Meningkatkan Efisiensi Anggaran Melalui Pengawasan yang Efektif

Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden Kompleks Istana Rabu (22/1/2025), menginstruksikan Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk mengefisiensi Anggaran Belanja Negara hingga Rp. 306,7 triliun. Tak sebatas itu Presiden juga meminta pembatasan belanja yang bersifat seremonial, perjalanan dinas, kajian/studi banding, percetakan, publikasi dan seminar. Biaya perjalanan dinas misalnya di pangkas hingga 50 persen, efesiensi anggaran belanja tersebut secara tertulis dalam Instruksi Presiden (InPres) Nomor 1 Tahun 2025 yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto setelah memimpin Sidang Kabinet Paripurna. Penerbitan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 tentang Efiensi Belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 ini, menjadi milestone penting dalam reformasi birokrasi di Indonesia. Presiden yang berkedudukan sebagai head of government, dalam kapasitasnya sebagai pemegang kekuasaan di bidang keuangan, membuat terobosan penting dalam tata kelola keuangan Negara. Isu penghematan menjadi relevan dan kontekstual di tengah tantangan dan persoalan yang kompleks, baik yang dihadapi masyarakat maupun dalam tata kelola keuangan Negara. InPres yang terbit tak lama dari 100 hari kerja pemerintahan Prabowo ini, memiliki capaian dan target yang jelas, rigid dan presisi. Hal ini dapat dilihat di diktum kedua dalam InPres no.1 Tahun 2025 yang menyebutkan efisiensi anggaran Negara sebesar Rp. 306,7 triliun dengan rincian Rp. 256,1 triliun di lingkungan kementrian/lembaga di tingkat pusat dan Rp 50,5 triliun terkait anggaran Transfer ke Daerah (TKD). Pada poin ini, materi InPres jauh dari basa-basi dan gimik. Kendati instruksi dikualifikasi sebagai instrument hukum semu (pseudo wetgeving), InPres ini merepresentasikan political will Presiden Prabowo di bidang keuangan Negara yang kuat dan determinan.
Efisiensi dalam pengelolaan anggaran mengacu pada kemampuan untuk mencapai tujuan atau hasil yang diinginkan dengan menggunakan sumber daya seminimal mungkin, ini berarti mengurangi pemborosan, baik dalam bentuk pengeluaran yang tidak perlu maupun dalam bentuk alokasi sumber daya yang tidak optimal, sedangkan efisiensi dihitung dengan cara membandingkan selisih antara pengeluaran seharusnya dan realisasi anggaran dengan alokasi anggaran, kalau pengelolaan keuangannya sudah efisien dan efektif ini berarti bahwa adanya suatu jaminan ketersediaan dana pembangunan dan kalau pengelolaannya belum efisiensi dan efektif maka perlu didorong atau digenjot lagi agar pengelolaannya akan lebih membaik dan ini akan menjamin ketersediaan dana untuk pembangunan. Pengelolaan anggaran merupakan salah satu kegiatan administrasi utama dalam kepemerintahan yang menuntut prinsip tata kelola yang baik dan mengharuskan setiap organisasi melakukan pelaksanaan anggaran dengan baik dan benar, sehingga setiap kegiatan dapat dipertanggungjawabkan secara transparan. Efisiensi merupakan memaksimalkan hasil dari sebuah pekerjaan dengan sedikit sumber daya berupa dana, tenaga atau waktu. Apabila kita melihat dari pengertian tersebut dalam hal ini, berarti semakin sedikit sumber daya atau dana yang digunakan dalam suatu usaha atau proses maka akan dikatakan efisien, Kita pasti sudah tidak asing lagi dengan kata efisiensi. Kata efisiensi kerap kali kita dengar ketika berbicara tentang suatu usaha atau pekerjaan, dan kata efisiensi seringkali disandingkan dengan kata efektifitas. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), efisiensi diartikan sebagai ketepatan cara dalam melaksanakan suatu usaha atau kerja, dalam menjalankan sesuatunya dengan tidak membuang tenaga, waktu dan biaya yang besar. Efesiensi juga diartikan sebagai kedayagunaan, ketepatgunaan, kesangkilan. Hal ini berarti efisiensi juga merupakan kemampuan seseorang untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tepat, yakni dengan tidak membuang tenaga, waktu dan biaya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana pengeluaran dan penerimaan yang disusun oleh Pemerintah dalam skala nasional dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) adalah rencana pengeluaran dan penerimaan yang disusun oleh Pemerintah dalam skala Provinsi dan Kabupaten serta Kota, sebagai alat pengaturan keuangan Negara/daerah yang meliputi pendapatan dan belanja, APBN/APBD harus dikelola dengan baik agar dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD) yang efektif dan efisien merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam pembangunan suatu Negara/Daerah. Hal ini karena APBN/APBD memiliki peran penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, kestabilan keuangan Negara/Daerah serta kesejahteraan masyarakat. Pada dasarnya efektivitas dalam pengelolaan APBN/APBD berarti mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara yang paling optimal, karena tujuan utama APBN/APBD adalah untuk membiayai kegiatan Pemerintah termasuk penyediaan barang dan jasa publik, pembangunan infrastruktur dan program sosial. Efektifitas pengelolaan APBN/APBD dapat diukur dari sejauh mana tujuan-tujuan tersebut dapat tercapai, untuk itu Pemerintah harus memastikan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk setiap sektor dan program memiliki dampak posisif yang nyata dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Salah satu langkah untuk mengoptimalkan efektivitas APBN/APBD adalah dengan melakukan perencanaan yang matang. Perencanaan APBN/APBD yang baik merupakan dasar bagi penentuan alokasi anggaran yang tepat dan prioritas pembangunan yang diinginkan. Dalam perencanaan APBN/APBD Pemerintah harus mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik yang dapat mempengaruhi pelaksanaannya. Selain itu, efektivitas pengelolaan APBN/APBD juga dapat ditingkatkan