Kripto, Cara Cepat Kaya (atau Miskin)
SIAPA yang tidak ingin kaya dalam waktu cepat? Layar ponsel warga Indonesia kini marak disuguhi dengan berbagai kisah kesuksesan atau cepat kaya dari kripto dan aset turunannya yakni non-fungible token (NFT). Sejumlah selebritas Tanah Air pun diberitakan akan meluncurkan token kripto dan layanan dunia virtual atau metaverse-nya. Ingar bingar kripto mendorong masyarakat khususnya anak muda untuk ikut terjun agar tidak merasa ketinggalan atau FOMO (fear of missing out) meskipun belum memahami apa itu kripto dan risikonya. Di tengah semakin populernya kripto, berbagai modus penipuan pun semakin marak dengan memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat dan belum adanya regulasi yang mengatur kripto secara ketat di dunia. Federal Trade Commission (FTC) atau Komisi Perdagangan Federal AS dalam rilisnya pada 17 Mei 2021 melaporkan sekitar US$80 juta telah hilang karena penipuan investasi cryptocurrency dalam kurun waktu 1 Oktober 2020-31 Maret 2021. Jumlah itu meningkat lebih dari sepuluh kali lipat dari tahun ke tahun.
Dari sekitar 7.000 laporan yang diterima FTC, rata-rata nilai kerugian mencapai US$1.900. Yang menarik, mayoritas korban penipuan ialah generasi muda yang berusia 20-39 tahun. Jumlahnya mencapai 44% dari total pelapor. Bahkan, kerugian lebih dari US$2 juta dilaporkan disebabkan konsumen teperdaya penipu yang meniru sebagai Elon Musk. Sistem kripto yang anonim membuat pelaku kejahatan yang memanfaatkan kripto sulit dilacak sehingga rentan disalahgunakan untuk kegiatan kriminal. Dalam kajian National Risk Assessment (NRA) 2021, telah dilakukan identifikasi terhadap emerging threat di tindak pidana pencucian uang, yaitu suatu ancaman baru berupa modus yang dianggap berpotensi berkembang sebagai sarana pencucian uang secara meluas. Berdasarkan hasil NRA TPPU 2021, diketahui virtual currency atau cryptocurrency sebagai emerging threat di RI. Hal ini disebabkan penggunaan Bitcoin di RI sudah berkembang dalam bentuk mata uang kripto yang digunakan untuk alternatif pembayaran transaksi properti, kendaraan mewah, dan akomodasi. Sementara itu, berdasarkan undang-undang, alat pembayaran yang sah di RI hanyalah rupiah. Satgas Waspada Investasi, sebuah forum koordinasi pencegahan investasi ilegal yang terdiri atas 12 kementerian dan lembaga, dalam rilisnya 17 Februari 2022 lalu menyatakan ada 21 entitas investasi ilegal yang ditemukan sepanjang 2022. Sebanyak 16 di antaranya merupakan money game, 3 entitas perdagangan aset kripto, dan 2 lainnya robot trading ilegal. Semua dilakukan tanpa izin. Satgas pun meminta masyarakat berhati-hati terhadap penawaran investasi dengan menerapkan prinsip 2L atau legal dan logis.
Mengecek legalitas izin dari perusahaan dan produk yang ditawarkan serta kelogisan untung yang dijanjikan. Kenali modus penipuan kripto Berbagai modus penipuan kerap digunakan untuk menjerat korban. Pertama, skema ponzi. Modus ini memperdaya korban dengan iming-iming cepat kaya secara instan untuk berinvestasi di proyek fiktif atau tidak jelas, serta menjanjikan komisi dalam perekrutan orang. Kedua, pump and dump. Penipu mendorong masyarakat membeli aset kripto di proyek kripto yang kurang dikenal, koin kripto alternatif, atau koin baru, dengan menciptakan informasi/pemberitaan palsu untuk menaikkan harga aset, lalu penipu menjual asetnya sendiri untuk mendapatkan keuntungan besar dan meninggalkan korban dengan aset kripo yang sudah tidak berharga. Ketiga, memalsukan akun selebritas, baik dengan membajak akun media sosial selebritas maupun membuat akun palsu untuk mendorong para followers berinvestasi dalam skema palsu.
