MENURUT laporan World Economic Forum yang dilansir pada 2023, Kota Jakarta menghadapi penurunan tanah hingga 25 sentimeter. Kondisi itu menjadikannya sebagai salah satu kota dengan risiko tenggelam tertinggi di dunia.

Fakta persoalan lingkungan itu bukanlah satu-satunya. Desa-desa pesisir di Indonesia perlahan hilang akibat kenaikan permukaan laut, sementara kabut asap lintas batas dari kebakaran hutan terus menciptakan krisis tahunan. Kondisi itu tidak lagi dapat dianggap sebagai masalah lingkungan semata. Itu ialah ancaman nyata terhadap stabilitas sosial, keamanan nasional, dan masa depan bangsa. Mengabaikan ancaman itu hanya akan memperburuk krisis yang sudah terjadi.

Keamanan lingkungan bukan sekadar tentang melestarikan ekosistem, melainkan juga memastikan keselamatan manusia, ketahanan ekonomi, dan stabilitas geopolitik (Stepau-Delgado, 2019). Bagi Indonesia–sebuah negara yang kaya secara ekologis namun rentan terhadap bencana alam–isu tersebut menjadi sangat krusial.

Mengapa keamanan lingkungan penting untuk Indonesia?

Keamanan lingkungan tidak hanya tentang menjaga kelestarian alam, tetapi juga tentang melindungi stabilitas nasional. Perubahan iklim semakin memperburuk risiko bencana alam yang sudah tinggi di Indonesia. Sebagai negara yang rentan terhadap gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi, Indonesia kini juga menghadapi kekeringan berkepanjangan, badai intens, dan banjir bandang.

Baca Juga: Pendidikan Sebagai Lokomotif Kemajuan Indonesia

Dampak dari bencana-bencana itu melumpuhkan infrastruktur, merusak kohesi sosial, dan membebani kapasitas pemerintah. Bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan, ketidakmampuan untuk pulih dari krisis hanya memperburuk kerentanan sosial mereka.

Selain itu, kerusakan lingkungan memiliki dampak ekonomi yang sangat signifikan. Penebangan liar dan konversi hutan untuk perkebunan kelapa sawit telah mengurangi ketahanan pangan dan mengancam keberlanjutan ekonomi lokal. Penangkapan ikan yang berlebihan telah menurunkan populasi ikan hingga 50% di beberapa wilayah perairan (FAO, 2022), sementara kerusakan terumbu karang menurunkan potensi pariwisata laut.

Selain itu, kabut asap akibat kebakaran hutan, yang merugikan lebih dari Rp72,95 triliun pada 2019 (World Bank, 2020), terus menjadi krisis tahunan yang merusak kesehatan masyarakat dan produktivitas ekonomi.

Selanjutnya, di tingkat internasional, degradasi lingkungan telah memperburuk hubungan Indonesia dengan negara-negara tetangganya. Kabut asap lintas batas, terutama dari kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan, menciptakan ketegangan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura.

Pada saat yang sama, lambatnya kemajuan Indonesia dalam memenuhi target iklim internasional, seperti yang diatur dalam Perjanjian Paris, telah melemahkan pengaruhnya di panggung global. Kondisi itu menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen Indonesia terhadap pembangunan berkelanjutan.

Selain dampak ekonomi dan diplomatik, keamanan lingkungan juga berperan penting dalam menjaga stabilitas politik domestik. Bencana lingkungan sering kali memicu ketidakpuasan terhadap pemerintah akibat respons yang lamban dan kurang efektif. Misalnya, banjir dan kebakaran hutan yang berulang tidak hanya merugikan warga secara langsung, tetapi juga memperburuk rasa ketidakpercayaan terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.

Ketidakstabilan itu bisa diperparah oleh konflik sumber daya, terutama di daerah yang kaya akan tambang dan hutan seperti yang terjadi di Papua dan Kalimantan yang mana masyarakat lokal merasa terpinggirkan oleh kebijakan ekstraktif yang lebih menguntungkan korporasi besar ketimbang kesejahteraan mereka. Dengan kata lain, tanpa pengelolaan lingkungan yang baik, potensi munculnya konflik sosial dan politik di Indonesia akan terus meningkat.

Tantangan dalam menangani keamanan lingkungan

Meskipun urgensi keamanan lingkungan tidak diragukan lagi, upaya untuk mengatasinya penuh dengan tantangan struktural. Salah satu hambatan terbesar ialah tata kelola yang lemah. Korupsi dan penegakan hukum lingkungan yang tidak konsisten memungkinkan aktivitas ilegal seperti penebangan liar, pertambangan, dan pembukaan lahan secara masif tetap berlangsung.

Sistem tata kelola yang terdesentralisasi, yang dirancang untuk memberdayakan pemerintah daerah, justru sering kali memperburuk situasi. Konflik prioritas antara pemerintah pusat dan daerah menghambat koordinasi dalam pengelolaan sumber daya alam. Pemimpin daerah sering kali memberikan izin proyek ekstraksi sumber daya untuk meningkatkan pendapatan lokal meskipun proyek tersebut berdampak buruk terhadap lingkungan.

