AMBON, Siwalimanews –  Komisi III DPRD Provinsi Ma­luku meminta aktivitas bongkar muat di Jetty CV Batu Prima di kawasan Hative Besar, Keca­ma­tan Teluk Ambon dihentikan.

Permintaan ini disampaikan Ketua Komisi III DPRD Provinsi Maluku, Anos Yeremias, saat me­lakukan on the spot, Selasa (3/3).

Turut hadir Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Laut KSOP (Kabid LALA) Kantor Kesya­bandaran Ambon, Jatras dan perwakilan CV Batu Prima.

Saat tiba di Jetty CV Batu Prima pukul 11.00 WIT, Anos langsung meminta pihak CV Batu Prima untuk menunjukan dokumen terkait de­ngan pembangunan Jetty. Dan saat melakukan pemeriksaan, ternyata izin operasional belum dikantongi, karena masih diproses di Kemen­terian Perhubungan.

Dokumen yang diperiksa antara lain izin dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku dan Amdal termasuk doku­men izin membangun Terminal Untuk Kepenti­ngan Sendiri (TUKS), yang dike­luarkan oleh Direktorat Perhubungan Laut Ke­menterian Per­hubungan ter­tanggal 27 Desem­ber 2019.

Baca Juga: 1.014 Peserta Ikut SKD CPNS KKT

“Sampai sekarang izin operasional untuk aktivitas bongkar muat belum dikeluarkan oleh Kementerian Per­hubungan sehingga kami minta agar aktivitas di Jetty ini dihentikan se­mentara sampai dikeluarkannya izin operasional itu,” tandas Anos.

Mendengar permintaan Anos, pihak perusahan tidak berkomentar apa-apa, dan hanya diam.

Melihat pihak CV Batu Prima diam, Jatras berusaha membela, dan tampil sebagai juru bicara perusahaan.

“Kita akan melakukan pengecekan ke kantor pusat, sudah  sampai di mana pusat menyikapi permohonan mereka,” ujar Jatras.

Di depan Komisi III, Jatras me­ngaku, CV Batu Prima sudah meng­antongi TUKS. Hanya menunggu izin operasional dari Kementerian Perhubungan.

“Izin TUKS sudah keluar sejak 27 Desember 2019, yang belum ada izin operasional,” ujarnya.

Padahal sebelumnya Jatras de­ngan meyakinkan menegaskan, CV Batu Prima belum mengantongi TUKS.

“Setahu kami Batu Prima se­men­tara proses izin operasional. Kalau izin lokasi memang sudah keluar. TUKS belum ada. Seseorang yang membangun Jetty tidak masalah TUKS belum ada yang penting izin lokasi sudah ada dulu, nanti diikuti dengan izin-izin yang lain,” jelas Jatras kepada Siwalima, Kamis (27/2).

Ditanya soal belum punya TUKS tapi sudah beroperasi apakah tidak menyalahi aturan, Jatras mengaku, bukan kewenangan KSOP Ambon untuk menjelaskan, karena itu wewe­nang kementerian. “Oh itu kewena­ngan kementerian ya,” kilah Jatras.

Menyoal lagi soal sejauh mana pe­ngawasan KSOP terhadap aktivitas perusahaan di bibir pantai tanpa ada izin, Jatras menegaskan, KSOP terus melakukan pengawasan dan mela­porkan ke pusat, namun menyang­kut kewenangan sanksi dan lainnya menjadi tanggung jawab pihak kementerian.

“Kita di KSOP awasi, sanksi itu jika menjadi kewenangan kita. Bu­kan kewenangan kita ya, KSOP hanya siafatnya koordinasi dan me­laporkan ke kementerian,” jelasnya.

Sementara pihak CV Batu Prima menjelaskan, kalau pengiriman batu pecah tak dilakukan setiap hari. Tergantung permintaan.  “Kalau ada orderan batu pecah kita kirim, itupun hanya di kabutan kota di Maluku, tidak keluar provinsi,” ujar lelaki yang menolak menyebutkan ident­i­tas, saat dikonfirmasi Siwalima.

Selain Jetty, Komisi III juga me­lakukan kunjungan ke lokasi peru­sahaan CV Batu Prima di Laha, Kecamatan Teluk Ambon.

Aktivitas Ilegal

Seperti diberitakan, pembangunan Jetty milik CV.Batu Prima di kawasan Hative Besar, Kecamatan Teluk Ambon diduga kuat tidak mengantongi izin dari Direktorat Jenderal Perhu­bungan Laut Kementerian Perhu­bungan alias ilegal.

Kendatipun izin Jetty belum di­kantongi, tetapi CV.Batu Prima tetap melaksanakan aktivitas bongkar muat material galian C. Di tempat ini, setiap harinya, CV.Batu Prima me­nampung material Galian C, setelah menambang di kawasan Air Sakula Desa Laha, Kecamatan Teluk Ambon.

Sayangnya, pemerintah seakan membiarkan CV.Batu Prima leluasa beraktivitas meski belum ada izin.

Sumber Siwalima di Dirjen Per­hubungan Laut menyebutkan, untuk membangun Jetty harus melalui proses tahapan perizinan. Jetty tidak serta merta langsung dibangun tan­pa pentahapan izin dari negara. Pro­vinsi tidak berhak untuk memberikan izin, karena semua itu dari pusat.

Sebagai tahap awal, harus meng­an­tongi izin TUKS. Jika TUKS su­dah dikantongi, maka membuka pe­luang untuk dimulai tahapan pengu­rusan izin Amdal, IMB dan lain-lain.

“TUKS harus ada karena jika tidak, semua orang akan mengklaim memiliki bibir pantai,” kata sumber itu, Kamis (27/2).

Untuk Kota  Ambon, menurut sumber itu, baru satu pihak swasta yang mengantongi izin TUKS, yang lain belum ada, kecuali perusa­haan milik pemerintah seperti Pelni dan Pertamina. (Mg-4)