Dalam satu kasus, dilaporkan US$2 juta hilang karena teperdaya penipu yang menggunakan nama Elon Musk pada alamat Bitcoin-nya sehingga terlihat menyakinkan. Keempat, phising. Salah satu bentuk penipuan paling populer. Modusnya antara lain dengan memalsukan email, pesan teks, nomor telepon, dan pesan media sosial yang dibuat seolah berasal dari sumber yang sah dan tepercaya, seperti bank atau lembaga pemerintah yang meminta pembayaran atau data/informasi penting konsumen. Si penipu akan selalu berusaha menanamkan rasa urgensi sehingga memaksa orang bertindak cepat tanpa berpikir panjang. Kelima, pedagang kripto palsu atau aplikasi palsu. Pelaku kejahatan memalsukan aplikasi dan menggunggahnya dalam layanan aplikasi. Jika terunduh dalam ponsel, aplikasi itu dapat mencuri data pribadi dan keuangan, atau menanam malware dalam perangkat. Penipu juga bisa mengaku sebagai pedagang kripto yang menawarkan harga kripto yang jauh lebih murah dari harga pasar sehingga membuat orang mengira mereka akan mendapat untung. Pentingnya peran regulator Kehadiran teknologi digital membawa tantangan dan peluang.
Munculnya produk-produk digital baru yang tidak memiliki dasar aset atau underlying, seperti kripto dan cryptocurrency, memiliki risiko yang tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk modus penipuan, pencucian uang, serta pendanaan terorisme. Produk ini juga bersifat spekulatif, nilainya dapat naik turun tajam dengan cepat dan sulit diprediksi sehingga bisa merugikan masyarakat yang belum memiliki pemahaman yang cukup. Alih-alih mendapat kekayaan dalam waktu cepat, justru kerugian yang didapat. Tingkat literasi keuangan RI berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan pada 2019, baru mencapai 38,03%, dengan tingkat inklusi 76,19%.
Baca Juga: Stagnasi Demokrasi dan Urgensi Pendidikan PolitikMayoritas pemahamannya pun baru terbatas di sektor perbankan. Dengan kata lain, ada gap cukup jauh antara tingkat literasi dan inklusi keuangan. Masyarakat sudah memiliki banyak akses ke produk-produk keuangan, tapi belum memahami manfaat dan risiko produk itu sehingga rentan merasa dirugikan. Di RI sendiri, kripto diatur sebagai aset komoditi dan hanya bisa diperdagangkan di bursa berjangka komoditi, dengan izin dan pengawasan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komiditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan. Namun, belum ada pembatasan cara pemasarannya. Dengan begitu, kita bisa melihat maraknya penawaran kripto di medsos dan media online dengan menggunakan selebritas atau influencer yang menargetkan semua kalangan, tanpa melihat tingkat literasinya. Upaya yang dilakukan pemerintah Singapura melalui Monetary Authority of Singapore (MAS) kiranya bisa menjadi contoh, dengan membatasi pemasaran tidak diperbolehkan menargetkan masyarakat umum. Hal ini sejalan dengan pertimbangan bahwa perdagangan cryptocurrency sangat berisiko tinggi dan tidak cocok untuk masyarakat umum, melainkan untuk investor yang telah memiliki pemahaman investasi yang cukup dan siap menghadapi risikonya. Panduan yang dikeluarkan MAS pada 17 Januari 2022 ini membatasi perusahaan cryptocurrency tidak dapat memasarkan layanan mereka di transportasi umum, lokasi transportasi publik, situs web publik, platform medsos, media broadcast dan media cetak, atau di mesin ATM. Mereka juga dilarang mempromosikan melalui pihak ketiga yang menargetkan masyarakat umum, seperti menggunakan influencer medsos. Perusahaan hanya dapat memasarkan cryptocurrency dalam situs resmi perusahaan, aplikasi mobile, atau akun medsos resmi perusahaan itu.
Upaya yang dilakukan OJK, dengan berkali-kali mengingatkan masyarakat untuk memahami risiko investasi kripto, meskipun tidak berada di bawah pengawasannya, kiranya juga bisa dipahami karena dilakukan dalam ranah edukasi keuangan dan perlindungan konsumen. OJK juga tegas melarang bank terlibat kegiatan usaha selain yang telah diatur dalam UU Perbankan. Bank juga wajib menerapkan customer due dillegence untuk mencegah tindak kejahatan seperti pencucian uang dan penipuan. Teknologi akan terus berkembang menghadirkan inovasi baru. Tentu kita ingin setiap inovasi, teknologi baru yang hadir, membawa lebih banyak manfaat untuk orang banyak dan tidak menimbulkan kerugian. Peran otoritas, regulator, dan kita semua untuk memastikan hal itu terjadi. Oleh: Lydia Nurjanah Analis Senior Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Tinggalkan Balasan