Ketergantungan pada industri ekstraktif, ketergantungan ekonomi Indonesia pada industri ekstraktif seperti kelapa sawit, batu bara, dan kayu menjadi penghalang utama dalam mengadopsi kebijakan berkelanjutan. Sektor itu menyumbang hingga 9,62% dari PDB Indonesia (BPS, 2023), tetapi biaya lingkungannya tidak sebanding. Deforestasi akibat perkebunan kelapa sawit tidak hanya menghancurkan habitat, tetapi juga menyumbang emisi karbon tahunan Indonesia.

Dan terakhir, lemahnya kapasitas institusi dalam hal riset dan inovasi lingkungan turut menjadi kendala serius. Seba­gai­mana yang diutarakan oleh Evans (2006) dalam artikelnya yang berjudul Lost in Translation? Exploring the Interface Between Local Environmental Research and Policymaking, kebijakan lingkungan yang diambil sering kali tidak berbasis pada data ilmiah terbaru atau riset lokal yang relevan.

Hal itu disebabkan oleh minimnya sinergi antara institusi riset, akademisi, dan pembuat kebijakan yang pada akhirnya menciptakan jurang besar antara hasil penelitian dan implemen­tasi kebijakan di lapangan.

Di Indonesia, situasi itu diperburuk oleh rendahnya alokasi anggaran pemerintah untuk penelitian lingkungan serta keterbatasan infrastruktur teknologi yang dapat mendukung pengumpulan dan analisis data secara efektif. Tanpa adanya riset yang diperbarui secara berkala dan didukung oleh data ilmiah berkualitas, kebijakan yang diam­-bil cenderung bersifat reaktif, berjangka pendek, dan kurang mempertimbangkan aspek keberlanjutan jangka panjang.

Apa yang perlu dilakukan?

Mengatasi tantangan keamanan lingkungan hidup memerlukan langkah-langkah berani dan terencana. Tata kelola yang efektif harus menjadi prioritas utama. Pemerintah perlu memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam perencanaan penggunaan lahan serta pengelolaan sumber daya alam. Penerapan teknologi seperti blockchain untuk memantau izin konsesi lahan secara real-time dapat membantu menekan korupsi dan praktik ilegal.

Selain itu, penegakan hukum lingkungan harus dilaksanakan secara tegas dan konsisten disertai dengan pengawasan independen untuk menghindari kolusi antara pejabat dan pelaku industri.

Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin global dalam energi terbarukan, terutama pada tenaga surya dan panas bumi. Namun, potensi itu belum dimanfaatkan secara optimal karena kurangnya insentif dan hambatan regulasi. Pemerintah harus mempercepat transisi menuju energi bersih dengan memberikan insentif pajak kepada investor dan memperkuat infrastruktur energi terbarukan. Yang terpenting, mulai perlahan meninggalkan ketergantungan atas energi fosil.

Selanjutnya ialah dengan melakukan penguatan dan pemberdayan masyarakat adat. Masyarakat adat dan lokal sering kali merupakan pengelola sumber daya alam yang paling efektif dengan pengetahuan ekologi tradisional yang berharga untuk konservasi.

Oleh karenanya, pemerintah harus mengakui dan melindungi hak mereka dengan mendorong agar segera disahkannya RUU Masyarakat Adat yang nasibnya saat ini terkatung-katung. Melalui RUU tersebut, aktivitas masyarakat adat dalam pelestarian sumber daya lingkungan mereka terjamin secara hukum.

Terakhir, upaya yang dapat dilakukan dengan mendorong kerja sama regional dan internasional. Polusi kabut asap lintas batas dan dampak perubahan iklim membutuhkan solusi kolaboratif di tingkat regional dan global. Indonesia dapat memimpin inisiatif kerja sama ASEAN untuk mengatasi polusi lintas batas sekaligus memperkuat komitmennya dalam memenuhi target nationally determined contributions (NDC) sesuai Perjanjian Paris.

Dengan menunjukkan kepe­mimpinan dalam isu lingkungan, Indonesia dapat meningkatkan pengaruhnya di forum interna­sional sekaligus mendapatkan dukungan teknologi dan finansial dari mitra global.

Sebagai penutup, keamanan lingkungan merupakan isu penting bagi Indonesia untuk memastikan kelangsungan hidup dan masa depannya. Meningkat­nya permukaan air laut, bencana yang disebabkan oleh iklim, dan konflik sumber daya merupakan ancaman langsung terhadap keselamatan manusia, stabilitas ekonomi, dan pengaruh geopolitik.

Untuk mengatasi tantangan itu, keamanan lingkungan harus diintegrasikan ke dalam pilar stabilitas nasional dan dipriori­taskan sebagai landasan strategi pembangunan Indonesia.

Saatnya kita semua, dari pemerintah hingga masyarakat, menjadikan keamanan lingkungan sebagai prioritas untuk menyelamatkan masa depan Indonesia.

oleh: Abdul Kodir (Mahasiswa doktoral di bidang geografi manusia dan lingkungan University of York, aktif di PCINU UK, dan staf pengajar di jurusan sosiologi Universitas Negeri Malang)