AMBON, Siwalimanews – Disaat Pemerintah Kota Ambon ingin mengembalikan fungsi terminal sebagaimana mestinya, justru Pemerintah Provinsi Maluku kembali membangun sejumlah lapak di dalam terminal.

Menyikapi kondisi ini, maka Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Ambon Mourits Tamaela mempertanyakan mekanisme pengelolaan kawasan terminal, pasalnya sejak pembongkaran hingga dibangun kembali lapak-lapak itu oleh pihak ketiga tidak pernah diketahui oleh pemkot.

Padahal kondisi ini terjadi di daerah kekuasaan Pemkot Ambon, bahkan DPRD selaku mitra pemkot juga tidak mengetahui teknis dari pengelolaan kawasan tersebut, untuk itu sebagai mitra pemkot perlu mempertanyakan mekanisme pengelolaan kawasan tersebut oleh pihak ketiga ataupun Pemprov Maluku.

“Dari sisi kewenangan, itu adalah aset pemprov, tapi tangungjawabnya ada di pemkot, dalam menata dan mengelola aktivitas yang ada dalam kawasan itu. Tapi ketika itu dipertanyakan ke Dishub maupun pihak Satpol PP, dan Disperindag, dalam rapat tadi, mereka ini justru tidak dilibatkan,” ucap Tamaela.

Untuk itu kata Tamaela, patut dipertanyakan, apakah yang dilakukan pihak ketiga dibawah koordinir Pemprov Maluku itu, sesuai dengan market plate dan penataaan wilayah di kawasan Terminal Mardika itu sendiri atau tidak.

Baca Juga: DPRD Sepakat Tunda Bahas Ranperda Penyertaan Modal PT MEA

“Kami melihat, kondisi yang terjadi ini diluar dari ketentuan. Pasalnya terminal itu, fungsinya harus dikembalikan. Bukan bangun lapak di dalamnya. Selain itu soal kewenangan, kenapa itu dilakukan pihak ketiga, bahkan lewat pemprov. Ini membingungkan,” cetus Tamaela.

Menurutnya, apa yang dilakukan harus melalui koordinasi semua pihak dengan duduk bersama, bukan main eksekusi sepihak. Mengingat didalam terminal ada kehidupan lain, ada aktivitas lain, bukan hanya pedagang, tetapi juga angkutan kota.

Untuk itu, Komisi III DPRD Kota Ambon minta agar pembangunan lapak di terminal semuanya dihentikan dulu, sebab pemprov harus menjelaskan ini.

“Perusahaan yang menangani proyek itu kami minta untuk hentikan dulu. Ini yang harus diatur oleh pemkot, berkaitan dengan kewenangan pemprov yang mengelola 6 hektar, kemudian berkaitan dengan pasar, bahwa didalamnya ada MoU tahun 1989 yang harus kita lihat dulu terhadap MoU itu, dan apa ketentuannya, atau apa peraturan, dan MoU apa yang telah dilakukan. Ini wilayah kota, ibu kota provinsi, kota bagian dari provinsi dan provinsi bagian dari kota,” tegas Tamaela.

Dilain sisi lanjut Tamaela, ada sisi lemahnya pemkot, untuk itu, komisi minta pemprov melalui dinas terkait agar dapat melihat hal ini menjadi dampak bersama bagi mereka yang beraktivitas didalamnya.

Master plan dari penataan wilayah Terminal Mardika itu tentu harus bersinergi dengan tata ruang kota, dimana fungsi terminal harus dikembalikan.

“Bayangkan, sejak pembongkaran, kita tidak tahu, dibongkar seenaknya, sebagai bagian dari pemkot, kami merasa dilecehkan oleh pemprov. Oleh karena itu, kami minta, hentikan ini, sebab harus diperjelas dulu. Untuk itu atas nama komisi lewat lembaga yang terhormat ini, kami sempaikan ketegasan ini sebagai perwakilan dari masyarakat yang ada di kota ini. Ini skenario apa yang dimainkan untuk menguntungkan siapa,” tanya Tamaela.

Tamaela mengaku, ini juga berkaitan dengan retribusi, jika demikian juga, maka akan pertanyaan retribusi ini menjadi kewenagan siapa selanjutnya, itu juga harus diperjelas dan sejauh mana keterlibatan pemkot didalamnya, ini juga harus diperjelas.

“Kami akan lakukan on the spot besok (Rabu-red), untuk memastikan, dan kita akan siapkan hal ini untuk pak walikota dan sekot untuk kita duduk bersama melihat persoalan ini,” janji Tamaela.(S-25)