Komunitas Literasi Maluku: Antara Aksi dan Regulasi
Peningkatan literasi melalui program Gerakan Literasi Nasional (GLN) merupakan salah satu topik yang sering didiskusikan saat ini. Gerakan Literasi Nasional merupakan upaya memperkuat sinergi antarunit utama pelaku gerakan literasi dengan cara menghimpun semua potensi dan memperluas keterlibatan publik, termasuk komunitas literasi dalam membudayakan literasi di Indonesia.
Banyak survei tentang tingkat literasi di Indonesia, mulai dari indeks PISA sampai rapor mutu pendidikan dari hasil Asesmen Nasional (AN). Hasilnya masih belum dapat dikatakan memuaskan, termasuk kecakapan literasi numerasi di Provinsi Maluku. Dari hasil Asesmen Nasional, kecakapan literasi numerasi di Provinsi Maluku berada di bawah rata-rata nasional, yakni berada pada level 1,58 dan 1,47. Dengan melihat hasil tersebut, tentu akan memunculkan pertanyaan, seperti bagaimana cara untuk meningkatkan literasi?
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mencoba merespons kondisi literasi di Indonesia dengan sebuah gagasan inovatif, yakni dengan pelibatan komunitas. Komunitas literasi dipandang mampu menjadi salah satu solusi dalam peningkatan literasi di negeri ini. Komunitas literasi adalah komunitas yang bergerak dalam pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan, pembelajaran, dan penguatan aktivitas membaca dan menulis.
Dengan mengingat potensi dari peran komunitas literasi yang cukup besar dalam masyarakat, komunitas literasi perlu difasilitasi oleh pemerintah dengan lebih intensif. Karakteristik gerakan komunitas literasi cenderung lebih fleksibel dan mampu menjembatani problematika pembelajaran literasi di lingkungan pendidikan formal. Komunitas literasi juga mampu bergerak menyesuaikan “kebutuhan pasar”. Lebih dari itu, ketika masyarakat membutuhkan bantuan dalam memerangi rendahnya tingkat membaca anak, komunitas mampu hadir tanpa terganggu rangkaian birokrasi. Komunitas hadir dengan aksi nyata dan menyasar langsung pada kebutuhan praktis masyarakat. Jangkauan ini yang ingin dikembangkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Dimulai pada tahun 2022, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa meluncurkan program Pemberdayaan Komunitas Penggerak Literasi. Program ini diawali dengan pemutakhiran profil komunitas literasi sebagai pengumpulan data komunitas literasi yang ada di Indonesia. Dalam pemutakhiran profil komunitas literasi yang dilakukan oleh Kantor Bahasa Provinsi Maluku pada tahun 2022 dan 2023, telah terkumpul 85 komunitas literasi di Provinsi Maluku. Sebanyak 85 komunitas telah terpetakan menjadi tiga kategori, yaitu A, B, dan C. Namun, sejauh ini peran komunitas literasi di Maluku masih terkendala dengan regulasi yang berdampak pada minimnya sarana dan prasarana yang dimiliki. Masalah ini juga yang selanjutnya membatasi aksi komunitas secara luas.
Baca Juga: Revolusi AI Menghidupkan Layanan Kesehatan Berbasis DataMasalah regulasi merupakan masalah besar yang masih menghantui komunitas literasi di Maluku. Dari hasil pemutakhiran profil, hampir seluruh komunitas di Maluku belum memiliki legalitas yang dibuktikan dengan terbitnya akta notaris. Hal ini secara tidak langsung berdampak pada eksistensi komunitas terutama bagi komunitas kategori C. Komunitas berkategori C merupakan komunitas yang masih muda, belum memiliki sarana pendukung yang mumpuni, dan masih butuh bantuan untuk menopang eksistensinya. Namun, ketika Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa akan membantu keberdayaan komunitas ini melalui bantuan pemerintah, ada satu syarat yang lagi-lagi menjadi sandungan, yakni akta notaris pendirian komunitas. Pembuatan akta notaris memang memerlukan upaya berupa pemenuhan biaya dan syarat yang tidak dapat dikatakan mudah.
Masalah terkait akta pendirian ini merupakan masalah yang tidak bisa dianggap sepele. Adanya akta pendirian dapat memberikan jaminan hukum terkait eksistensi sebuah komunitas yang pada akhirnya akan mendorong sinergi peran pemerintah dan komunitas yang bersangkutan. Kantor Bahasa Provinsi Maluku melalui program Pemberdayaan Komunitas Penggerak Literasi telah memberikan edukasi dan fasilitasi agar komunitas makin berdaya. Melalui penguatan manajerial dan penyusunan program inovatif komunitas, diharapkan komunitas akan mampu memenuhi tantangan-tantangan yang ada. Selain itu, Kantor Bahasa Provinsi Maluku juga akan melibatkan pemerintah daerah untuk dapat berperan aktif memberikan fasilitasi dalam menjawab kebutuhan regulasi ini. Harapannya hal ini dapat memberikan jalan keluar yang terbaik, yakni komunitas literasi yang makin berdaya, baik dari aksi maupun regulasi. Proses ini memang tidak mudah dan memerlukan waktu panjang, tetapi ini merupakan sebuah proses agar akses komunitas terhadap bantuan pemerintah (banpem) dalam pengembangan komunitas dapat dimanfaatkan secara optimal. Dengan demikian, regulasi tidak lagi menjadi penghambat aksi bagi sebagian komunitas literasi di negeri ini. Salam literasi! Oleh: Zahrotun Ulfah, S.S.Widyabasa Ahli Pertama Kantor Bahasa Provinsi Maluku
Tinggalkan Balasan