Korupsi Dana BOS, Kepala SMPN 9 Disidangkan

AMBON, Siwalimanews – Kepala SMP Negeri 9 Ambon bersama dua bendaharanya, Yuliana Puttileihalat dan Mariantje Laturete menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Ambon, Senin (17/3) atas kasus dugaan korupsi bantuan Dana Operasional Sekolah (BOS) Tahun 2020-2024.
Dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Wilson Sriver, JPU dalam dakwaanya memaparkan, di tahun 2020 hingga 2024, SMP 9 Ambon menerima dana BOS dari Kementrian Pendidikan dimana terdakwa Lona Parinusa yang saat itu ditunjuk sebagai pelaksana tugas kepala Sekolah sejak 2019.
Selanjutnya, pada tahun 2020 untuk menerima dana BOS, pihak sekolah kemudian membentuk tim pengelola dana bos yang dipimpin oleh terdakwa selaku penanggungjawab serta bendahara Yuliana Puttileihalat (berkas dakwaan terpisah), serta Komite sekolah.
Sebagai syarat agar sekolah dapat menerima dana BOS tahun 2020, pihak sekolah diharuskan membuat Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) dan kemudian diserahkan ke Dinas Pendidikan Kota Ambon. Atas dasar itulah, terdakwa selaku penanggungjawab bersama dengan Yuliana Puttileihalat menyusun RKAS dan kemudian diserahkan kepada Dinas Pendidikan Kota Ambon.
Selanjutnya, Dinas Pendidikan Kota Ambon mengirimkan RKAS tersebut kepada Kementerian. Setelah itu pada bulan Mei tahun 2020 dana BOS sebesar Rp 460 juta lebih masuk ke rekening sekolah pada Bank Maluku.
Baca Juga: LSM Minta Polda Transparan Soal Kasus IrwasdaTerdakwa bersama Yuliana Puttileihalat melakukan pencairan dana BOS. Setelah mencairkan dana Bos, terdakwa bersama Yuliana Puttileihalat kemudian menyimpan uang tersebut di brankas penyimpanan uang yang berada diruangan terdakwa.
Kemudian tanggal 26 Maret terdakwa mengambil uang sebesar Rp35 juta untuk membayar hutang ATK, sedangkan sisa uang sebesar Rp420 juta lebih masih tersimpan di dalam brankas. Selanjutnya terkait uang sisa dipergunakan untuk membayar guru honor para pegawai serta belanja lainnya.
Sedangkan sisa uang sebesar Rp200 juta lebih dikelola sendiri oleh terdakwa. Hal serupa juga dilakukan saat pencairan dana BOS tahap 2 pada bulan Juli tahun 2020 sebesar Rp 600 juta dan pencairan dana BOS tahap 3 pada bulan November 2020 sebesar Rp400 juta.
Selanjutnya, di tahun 2021, Yuliana Puttileihalat dimutasikan ke Kantor Kelurahan Lateri dan terdakwa Lona Parrinusa mengangkat Stenly Samlay sebagai bendahara. Kendati begitu, saat melakukan pencairan dana BOS di Tahun 2021 tahap 1 dan tahap 2, terdakwa malah meminta Yuliana Puttileihalat untuk bersama mencairkan dana BOS.
Nantinya, saat pencairan dana BOS tahap 3 tahun 2021 barulah terdakwa bersama bendahara Stenly pergi mencairkan dana BOS. Kemudian terdakwa menunjuk Mariantje Laturette (terdakwa dalam dakwaan terpisah) sebagai bendahara menggantikan Stenly Samlai.
Berikutnya pada ahun 2022 dan 2023 terdakwa juga melakukan pencairan dana bos namun dalam pengelolaannya tidak ada laporan pertanggungjawaban.
Nantinya di tahun 2024 barulah terdakwa menghubungi Yuliana Puttileihalat untuk membuat laporan pertanggungjawaban pengelolaan dana bos tahun anggaran 2020 dan 2021.
Menurut JPU, laporan pertanggungjawaban yang dibuat oleh Yuliana Puttileihalat maupun Mariantje Laturette tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Bahkan ada laporan pertangungjawaban belanja fiktif sehingga tidak bisa dipertangungjawabkan.
Selain itu, dalam pengelolaan dana BOS, terdakwa mestinya melibatkan tim pengelola BOS yang sudah dibentuk yang didalamnya ada komite dan orang tua murid. Akan tetapi hal itu tidak dilakukan oleh terdakwa.
Selain itu, dana BOS juga mesti diperuntukan sesuai aturan yang diberikan seperti untuk penerimaan siswa baru, pengembangan perpustakaan, pengadaan mustimedia dan kegiatan lain yang menunjang aktivitas dan kemajuan sekolah.
Akibat perbuatan tersebut para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
JPU kemudian melanjutkan membaca dakwaan milik terdakwa Yuliana Puttileihalat dan juga Mariantje Laturette.
Menanggapi dakwaan JPU, tim penasehat hukum terdakwa Lona Parinussa mengajukan eksepsi dan akan berlangsung tanggal 24 mendatang. (S-29)
Tinggalkan Balasan