Empat puluh tahun setelah Pendeta Prof. Dr. Peter Dominggus Latuihamallo menjadi Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Jacky Manuputty kini menorehkan sejarah sebagai pendeta kedua dari Gereja Protestan Maluku (GPM) yang menduduki posisi bergengsi ini. Pendeta Jacky, menjadi representasi wajah GPM yang unik dan sarat makna.

Meminjam analogi perjalanan Israel memasuki tanah Kanaan setelah empat puluh tahun. Kini empat dekade setelah Prof. Latuhiamallo, seorang pendeta Maluku kembali menduduki kursi yang membawanya ke puncak pengaruh dalam dunia Kristen Indonesia. Namun, perjalanan pendeta Jacky merupakan sebuah tapak sejarah yang tidak sekadar tentang jabatan.

Dari negeri kepulauan Maluku, tanah kaya rempah dan sejarah, Jacky Manuputty mengukir kisah perdamaian yang terjalin kuat dengan identitas komunitasnya, menjadikan pelayanannya bukan sekadar profesi, melainkan panggilan jiwa.

Tentang bagaimana seorang tokoh Kristen asal Maluku mampu menjadi jembatan dialog lintas agama, pemelihara perdamaian “provokator damai”, dan pelopor gerakan kebangsaan di tengah arus tantangan lokal dan nasional.

Baginya, membangun perdamaian bukan sekadar menghadirkan kata-kata yang menenangkan; itu adalah sebuah proses pembentukan rasa saling percaya yang memerlukan waktu dan ketulusan.

Baca Juga: Bulan Bahasa dan Sastra: Upaya Peningkatan Kecerdasan Berbahasa

Lahir dan dibesarkan di tengah-tengah masyarakat Maluku yang kental akan tradisi dan keagamaan, pendeta Jacky tumbuh di lingkungan di mana nilai-nilai perdamaian, kekeluargaan, dan keberagaman menjadi bagian dari identitas masyarakatnya.

Namun, konflik sosial di Maluku pada akhir 1990-an dan awal 2000-an menjadi titik balik bagi dirinya. Bukan hanya sebagai seorang pemuda Maluku, tetapi sebagai pendeta, ia merasakan panggilan untuk menyatukan kembali masyarakat yang terpecah akibat konflik sektarian.

Dengan melibatkan para tokoh lintas agama dan budaya, pendeta Jacky turut menggagas berbagai inisiatif perdamaian yang menyejukkan dan relevan hingga saat ini.

Kepemimpinan pendeta Jacky dalam menjaga perdamaian membawa dirinya ke panggung internasional. Beliau tidak hanya dikenal di dalam negeri, tetapi juga diakui oleh berbagai lembaga dunia. Kiprahnya yang terjun langsung dalam upaya dialog lintas agama di Maluku menjadikannya sosok yang dihormati dalam forum-forum internasional yang membahas resolusi konflik dan toleransi beragama.

Tidak sedikit penghargaan yang ia terima, baik dari dalam negeri maupun dunia internasional, atas kontribusinya yang berani dan bijaksana.

Sebagai Ketua Umum PGI, melanjutkan cita-cita perdamaian dengan merangkul keanekaragaman. Ia peka terhadap berbagai isu yang melanda masyarakat Kristen di Indonesia, mulai dari tantangan intoleransi hingga peran gereja dalam perubahan sosial.

Dalam kepemimpinannya, pendeta Jacky Manuputty juga mempertegas posisi PGI sebagai wadah solidaritas dan suara profetik bagi masyarakat yang rentan dan terpinggirkan. Kepekaannya terhadap dinamika sosial-budaya dan politik di Indonesia menjadikan PGI bukan hanya suara internal gereja, tetapi juga bagian dari dialog nasional yang lebih luas.

Menjadikan PGI sebagai rumah besar bagi semua (baca:gereja). Karenanya dalam sejarah baru pernah tercatat tujuh sinodal memberi diri untuk menjadi bagian dari PGI.

Sebagai penerus Prof. Latuhiamallo, pendeta Jacky menyadari beban sejarah yang diembannya. Namun, ia juga berkomitmen untuk melanjutkan warisan tersebut dengan membawa perspektif baru yang sejalan dengan tantangan zaman.

Di tengah arus perubahan sosial yang cepat dan polarisasi identitas yang kian kuat, pendeta Jacky Manuputty mengajak gereja-gereja di Indonesia untuk terus menjadi garam dan terang dalam masyarakat.

”Menjadi sahabat bagi semua”. Dengan demikian, dia bukan hanya pemimpin gerejawi, tetapi juga figur nasional yang memperjuangkan nilai-nilai keadilan, kasih, dan kemanusiaan universal.

Dalam perspektif pendeta Jacky, gereja di Indonesia harus bersifat kontekstual dan tanggap terhadap dinamika sosial-budaya, bukan sekadar institusi agama. Gereja harus menjadi organisme yang hidup. Ia mengajak gereja-gereja untuk hadir secara nyata di tengah-tengah masyarakat, berkolaborasi dengan komunitas lintas agama, dan berpartisipasi dalam isu-isu keadilan dan hak asasi manusia.

Di bawah kepemimpinannya, PGI diharapkan tidak hanya menjadi tempat persekutuan umat Kristen, tetapi juga rumah yang aman bagi masyarakat Indonesia yang majemuk.

Pendeta Jacky Manuputty tentu bukan sekadar figur dalam sejarah gereja Indonesia; ia adalah simbol dari komitmen Kristen yang berakar dalam budaya lokal namun berdampak luas. Kepemimpinannya di PGI adalah harapan baru bagi gerakan gereja yang mampu beradaptasi dan memberikan respons nyata terhadap kebutuhan masyarakat.

Pendeta Jacky telah menunjukkan bahwa panggilan seorang pendeta tidak hanya terbatas pada dinding gereja, tetapi juga di lapangan kehidupan nyata, menjembatani perbedaan, dan menyatukan Indonesia di tengah keberagaman. Ia adalah sosok yang tak hanya membawa bendera gereja, tetapi mewakili seluruh masyarakatnya—Maluku dengan pelbagai budaya dan agamanya, serta Indonesia yang beragam.

Ia menginspirasi para pendeta dan tokoh agama di seluruh negeri untuk melihat melampaui sekat-sekat dan berkolaborasi demi kebaikan bersama.

Perjalanan pendeta Jacky Manuputty adalah cermin dari kompleksitas Maluku dan Indonesia. Sebagai pendeta yang hidup dengan identitas budaya yang kental, ia membawa perspektif etnografis ke dalam pelayanan dan kepemimpinannya. Ia pun sebagai pendeta pertama yang menorehkan sejarah baru di PGI, terpilih sejak menjadi Sekretaris Umum PGI dan kini menjadi Ketua Umum PGI secara aklamasi, dari 104 sinode dengan 151 suara. Kini dari negeri di atas Awan, Rantepao Toraja 12 November 2024 ia didapuk menjadi Ketua Umum kesepuluh PGI.

Sang ”Provokator Damai” itu kini telah menjadi simbol perdamaian dan persaudaraan lintas budaya, menyatukan nilai lokal dan nasional, sebuah pesan tentang cinta dan kemanusiaan yang menyentuh hingga ke akar-akar.

Selamat melayani dan berkarya sang ”Provokator Damai” Pendeta Jacklevyn Frits Manuputty. oleh: Nadia Manuputty (Pendeta GPM)