Menjaga Pers sebagai Pilar Keempat Demokrasi
SEBELUM pandemi covid-19 memasuki Indonesia 2020, pers Indonesia telah menghadapi tantangan yang tidak ringan terkait eksistensinya. Kehadiran media baru yang berbasiskan platform digital telah menggerus tingkat audiens media konvensional seperti televisi, radio, koran, dan majalah. Kehadiran media baru dalam bentuk media sosial (medsos) yang berbasiskan perusahaan media dari Amerika Serikat ini tidak hanya mengubah akses publik terhadap produk jurnalistik, tetapi juga menjadikan publik sebagai produsen informasi di platform digital. Pascacovid-19 semakin kuat untuk menjaga pers proses marginalisasi.
Pada peringatan Hari Pers Nasional hari ini (9 Februari) sudah saatnya melakukan refleksi tentang peran pers sebagai salah satu pilar demokrasi. Hal ini disebabkan banyak perdebatan dan diskusi lebih banyak menekankan aspek ekonomi dari pers. Dengan perhatian kepada aspek ekonomi, perdebatan terfokus bagaimana monetasi pers di ranah digital dan bagaimana meraih nilai ekonomi dari ekosistem digital yang ada. Namun, jangan dilupakan terhadap esensi keberadaan pers yang tidak hanya hadir di Indonesia, tetapi di berbagai negara bahwa dia lahir sebagai sebagai institusi yang membawakan misi suci ikut menegakkan demokrasi. Pers juga bekerja atas nama kepentingan kepentingan publik mulai dari isu politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan bahkan aspek pertahanan dan keamanan.
Pers pilar demokrasi Pers hadir sejak awal sebagai sebuah sumber informasi yang mengutamakan kepentingan publik. Informasi yang disuguhkan pers dalam bentuk karja jurnalistik ini menjadi pembanding kekuatan demokrasi lain, seperti lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dengan kehadiran pers inilah kemudian publik mendapatkan tidak hanya informasi yang dapat dipercaya karena telah dijaring dalam proses di ruang redaksi, tetapi juga menjadi saluran ekspresi publik itu sendiri. Bahkan kalau merunut kehadiran pers sejak awal kemerdekaan di Indonesia, pers menjadi alat perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Pers hadir sejalan dengan denyut perjuangan bangsa Indonesia sebagai negara yang baru lahir di tengah kancah persaingan internasional waktu itu. Namun demikian, perjalanan sejarah bangsa Indonesia pada masa Orde Baru tidak memberikan tempat kepada pers sebagai alat perjuangan. Pers ketika itu ditempatkan menjadi instrumen kekuasaan.
Pers masa itu lebih banyak berperan sebagai juru bicara pemerintah karena perbedaan pendapat dan kritik tidak diperlukan atas nama stabilitas politik. Barulah saat reformasi politik terjadi sejakan dengan lahirnya Undang-Undang Pers No 40 Tahun 1999, pers diberikan tempat sebagai bagian dari perwujudkan kedaulatan rakyat. Era keterbukaan terjadi sejalan dengan semakin canggihnya teknologi internet dan lahirnya perusahaan teknologi adidaya dari Amerika Serikat. Masyarakat tidak hanya menerima informasi dari pers, tetapi juga dari berbagai ragam medsos. Masyarakat tidak hanya menerima, tetapi juga memproduksi informasi melalui medsos yang semuanya berbasiskan perusahaan dari negeri ‘Paman Sam’. Di sinilah pers dituntut melakukan transformasi dari model distribusi karya jurnalistik yang konvensional kepada distribusi modern. Transformasi distribusi konten tidak serta merta menghilangkan peran pers sebagai salah satu pilar demokrasi. Pers menjadi tumpuan masyarakat dalam mendapatkan informasi alternatif yang dapat dipercaya. Pers juga menjadi penuntun kehidupan berbangsa dan bernegara.
Upaya ke depan Apa yang bisa dilakukan bangsa ini dalam menjaga pers Indonesia? Pers di tengah perkembangan modern platform digital perlu melakukan transformasi dari sistem distribusi informasi yang konvensional berupa media cetak, televisi, dan radio ke media platform digital secara utuh. Negara tidak dapat berlepas tangan membiarkan pers berjuang sendiri untuk mempertahankan eksistensinya.
Baca Juga: Presiden Tetap tidak Berkewajiban Resmikan Dewan PersKehadiran negara dalam menjaga eksistensi pers ini sama pentingnya dengan menjaga salah satu pilar demokrasi di Indonesia. Argumen dasarnya ialah pers yang kuat dapat memberikan kekuatan kepada kehidupan demokrasi bangsa dalam kehidupan di era globalisasi ini.
Negara yang peduli akan demokrasi ini tidak akan memarginalkan pers di tengah gempuran platform digital dunia. Negara harusnya sadar bahwa sebuah pers yang kuat berarti sebuah pilar negara yang kuat pula. Oleh sebab itu, salah satu upaya masyarakat pers untuk menegakan hak-hak penerbit (publishers rights) di ranah digital, seperti juga disinggung Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat membuka Konvensi Nasional Media Massa di Kendari baru-baru ini, patut diberi apresiasi. Ini menjadi pertanda ada kepedulian dari negara terhadap eksistensi pers. Selain masalah ekosistem digital yang menekan kehidupan pers terkait sistem distribusi yang dikuasai perusahaan global, peningkatan kompetensi wartawan perlu juga menjadi perhatian negara. Saat ini Dewan Pers bekerja sama dengan lembaga uji kompetensi wartawan telah diberi peluang untuk melakukan uji kompetensi wartawan di seluruh provinsi secara gratis dalam rangka memperkuat kompetensi wartawan. Wartawan yang kompeten diharapkan tidak melahirkan karya jurnalistik yang mengejar sensasional, clickbait belaka, bahkan melakukan disinformasi.
Dengan adanya wartawan yang kompeten sudah dapat dipastikan Indonesia akan beruntung karena kekuatan demokrasi keempatnya dipenuhi jajaran wartawan yang kredibel. Elemen penting lainnya dalam menjaga pers agar relevan di alam demokrasi Indonesia adalah memperkuat perusahaan persnya. Data Dewan Pers menyebutkan perusahaan pers yang terdata hanya 2.000-an. Padahal, eksistensi sebenarnya dapat mencapai puluhan ribu entitas di seluruh Indonesia. Kemudahan mendirikan perusahaan pers karena tidak memerlukan izin dari pemerintah merupakan sebuah berkah dari reformasi politik. Namun, amanah untuk menegakkan perusahaan pers yang mengikuti prinsip perusahaan pers yang dapat dipercaya dan sehat juga perlu diperhatikan. Itulah mengapa seluruh elemen bangsa ini perlu membangun pers agar mampu mengemban amanah dalam mewujudkan demokrasi Indonesia, oleh: Asep Setiawan Anggota Dewan Pers
Tinggalkan Balasan