AMBON, Siwalimanews – Sekjen Aliansi Rela­wan Prabowo- Gibran, Sandri Rumanama me­ng­aku kecewa sampai dengan saat ini Maluku masih menjadi anak tiri dalam distribusi kekua­saan politik dan kebijakan Pe­merintah Pusat.

Pasalnya, tidak ada repre­sentasi putra/putri Maluku yang dipanggil ke Kar­ta­negara untuk ikut membantu kinerja Pra­bowo-Gibran kedepan.

“Kecewa juga sih, mestinya kami diberi jatah satu menteri. Masa dari Papua sam­pai tiga orang, terus Sulawesi juga banyak. Kok Maluku kosong?,” kesal Rumanama dalam rilisnya yang diterima Siwalima, Selasa (15/10) malam.

Direktur Haidar Alwi Insti­tut ini menjelaskan, berdasar­kan hasil rekapitulasi, Pra­bowo-Gibran unggul dengan perolehan suara sebanyak 665.371 suara, jauh meninggalkan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mem­peroleh 228.557 suara dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan perolehan suara 186.395. dimana kerja keras dan keberpihakan politik masyarakat Maluku ke Prabowo-Gibran mendapat balasan yang sangat mengecewakan.

Tokoh pemuda Maluku ini me­nan­daskan, dukungan politik masyara­kat Maluku seharus dibalas dengan keberpihakan Prabowo-Gibran bukan malah ditinggalkan seperti ini.

Baca Juga: Polda Maluku akan Menggelar Operasi Zebra

“Keberpihakan politik kami memang tak bernilai, di era pak Jokowi kami juga ngak dapat apa-apa. Program strategis Pemerintah Pusat seperti Ambon New Port & Lumbung Ikan Nasional juga gagal,” sebutnya.

Menurutnya, berdasarkan pene­litian Haidar Alwi Institut dan beberapa jurnal ilmiah lainnya di Maluku, banyak potensi sumber daya alam yang lebih kaya dari negara Arab, blok migas Seram, blok migas Seram non Bula, tambang emas Gunung Botak, dan banyak sumberdaya alam lainnya, masakan Maluku terus di anak tiri kan oleh presiden dari masa ke masa.

“Saya sudah sampaikan ke teman- teman aktivis mahasiswa di Maluku agar turun jalan, minta keadilan kita tak boleh diam terus,” ujarnya.

Katanya, berdasarkan pantauan ratusan mahasiswa di Maluku turun menggelar aksi menuntut ke­berpihakan Prabowo-Gibran kepada masyarakat Maluku. Baik dari sisi distribusi kekuasaan politik, keberpihakan politik anggaran (fiskal) ataupun juga kebijakan strategis Pemerintah Pusat kepada masyarakat Maluku.

“Masak orang kenal Maluku hanya dicap sebagai debtcolector atau paling elit penyanyi, yang benar saja,” kesalnya. (S-27)