AMBON, Siwalimanews – Kendati sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyerobotan lahan di Desa Bumey, Kecamatan TNS sejak bulan Januari lalu, namun sampai saat ini tim penyidik Ditreskrimum Polda Maluku belum memeriksa mantan Wakil Bupati Maluku Tengah, Marlatu Laurence Leleury.

Selain Leleury, polisi juga me­netapkan anggota DPRD Buru Selatan, Bernadus Wamesse sebagai tersangka.

Wamesse diduga membuat su­rat rekomendasi palsu kala itu menjabat sebagai Camat TNS. Surat tersebut diduga menjadi dasar dalam proses penyero­botan lahan yang kini sedang diselidiki.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Maluku, Kombes Andri Iskandar mengaku pihaknya belum me­meriksa Leleury dan Wamesse

“Keduanya belum diperik­sa,”katanya singkat saat dikonfir­masi Siwalima melalui pesan whats­app­nya, kemarin.

Baca Juga: Gali Bukti Korupsi Jalan Aboru,Wassu-Oma Usemahu akan Diperiksa

Jangan Tebang Pilih

Menanggapi hal itu, Kuasa hukum pelapor, Malik Raudhi Tuasamu menyayangkan lambannya proses hukum dalam kasus ini.

Ia menegaskan penegakan hukum tidak boleh tebang pilih dan semua pihak harus diperlakukan sama di mata hukum.

“Setelah ditetapkan sebagai ter­sangka, mereka seharusnya segera diperiksa. Hingga kini mereka masih bebas beraktivitas di atas lahan sengketa. Ini adalah bentuk keja­hatan yang terus berlanjut,” ujar Tua­samu kepada Siwalima, kemarin.

Dikatakan, Leleury masih meng­operasikan bisnis di lahan sengketa yang kini digunakan sebagai Sta­siun Pengisian Bahan Bakar Umum di Desa Bumey, Kecamatan TNS.

Oleh karena itu, ia meminta ke­polisian untuk segera mengambil tindakan tegas, termasuk memasang garis polisi di lokasi tersebut guna mencegah aktivitas lebih lanjut.

Menurut pihak penyidik Ditres­krimum Polda Maluku harus ber­tindak cepat dalam penegakkan hu­kum dan memeriksa Leleury maupun Wamesse. “Polda Maluku harus bertindak cepat. Jika tidak, ini akan menjadi contoh buruk dalam pene­gakan hukum, seolah-olah ada pihak yang kebal hukum,”cetusnya

Peran Wamesse

Penetapan Bernadus Waemesse da­lam kasus penyerotan lahan se­luas 1.444 meter persegi, tidak lepas dari ka­pasitasnya sebagai Camat TNS kala itu.

Bernadus diketahui menerbitkan surat yang berkaitan dengan objek sengketa dimaksud dan surat tersebut kini menjadi barang bukti yang telah diserahkan ke penyidik.

Demikian diungkapkan Direktur Ditreskrimum Polda Maluku, Kom­bes Pol. Andri Iskandar kepada Si­wa­­lima melalui pesan whatsappnya, Rabu (26/2).

Kata dia, Waemese diduga mem­buat surat rekomendasi palsu saat masih menjabat sebagai Camat TNS.  Surat tersebut menjadi dasar dalam proses penyerobotan lahan yang kini sedang diselidiki pihaknya “Diduga membuat surat reko­men­dasi palsu pada saat yang bersang­kutan menjadi Camat TNS,” ujarnya singkat

Ditanya apakah kedua tersangka, te­lah diperiksa dalam statusnya se­ba­gai tersangka, Ia tidak mena­ngga­pinya.

Jadi Tersangka

Sebelumnya, Direktur Reskrimum Polda Maluku, Kombes Andri Is­kandar, membenarkan perihal status tersangka Leleury dan Waemese. “Iya, betul,” ujarnya singkat kepada wartawan, Senin (24/2).

Berdasarkan dokumen Ditkrimum Polda Maluku tertanggal 30 Januari 2025 dengan Nomor: B/13.a/l/RES. 1.2./2025, diketahui surat pemberi­tahuan penetapan tersangka telah dikirimkan ke Kejaksaan Tinggi Maluku.

