AMBON, Siwalimanews – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon memberikan hukuman berat bagi mantan Sekda Buru Selatan, Syahrul Pawa dan mantan Sekda Maluku Barat Daya Alfonsius Siamiloy dihukum berat oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon

Putusan mantan pejabat Bursel dan MBD ini digelar pada Jumat (5/5) malam dalam ruang sidang berbeda, dipimpin majelis hakim yang diketuai. Wilson Shriver

Mantan Sekda Bursel Syahrul Pawa dihukum 7 tahun penjara, membayar denda 250 juta rupiah, subsider tiga bulan kurungan dan uang pengganti sebesar Rp814 juta, subsider tiga tahun dan enam bulan penjara terkait perkara korupsi anggaran proyek rehab rumah Dinas Sekda tahun anggaran 2017-2018.

Pawa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar pasal Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Selain Pawa, hakim juga mem­vonis terdakwa Jalil Haulussy selaku PPK dalam proyek tersebut selama 3 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.

Baca Juga: Polisi Autopsi Jenazah Pendeta Flo

Terdakwa Jalil juga telah me­ngembalikan keuangan negara Rp6 juta rupiah.

Adapun hal yang memberatkan terdakwa dihukum penjara karena tidak mendukung program peme­rin­tah dalam memberantas ko­rupsi.

Sementara yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan dan memperlancar proses persi­da­ngan, memiliki tanggungan ke­luarga, dan terdakwa belum per­nah dihukum.

Putusan majelis hakim lebih ringan dari tuntutan JPU Kejari Buru  yang menuntut terdakwa dengan pidana 7,5 tahun penjara, denda Rp250 juta subsider 3 bulan kuru­ngan, uang pengganti Rp814,4 juta subsider 3,5 tahun penjara serta merampas satu unit rumah milik terdakwa.

Sementara terdakwa Jalil Hau­lussy selaku PPK dalam proyek tersebut dituntut 4,5 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan dan menetapkan ter­dakwa tetap berada di dalam tahanan.

Atas putusan tersebut, baik JPU maupun kedua terdakwa melalui penasihat hukumnya Syukur Kaliki menyatakan pikir-pikir sehingga diberikan waktu 7 hari untuk menyampaikan sikap.

JPU mengatakan proyek rehab rumah Dinas Sekda Buru Selatan tahun anggaran 2017-2018 berupa pembuatan pagar, pemasangan paving block, penimbunan, garasi mobil, dan bak penampungan diker­jakan tidak sesuai spesifikasi sehingga timbul kerugian keua­ngan daerah Rp800 juta lebih.

Divonis 5 Tahun

Sementara itu, Keluarga eks Sekda Maluku Barat Daya Alfonsius Siamiloy tidak terima dengan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon, yang menjatuhkan vonis kepada terdakwa 5 tahun penjara.

Terdakwa juga dibebankan membayar denda 400 juta rupiah subsider 3 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebe­sar Rp 1,3 miliar subside 2,6 tahun penjara.

Hakim menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakin­kan bersalah melanggar pasal 2 ayat (1) Juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana di­ubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Ko­rupsi, Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 dan pasal 64 ayat (1) KUHP.

Hakim juga mempertimbangkan hal memberatkan dan meringan­kan. Hal memberatkan menurut hakim, perbuatan terdakwa yang adalah pejabat daerah tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, dan perbuatan terdakwa telah meng­akibatkan adanya kerugian ke­uangan negara khusunya di Ka­bupaten MBD.

Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan, dan belum pernah di hukum. Terdakwa juga, memiliki tanggungan anak serta istri.

Putusan tersebut dibacakan majelis hakim yang dibacakan pada Jumat (5/5) malam di Peng­adilan Tipokor Ambon, dipimpin Wilson Shriver, bertindak sebagai Jaksa Penuntut Umum Asmin Hamjah, sedangkan terdakwa didam­pingi kuasa hukum Herman Koedoeboen Cs.

Istri terdakwa menilai vonis majelis hakim tersebut tidak adil, karena terdakwa tidak menikmati anggaran perjalanan dinas dalam daerah dan luar daerah Tahun Ang­garan 2017 dan 2018 pada Sekre­tariat Daerah Kabupaten MBD.

Pantauan Siwalima, diluar ruang sidang, istri dari terdakwa sangat terlihat kesal. Sampai-sampai botol air mineral yang digengam­nya dilemparkan mengenai pintu ruang sidang dan membuat kaget pengunjung sidang yang masih berada di pelataran pengadilan.

Dengan lantang istri terdakwa menyebut, suaminya tidak menik­mati anggaran tersebut tetapi diputus bersalah dengan huku­man 5 tahun penjara.

“Tidak usah sidang. Tidak usah periksa saksi-saksi, langsung pu­tus saja. Putusan tidak adil,” sebut dia kesal sambil dipeluk oleh keluarganya.

Awalnya sidang berjalan  lancar, ruang sidang dipenuhi keluarga terdakwa. Rawut wajah terdakwa hingga keluarganya terlihat kece­wa, hingga kesal. Namun, putusan itu diterima mereka. Oleh terdakwa beserta tim pengacaranya menga­ku pikir-pikir sebagai bentuk langkah hukum selanjutnya.

Berbeda dengan Tuntutan

Putusan majelis hakim berbeda jauh dengan tuntutan JPU Asmin Hamjah yang menuntut terdakwa dengan dengan pidana penjara 7 tahun dan 6 bulan penjara, serta denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan dan uang pengganti Rp1.394 miliar, 3 tahun dan 9 bulan penjara.

Untuk diketahui, Tahun angga­ran 2017 OPD pada Setda Kabu­paten MBD dialokasikan dana perjalanan dinas yang terealisasi sebesar Rp10 miliar lebih. Tahun 2018 anggaran perjalanan dinas pa­da pos Setda sebesar Rp11 miliar.

JPU menyebutkan, sesuai me­ka­nisme pencairan dana maka saksi Johanes Zakarias selaku bendahara mengajukan surat permintaan pembayaran kepada terdakwa Alfonsius Siamiloy selaku pengguna anggaran.

Kemudian berdasarkan surat permintaan pembayaran, saksi menerbitkan surat perintah mem­bayar kepada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten MBD.

Setelah verifikasi pihak BPKAD dan semua kelengkapan admini­strasi telah terpenuhi BPKAD lalu mengeluarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Dari SP2D tersebut anggaran perjalanan dinas pada pos Setda dicairkan ke rekening kas Setda oleh BPDM cabang MBD.

Dana perjalanan dinas pada pos Setda tahun 2017 kemudian dicairkan Rp10.7 juta, sedangkan untuk tahun anggaran 2018, dana perjalanan dinas Setda dicairkan Rp11.768.000.000.

Namun di tahun 2017, setelah saksi Johanes Zakarias melakukan pencairan dana, saksi menyimpannya pada kas Setda dan tidak membayarkannya kepada pelaku perjalanan dinas. Bahkan, sebagian dana malah diminta oleh terdakwa bukan sebagai pembayaran perjalanan dinas terdakwa, namun dipakai untuk kepentingan pribadi. (S-26)