dengan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan seperti akademisi, praktisi dan masyarakat umum. Partisipasi publik yang baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi APBN/APBD dapat membantu memperbaiki transparansi dan akuntabilitas pengelolaan secara berkala guna memastikan bahwa anggaran digunakan sesuai dengan kebutuhan dan mencapai hasil yang diharapkan. Efesiensi pengelolaan APBN/APBD berarti penggunaan sumber daya yang ada dengan cara yang paling optimal, efisiensi dapat ditingkatkan dengan mengurangi pemborosan dan penyalagunaan anggaran, memperbaiki proses pengadaan barang, memperbaiki proses pengadaan barang dan jasa, serta meningkatkan pengawasan dan kontrol terhadap penggunaan anggaran oleh pemerintah. Efisiensi dalam penggunaan dana publik menjadi salah satu indikator penting dalam menghadapi tantangan ekonomi dan sumber daya yang terbatas.
Pengawasan adalah merupakan upaya yang sistimatik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan dalam melaksanakan program perencanaan dan melanggar peraturan/perundangan yang berlaku, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. Melalui pengawasan diharapkan dapat membantu pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan, bahkan melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejaumana pelaksanaan program sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan program tersebut, Sementara itu dari segi hukum administrasi Negara, disebutkan Pengawasan sebagai proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki direncanakan atau diperintahkan. Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan dan ketidakcocokan dan menemukan penyebab ketidakcocokan yang muncul dalam konteks membangun manajemen pemerintahan publik yang bercirikan tata kelola pemerintahan yang baik “good governance”. Pengawasan merupakan aspek penting untuk menjaga fungsi pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini Pengawasan menjadi sama penting dengan penerapan good governance itu sendiri. Dalam kaitan dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan salah satu cara untuk membangun dan menjaga legitimasi warga masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu sistem pengawasan yang efektif, baik pengawasan intern (internal control) maupun pengawasan ekstern (external control), Disamping mendorong adanya pengawasan masyarakat (social control). Sasaran pengawasan adalah temuan yang menyatakan terjadinya penyimpangan atas rencana atau target, sementara itu tindakan yang dapat dilakukan adalah : a. mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan, b. menyarakankan agar ditekan adanya pemborosan, c. mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran rencana. Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat dilakukan yaitu ;
- Pengawasan Intern dan Ekstern, yaitu pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan, Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin oleh Inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan Inspektorat Daerah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan menempakannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri. Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga tinggi Negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah), sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan Negara. Harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan Negara tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah.
- Pengawasan Preventif dan Respresif; Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai Pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan, lazimnya pengawasan ini dilakukan Pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan Negara yang akan membebankan dan merugikan Negara lebih besar. Disisi lain Pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal. Disisi lain Pengawasan represif adalah Pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan. Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya, setelah itu dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadi penyimpangan.
- Pengawasan Aktif dan Pasif ; Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan, hal ini berbeda dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran. Disisi lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) adalah pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti kebenarannya, sementara hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.
- Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) ; Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan Negara, pengawasan ditujukan untuk menghindari terjadinya “korupsi, penyelewengan, dan pemborosan anggaran Negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negeri”, dengan dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung jawaban anggaran dan kebijakan Negara dapat berjalan sebagaimana direncanakan. Berikut ini Contoh kasus pengawasan anggaran efektif; Pemerintah Daerah X memiliki anggaran sebesar Rp. 100 miliar untuk Proyek pembangunan infrastruktur, melalui pengawasan anggaran yang efektif ditemukan bahwa ada kelebihan pengeluaran sebesar Rp. 20 miliar , Pengawasan anggaran tersebut membantu menghemat anggaran sebesar Rp. 20 miliar dan meningkatkan efisiensi anggaran, dengan contoh kasus tersebut disimpulkan manfaat pengawasan anggaran efektif dapat membantu penghematan angggaran, meningkatkan efisiensi anggaran, mengurangi korupsi dan penyalagunaan anggaran serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran, semoga negeri ini kedepan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pengawasan yang efektif dan peningkatan efektifitas pengelolaan anggaran berdasarkan pendekatan prioritas untuk kemakmuran rakyat yang berkelanjutan.Oleh: WELLEM RIRIHATUELA, SE.MM PENGAWAS PEMERINTAHAN AHLI MADYA INSPEKTORAT PROVINSI MALUKU (*)
Tinggalkan Balasan