Leleury resmi ditetapkan sebagai tersangka pada 31 Januari 2025, berdasarkan laporan polisi nomor: LP/B/194/VII/2023/SPKT/Polda Maluku, yang dibuat pada 25 Juli 2023 oleh pelapor Ledrik Kosten.

Penyidik juga telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/07.c/I/RES.1.2./2025/Ditreskrimum, tanggal 30 Januari 2025, serta Surat Pemberitahuan Di­mulainya Penyidikan Nomor: SPDP/09/I/RES.1.2./2024/Ditreskrimum, tertanggal 29 Januari 2024.

Berdasarkan bukti yang dikanto­ngi penyidik, Marlatu diduga mela­nggar Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat, Pasal 385 KUHP tentang Penggelapan Hak atas Tanah, Pasal 167 KUHP tentang Larangan Memakai Tanah Tanpa Izin, serta Pasal 6 UU Nomor 51 PRP Tahun 1960, yang diperkuat dengan Pasal 55 dan 56 KUHP.

Sedangkan Bernandus Waemese juga ditetapkan sebagai tersangka dengan surat ketetapan Nomor: S.Tap/14/I/RES.1.2./2025/Ditres­krimum, tertanggal 30 Januari 2025.

Ia diduga melakukan tindak pi­dana pemalsuan surat, penggelapan hak atas tanah, dan penyerobotan lahan sebagaimana diatur dalam Pasal 263, Pasal 385, dan Pasal 167 KUHP, serta Pasal 6 UU Nomor 51 PRP Tahun 1960 Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

Leleury, dilaporkan ke Polda Ma­luku atas dugaan penyerobotan lahan pada Juli 2023 lalu, dengan tuduhan melakukan penyerobotan lahan seluas 1.444 meter persegi, yang diklaim milik Ledrik Kosten

Kini di atas lahan yang terletak di Desa Bumey itu telah berdiri sebuah SPBU milik Marlatu L Leleury.

Ledrik Kosten mengklaim lahan itu ber­dasarkan Sertifikat Hak Milik No­mor 249 Tanggal 05 Januari 1980 dan ke­mudian pada tahun 2021 Badan Pertanahan Nasional Maluku Tengah kembali menerbitkan Serti­fikat Peng­ganti atas nama Ledrik Kosten nomor: 00061/Bumey seluas 19.940 meter persegi.

Bantahan Leleury

Dihubungi terpisah, Leleury me­nanggapi dingin penetapan tersang­ka yang ditetapkan oleh Ditrkrimum Polda Maluku

Kepada Siwalima di Masohi, Senin (24/2), Leleury membantah dugaan penyerobotan lahan di Kecamatan TNS yang diungkapkan penyidik Ditreskrimum.

Dia bahkan mengaku binggung dengan penetapan status hukum sebagai tersangka oleh penyidik Ditreskrimum Polda Maluku.

“Kami justru bingung dengan pe­netapan status hukum oleh pe­nyidik Kepolisian Polda Maluku dengan tu­duhan pemalsuan surat, penyero­botan tanah di TNS,” tandasnya.

Dia bilang, pihaknya sama sekali tidak melakukan kejahatan sebagai­mana yang dituduhkan polisi. “Ini masalah lama dan sebenarnya juga sudah selesai,” ujarnya.

Walau demikian, Lekeury menga­ku menghargai proses hukum yang saat ini dilakukan penyidik Ditres­krimum Polda Maluku.

“Sebagai warga negara, kami menghargai proses hukum yang ada. Soal ini seluruhnya  sudah kami kuasakan ke lawyer kami. Yang pasti kalau disebut saya serobot tanah orang, saya memalsukan surat dan lain lain itu tidak benar,” bantahnya.

Leleury mengatakan, seluruh pro­ses hukum terkait masalah tersebut, sudah dia serahkan  ke kuasa hu­kumnya. “Jadi silahkan saja konfir­masi pengacara saya. Soal semua itu sudah kami kuasakan ke kuasa hukum kami. Jadi tidak etis saya  bicara lagi,” katanya. (S-25)