AMBON, Siwalimanews – Wakil Ketua Komnas Perempuan RI, Olivia Latuconsina mengatakan, menghadapi berbagai proses politik maka kesetaraan gender penting.

Menurut mantan Wakil Walikota Ambon ini, kesetaraan gender penting karena ini untuk merubah cara pandang di masyarakat yang selama ini terbentuk karena budaya patriakhi.

Hal ini sulit sekali dihilangkan, sebab budaya patriakhi berdampak pada kebijakan yang akan dilahirkan. Termasuk tafsir-tafsir agama yang kemudian bias terhadap kepemimpinan perempuan.

“Cara berikir seperti ini yang kemudian kita sebut di Komnas perempuan kebijakam yang diskriminatif. Dia tidak peka terhasap kesetaran gender terlihat dari kebijakan yang dilahirkan,” ujar Latuconsina dalam program RRI Ambon Aspirasi Maluku, Selasa (28/5).

Dia berharap di Pilkada ada wajah perempuan disitu untuk memperbaiki masyarakat, kemiskinan itu adalah identik kemiskinan.

Baca Juga: Wakili Kaum Milenial Keliduan Layak Bawa Tanimbar Maju

Kesetaraan gender dikaitkan dengan keterwakilan perempuan sifatnya menjadi semu dan hanya simbol. Padahal keterwakilan perempuan adalah maunya konstitusi dan tuntutan politik, karena, kadang-kadang masyarakat tidak paham kenapa perempuan harus hadir di politik.

“Negara kita punya UUD 45 menurutnya, secara jelas tidak menjelaskan pembangunan Indonesia hanya untuk laki-laki saja tidak menyebutkan jenis kelamin, agama, suku dan ras. Tapi bagi seluruh warga negara Indonesia. Belum lagi ada ruang yang menghendaki perempuan ini terlibat. Kelompok minoritas, kelompok rentang yang diberikan ruang,” ujarnya.

Hal ini kata Latuconsina, bukan keinginan pribadi tapi ini mau negara mau konstitusi, setiap perempuan Indonesia terlindungi hak-haknya di konstitusi. Dimana ada ruang yang banyak yang bisa masuk oleh kaum perempuan.

Pada tingkat organisasi, lanjut Dewan Pertimbangan Forum Pemberdayaan Perempua Indonesia Maluku ini. perempuan ada pada level pengambilan kebijakan, jangan berpikir kesetaran gender itu sudah berapa perempuan di legislatif, di eksekutif, di yudikatif, tapi juga lihat sebagai pegawai pemerintah dan swasta, dari hasil report justru perempuan di level usaha yang mengambil pucuk pimpinan jauh lebih baik.

“Ada nilai lebih yang dipunyai perempuan kalau kita bicara kesetaraan gender malah ada partisipasi perempuan, keterwakilan perempuan disitu. Tidak boleh ada yang ditinggalkan,” ujarnya.

Dewan Pertimbangan Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia Maluku ini menyebutkan, bicara politik tidak hanya 5 tahun sekali, tapi bicara politik harus setiap saat, yang berkontribusi pada pemenuhan hak perempuan dan juga perbaikan kualitas perempuan.

Ditambahkan, pekerjaan rumah besar yaitu merobah cara pandang memanusiakan perempuan karena hak-hak mereka dikebiri. Patokannya perempuan dan laki-laki tidak berbeda. Mengisi kesempatan di publik sama. Ada perubahan cara pandang masyarakat.

“Kami di Komnas perempuan terus mendorong pemerintah melahirkan kebijakan yang lebih kepada mengeleminir sedapat mungkin pemikiran patriakhi ini dengan misalnya bekerjasama dengan Kemendikbud agar pengetahuan HAM berbasis gender masuk dalam kurikulum. Bekerjasama dengan BAKN agar calon-calon ASN dibekali dengan HAM berbasis gender. Kami bekerjasama dengan semua kementerian. Karena kalau cara pandang salah akan melahirkan keputusan yang salah, ini yang harus diantisipasi,” tandasnya.(S-05)