Loloskan Sadli Ie di Kasus Illegal Logging, Jaksa Tebang Pilih
AMBON, Siwalimanews – Kejari Maluku Tengah dinilai tebang pilih dalam menjerat tersangka kasus illegal logging di Dusun Solea, Negeri Wahai, Kecamatan Seram Utara.
Hanya lima orang dijerat, sementara dugaan keterlibatan Kadis Kehutanan Provinsi Maluku, Sadli Ie diabaikan.
“Kami menilai jaksa tebang pilih dan diskriminasi dalam menuntaskan kasus illegal logging ini, kok kadis tidak dijerat dan sengaja diloloskan oleh jaksa,” tandas Ketua Laskar Anti Korupsi Maluku, Rony Aipassa, kepada Siwalima, Jumat (15/5).
Menurut Aipassa, Kepala Dinas Kehutanan memiliki peran penting dalam kasus ini. Namun tak ditindaklanjuti oleh jaksa.
“Kadis punya peran, tapi miris tidak dijerat, ada apa dengan penyidik di Kejari Malteng? Jangan tebang pilih. Semua orang yang memiliki peran harus dijerat,” ujarnya.
Baca Juga: Kantongi Hasil Audit, Tersangka Lahan PLTG Belum Dijerat JaksaSenada dengan itu, Praktisi Hukum Djidon Batmamolin meminta Kejari Maluku Tengah untuk tidak berkonspirasi dalam menetapkan tersangka kasus illegal logging di Dusun Solea. “Yang lain bisa dijerat, tetapi justru kadis diloloskan,” tandasnya.
Ia mengingatkan Kejari Malteng untuk tidak diskriminasi, karena semua orang sama di mata hukum.
“Apakah karena ia kadis lalu tidak dijerat? Jangan diskriminasi, kalau seperti ini maka akan menambah catatan lagi kepada publik, kalau kinerja Kejari Maluku Tengah buruk dalam penuntasan kasus-kasus tindak pidana,” ujarnya.
Klaim Maksimal
Kepala Kejari Malteng Juli Isnur mengklaim, penyidiknya bekerja sangat maksimal dalam mengusut kasus illegal logging di Dusun Solea, Negeri Amahai, Kecamatan Seram Utara.
Selain maksimal, Isnur menegaskan, pihaknya juga sangat terbuka mengenai penanganan kasus tersebut serta kasus lainnya.
“Perlu saya tegaskan kami sangat maksimal dalam menuntaskan kasus ini. Selain itu kamipun sangat terbuka kepada publik soal progres kasus ini sejak awal. Apa yang sudah kita kerjakan sekarang tentu adalah buah dari upaya kerja keras tim penyidik,” jelas Isnur, kepada Siwalima, Jumat (15/5) di Masohi.
Isnur menegaskan, pihaknya tidak melindungi siapapun dalam kasus ini, termasuk Kepala Dinas Kehutanan Maluku Sadli Ie.
“Anggapan kita melindungi pihak pihak tertentu jelas ini keliru dan tidak dapat dibenarkan. Kepentingan kita hanya satu, hukum ditegakkan. Kita tidak bisa bekerja karena desakan publik, tetapi alat bukti dan data serta fakta dan keterangan saksi. Kita tidak bisa katanya-katanya, semua harus sesuai prosedur hukum, dua alat bukti dan keterangan saksi,” ujarnya.
Dikatakan, dalam penyidikan kasus illegal logging di Dusun Solea ditetapkan 5 orang sebagai tersangka. Sebab hanya mereka yang secara hukum bertanggung jawab dan terlibat dalam kasus itu, dengan perannya masing masing.
“Sampai dengan kita limpahkan kemarin itulah hasilnya. Tidak ada yang dilindungi, sekali lagi kita tidak punya kepentingan apapun dalam kasus ini. Satu-satunya kepentingan kita adalah hukum harus ditegakkan dan semua yang terlibat dalam perbuatan melawan hukum dalam kasus ini harus dijerat. Jadi sudah cukup maksimal dan kita hanya menunggu putusan pengadilan untuk selanjutnya dieksekusi,” ujarnya.
Jangan Lindungi
Aktivis LSM Pusat Kajian Strategis dan Pengembangan Sumber Daya Maluku (Pukat Seram), Rian Idris juga meminta Kejaksaan Negeri Malteng tidak melindungi Kepala Dinas Kehutanan Maluku, Sadli Ie.
Salah satu tersangka yang dijerat jaksa, Fence Purimahua adalah eks anak buah Sadli Ie. Saat masih bertugas di Dinas Kehutanan Maluku, dia menjadi orang kepercayaan Sadli. Diduga dia ditugaskan untuk mengamankan PT Kalisan Emas dalam kasus illegal logging di Dusun Solea.
