AMBON, Siwalimanews – Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Maluku J Pattiasina, menuntut terdakwa Rondonuwu Donny Deril Pangau (31), dengan pidana penjara selama 3,6 tahun dalam siding yang berlangsung di Pengadilan Negeri Ambon, Kamis, (19/10).

Terdakwa yang adalah warga Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah, ini dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan sebagaimana diatur dalam pasal 372 KUHPidana.

Sidang dengan agenda tuntutan JPU tersebut dipimpin Majelis Hakim yang diketaui Mateus Sukurno Aji, didampingi dua hakim anggota lainnya. Sedangkan terdakwa didampingi kuasa hukumnya, Rony Samloy.

JPU dalam dakwaannya menyebutkan, warga Jalan Antang Kalang Nomor 94 RT 001/ 014 Desa Langkai, Kecamatan Pahandut, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, ini terjerat ke ranah hukum karena menggelapkan uang milik korban dr Nasrullah, warga NTB.

JPU juga menyebutkan, tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan terdakwa terjadi, pada November 2021 lalu. Saat itu teman-teman terdakwa, yakni Mujianto dan Ade Nova Kurniawan  menemui saksi korban dr Nasrullah di Upnormal Cafe Lombok, kedua teman terdakwa mengatakan kepada korban bahwa terdakwa (Bos) sedang mencari rekanan klinik untuk mencari pelayanan rapid anti gen.

Baca Juga: 1.337 Pelaku Usaha di Ambon Sudah Kantongi NIB

“Selanjutnya keduanya menawarkan kerjasama dengan klinik korban dr. Nasrullah dengan mengatakan “Pak Dokter bisa tidak bekerja sama dengan kami,” kata keduanya kepada korban, beber JPU.

Selanjutnyakata JPU, kedua saksi juga mengatakan nilai kerjasama 1 pasien untuk antigen rapid test klinik mendapat Rp20 ribu, PCR klinik mendapat Rp35 ribu.

Mendengar tawaran tersebut, korban yang merasa akan mendapat keuntungan dari kerjasama  itu menerima tawaran tersebut.

Selanjutnya terdakwa dan timnya berkomunikasi dengan korban untuk bertemu di Aston Hotel di Mataram, untuk membahas  pemantapan kerjasama. Saat bertemu terdakwa bercerita kepada korban bahwa  sedang bekerja sama dengan beberapa Hotel di Bali dalam pelayanan antigen rapid test dan PCR.

Selanjutnya tanggal 3 Desember 2021, terdakwa menelpon korban kalau dia sudah di Ambon dan kata terdakwa, saat ini sudah mengurus kerja sama pelayanan PCR dan Antigen di Bandara Pattimura Ambon. Lalu terdakwa meminta korban untuk datang ke Ambon.

Saat di Ambon terdakwa bersama tim bertemu korban dan tinggal bersama di Hotel Swissbell Ambon. Mereka saat itu menghubungi pemilik klinik medical Ambon untuk sama-sama bekerja sama, yakni menyuruh mengurus ijin klinik.

Saat itu korban mengeluarkan uang untuk belanja perlengkapan klinik baik printer, AC Samsung, obat-obatan dan perlengkapan lainnya.

“Selanjutnya terdakwa mengatakan kepada korban bahwa sambil menunggj akta PT, baiknya keduanya membuka rekening sementara untuk modal awal dan pembayaran periksa antigen. Di rekening itu pakai nama korban sedangkan email dan nomor HP untuk pendaftaran mobile banking pakai nama terdakwa dan buku tabungan terdakwa pegang, sementara ATM korban yang pegang,” tandas JPU.

Korban menurut JPU setuju dengan permintaan terdakwa, lalu ia pergi membuka rekening di BCA, dengan modal pribadi korban sebesar Rp10 juta. Hal yang sama juga terdakwa lakukan di beberapa tempat, yakni Ambon, Makasssar, Bali, Manado dan Bitung.

Dari sejumlah uang yang diberikam kepada korban untuk urusan klinik layanan rapid test dan PCR, terhitung sudah Rp2 miliar lebih. Karena uang korban tidak dikembalikan ia memilih melapor ke penegak hukum.

Usai mendengarkan tuntutan JPU, kuasa hukum korban langsung mengajukan eksepsi.  Dalam eksepsi tersebut kuasa hukum terdakwa Rony Samloy meminta keringanan hukuman. Hal itu di utarakan karena menurutnya kliennya tak bersalah.

“Kami memohon kiranya majelis hakim mempertimbangkan fakta persidangan dan memberikan keringanan kepada klien kami,” pinta Samloy.(S-26)