalah Gunung Botak dianggap sulit. Banyak kepentingan yang diduga bermain di sana, dari daerah hingga Jakarta. Juga banyak oknum aparat yang diduga ikut mengambil untung dari langgengnya tambang liar tersebut.
Tahun 2023 hingga 2024 dan awal 2025 tambang gunung botak Kabupaten Buru Kembali beroperasi namun proses penambang dilakukan secara illegal, proses penambang dilakukan secara tradisional mengunakan perlatan yang dibuat sendiri oleh penambang berbentuk trombol atau penggiling dan bak atau alat rendaman, Proses penambangan dimulai dari penggalian hingga proses pemisahan emas dari tanah sehingga menghasilkan emas murni yang siap di jual ke pasaran. Proses pemisahan yang dilakukan oleh para penambang illegal ini menggunakan cairan sianida dan merkuri atau Masyarakat setempat mengenaknya dengan iar perak.
Bagaimana Merkuri bisa Masuk ke Gunung Botak.
Salah satu media online di maluku memuat tentang Ratusan karton berisi sianida berhasil diselundupkan ke Namlea, Kabupaten Buru. Totalnya, 150 karton yang dimuat dalam sebuah truk besar melalui pelabuhan Ferry Ambon – Namlea.
Diduga penyelundupan bahan berbahaya dan beracun (B3) jenis sianida dalam jumlah besar berkaitan dengan aktivitas penambangan emas ilegal di kawasan Gunung Botak. Beruntungnya, truk bermuatan sianida itu berhasil ditemukan oleh aparat kepolisian saat melakukan razia di Dermaga Feri Namlea, Kabupaten Buru, pada Senin (27/1/2025).
Berdasarkan keterangan sopir truk, muatan berbahaya ini dimuat dari sebuah kontainer di Pelabuhan Ambon dan rencananya akan dibawa ke lokasi tambang emas Gunung Botak. Namun, sopir mengaku tidak mengetahui secara pasti isi muatan truk yang dibawanya.
Pada tahun 2018 Ombudsman Maluku melakukan investigasi tentang penembangan ilegal di gunung botak Kabupaten Buru, salah satu fokus kami adalah mencari infromasi dari para penambang maupun Masyarakat terhadap bagaimana merkuri ini secara bebas dijual oleh Masyarakat dan sangat bebas sekali dimiliki oleh para PETI, serta jalur masuknya. Banyak infromasi yang kami terima yakni
– Merkuri masuk ke namlea melalui kapal-kapal kecil (kapal Kayu) dengan alasan membeli ternak namun di dalamnya berisikan bahan merkuri dan sianida,
– Merkuri masuk melalui jalur tol laut dimuat dengan kontener dll
– Merkuri masuk melalui pelayaran kapal PELNI yang dibawa oleh para penumpang
Tim waktu itu sempat membeli satu (1) kg merkuri/air perak dengan harga Rp. 7.000.000 kami sempat juga berdiskusi dengan para tanaga bongkar muat di Pelabuhan Namlea bahwa yang banyak itu orang bawa dari luar dengan kapal penumpang saat ditanya itu barang merkuri kalau beli diluar dari daerah mana mereka tidak tau.
Pengawasan Pemerintah Bagi Penggunaan Bahan berbahaya dan beracun (B3)
Pasal 238 (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun disebutkan bahwa Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan terhadap ketaatan:
a). Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, Pengumpul Limbah B3, Pengangkut Limbah B3, Pemanfaat Limbah B3, Pengolah Limbah B3, dan/atau Penimbun Limbah B3; dan
b). Setiap Orang yang melakukan Dumping (Pembuangan) Limbah B3, terhadap ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
ayat (2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota menetapkan PPLH dan/atau PPLHD yang merupakan pejabat fungsional. Dan Pasal 239 Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 238 dilakukan oleh:
a). Menteri, untuk izin Pengelolaan Limbah B3 yang diterbitkan oleh Menteri dan Dumping (Pembuangan) Limbah B3;
b). gubernur, untuk izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengumpulan Limbah B3 skala provinsi; dan
c). bupati/wali kota, untuk izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Penyimpanan Limbah B3 dan Pengumpulan Limbah B3 skala kabupaten/kota.
Jika merkuri merupakan bahan berbahaya dan bercun yang saat ini digunakan oleh para penampang illegal di gunung Botak Pulau Buru sudah sejak tahun 2011 s.d 2018 kemudian dilanjutkan pada tahun 2023 hingga 2024. Apakah lingkungan hidup seperti air, tanah, laut (biota laut) juga sudah terecamar? Menurut hasil penilitian oleh (Yusthinus T Male – Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Science, University of Pattimura-Indonesia) Pada bulan November 2011, aktivitas penambangan emas di Gunung Botak, Pulau Buru semakin meningkat dan telah menggunakan merkuri sebagai bahan utama dalam proses ekstraksinya.
Pemanfaatan merkuri pada penambangan emas di Gunung Botak dilakukan secara bebas oleh para penambang (masyarakat), sehingga limbah merkuri yang terbuang bersama-sama didistribusikan ke lingkungan. Dengan tersebarnya area penambangan emas di perairan limbah, maka memungkinkan merkuri dapat terakumulasi dalam tubuh manusia melalui rantai makanan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akumulasi merkuri pada rambut masyarakat Desa Kayeli. Metode penelitian yang digunakan adalah survei dan analisis. Dalam penelitian ini digunakan observasi, pengambilan sampel lapangan dan analisis laboratorium.
Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi merkuri yang dianalisis pada rambut penduduk desa adalah 0,10-3,25 ppm. Berdasarkan hasil analisis, konsentrasi merkuri pada rambut warga desa telah melampaui baku mutu merkuri, yaitu 0,05 ppm.
Saat ini Publik Maluku berharap banyak dari pemerintahan Baru baik Provinsi Maluku, Kabupaten Buru serta pihak kepolisian terhadap penanganan bahan berbahaya dan bercun B3 khususnya merkuri yang saat ini beredar secara luas dan masif di gunung botak.
Semoga kejadian di Kota Minamata Jepang tidak terjadi di Kabupaten Buru terkhusus teluk kayeli. (*) oleh: Semuel Hatulely (Asisten Ombudsman Republik Indonesia)
Tinggalkan Balasan