“Kami mendesak dan mengingatkan Kejaksaan Negeri Malteng untuk tidak melindungi Kadis Kehutanan Maluku. Dari lima terdakwa yang ada saat ini, satu diantaranya adalah Fence Purimahua adalah mantan staf Dinas Kehutanan. Artinya bisa jadi Kadis ikut terlibat dan karenanya jaksa tidak boleh meloloskan,” tegas Rian Idris kepada Siwalima, Kamis (14/5).
Idris menegaskan, proses hukum harus tegak dan tidak boleh diintervensi untuk melindungi siapapun.
“Kami paham benar, penyidik bekerja sesuai protab dan prosedur hukum. Namun jika ada indikasi yang mengarah kepada seseorang atua koorporasi tertentu dalam suatu kasus adalah wajib bagi penyidik untuk mengungkapnya,” tandasnya.
Keterlibatan Fence Purimahua yang adalah salah satu pejabat di Dinas Kehutanan Maluku adalah indikator adanya pihak lain yang paling bertanggung jawab dalam urusan kehutanan di Maluku.
“Dengan demikian kadis yang adalah pimpinan dinas sudah barang tentu memiliki keterkaitan dengan kasus ini, indikatornya adalah keterlibatan salah satu anak buahnya itu. Mesti penyidik mengejarnya dan mengungkapkan,” ujarnya.
Idris menambahkan, kabar adanya rekaman percakapan telepon antara Fence dan Sadli Ie harus diungkap oleh jaksa.
“Kami tidak tahu ada atau tidak rekaman percakapan telepon antara Fence dengan Kadis. Namun jika itu ada, maka dapat dijadikan langkah awal pengembangan penyidikan untuk mengungkap keterlibatan Kadis Kehutanan Maluku. Tetapi yang paling penting, penyidik harus komitmen dan tidak boleh melindungi siapapun,” tandasnya.
Lima Tersangka
Dalam kasus ini Kejari Malteng hanya menjerat Direktur PT Kalisan Emas Freud Riky Apituley, eks Pegawai Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Fence Purimahua, pemodal dari Surabaya Abdullah, Juanda Pacina, pemilik somel Imaji di Wahai, dan operator sensor, Hasanuddin.
Freud Riky Apituley, Fence Purimahua, dan Surabaya Abdullah sementara menjalani sidang di Pengadilan Negeri Masohi.
Jaksa penuntut umum Kejari Malteng menuntut ketiganya dua tahun penjara, dan denda Rp 500 juta.
Tuntutan dibacakan tim JPU Vector Mailoa, William Mairuhu dan Siti Martono dalam sidang di Pengadilan Negeri Masohi, Selasa (12/5), yang dipimpin majelis hakim yang diketuai Agus Hardianto, didamping hakim Rifai Tukuboya dan Mawardi Rifai.
Menurut JPU, ketiga terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana kehutanan sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan.
Meski begitu, penerapan pasal terhadap ketiga terdakwa berbeda. Fence Purimahua dan Freud Riky Apituley dituntut melanggar pasal 98 ayat 1 jo pasal 19 huruf b. Sedangkan Abdullah melanggar pasal 87 ayat 1 huruf a jo pasal 12 huruf K UU Nomor 18 tahun 2013.
“Menghukum terdakwa dengan pidana di penjara selama 2 tahun serta membayar denda 500 juta rupiah subsider 3 bulan kurungan,” tandas JPU Vector Mailoa.
Divonis Ringan
Sebelumnya hakim Pengadilan Negeri Masohi memvonis ringan Juanda Pacina dan Hasanuddin.
Pacina dihukum 3 tahun penjara dan denda 500 juta rupiah subsider 3 bulan. Sementara Hasannudin 1 tahun 6 bulan penjara, denda 500 juta rupiah subsider 3 bulan.
Vonis dijatuhkan oleh majelis hakim yang diketuai Agus Hardianto, didampingi dua hakim anggota Rifai R Tukuboya dan Mawardi Rifai dalam sidang, Selasa (28/4).
Humas Pengadilan Negeri Masohi, Rifai R Tukuboya yang dikonfirmasi mengatakan, putusan majelis hakim sudah sesuai dengan peran dan perbuatan kedua terdakwa.
“Sebetulnya tidak ringan sebab sudah sesuai dengan peran mereka dalam kasus ini. Hasanuddin dalam kasus ini bertindak sebagai operator penebang kayu di lokasi HPH yang dalam tuntutan JPU adalah 2 tahun,” kata Tukuboya, kepada Siwalima, Rabu (29/4).
Sementara JPU Kejari Malteng, Vector Mailoa yang dikonfirmasi mengatakan, pihaknya akan meminta petunjuk Kejati Maluku untuk menentukan sikap terhadap putusan majelis hakim. “Langkah yang dilakukan saat ini adalah meminta petunjuk kejaksaan tinggi dulu. Jadi nanti petunjuk Kejati seperti apa baru diambil langkah selanjutnya,” ujar Mailoa yang dihubungi melalui telepon selulernya. (S-16/-S-36/)
Tinggalkan Balasan