AMBON, Siwalimanews – Klinik Kimia Farma Cabang Ambon diduga telah melanggar Undang-undang Nomor: 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.

Pasalnya, hingga kini klinik tersebut masih menggunakan nama dr Anathasia Crhistine Kurniawaty dalam rujukan pasien ke setiap rumah sakit di Ambon, padahal dokter tersebut tak lagi berpraktek di klinik tersebut.

Dokter Anastasia yang dikonfirmasi Siwalimanews di Ambon, Sabtu (18/5) membenarkan, bahwa namanya masih dipakai pihak Kimia Farma dalam rujukan pasien, sementara  dirinya tidak lagi bekerja atau berpraktek pada klinik dimaksud.

“Saya praktek disitu kurang lebih 3 tahun, dan baru pada awal April 2024 lalu saya memilih mundur, karena waktu itu ada kebijakan yang diambil oleh Kimia Farma secara sepihak, tanpa berdiskusi dengan kita sebagai dokter. Padahal, kontrak yang kita tandatangani dengan Kimia Farma itu memposisikan kita sebagai mitra. Artinya kalau mitra, sebelum ada keputusan, itu kita diajak bicara dulu, kan kita mitra,” tutur dr Anastasia.

Kebijalan dimaksud kata dr Anastasia, terkait dengan pengurangan jam kerja, yang mana itu berdampak bagi para dokter, salah satunya pada pendapatan.

Baca Juga: Kimia Farma Pekerjakan Dua Dokter Tanpa SIP

Awalnya, ia menerima kebijakan sepihak itu dengan memberikan alternatif soal pengurangan hari kerja, tetapi menambahkan jam kerja, dari 4 jam menjadi 8 jam. Namun permintaan itu ditolak oleh Kimia Farma dengan mengatakan, bahwa jika tidak mengikuti aturan itu, maka mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

“Dengan itu saya memilih mundur setelah 2 hari bekerja di bulan April itu. Dan waktu itu yang menyampaikan itu ke saya adalah Service Managernya Kimia Farma Sri Wahyuni,” jelas dr Anastasya.

Sementara terkait namanya yang masih dipakai oleh pihak Kimia Farma, baik sebagai dokter praktek maupun dalam surat rujukan pasien ke setiap rumah sakit, dr Anastasya mengaku tidak menerima hal itu. Bahkan ia pernah menyampaikan penolakan itu ke Kimia Farma, namun tak diindahkan.

“Yang pasti saya tidak terima, saya sudah mundur dan tidak lagi bekerja, kenapa nama saya masih dipakai. Fatalnya lagi. Nama saya masih dipakai beberapa kali untuk rujukan pasien ke rumah sakit. Saya ketika dihubungi oleh pihak RS baru tahu kalau nama saya dipakai untuk rujukan pasien. Yang pasti saya tidak terima dong,” tegas dr Anastasia.

Menurutnya, apapun alibi pihak Kimia Farma, tetap langkah yang mereka lakukan itu dengan mencatut nama saya serta memprektekan dokter tanpa memiliki SIP itu salah.

“Kita tidak berharap sesuatu yang buruk, tetapi jika terjadi sesuatu ke pasien misalnya, sementara nama saya yang dipakai, siapa yang akan bertanggungjawab,” tandas dr Anastasia.

Ditanya apakah apa yang dilakukan pihak Kimia Farma ini tidak menyalahi aturan, dr Anastasya menegaskan, tetap salah, sebab berdasarkan Undang-undang Nomor: 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, menyebutkan, setiap orang yang menggunakan alat, metode, atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan yang bersangkutan merupakan tenaga medis atau tenaga kesehatan yang telah memiliki STR dan/atau SIP,  dapat dipidana.

Kemudian terkait dokter yang tidak memiliki SIP, sesuai pasal 442 UU Kesehatan, menyebutkan bahwa, setiap orang yang mempekerjakan tenaga medis dan/atau tenaga kesehatan yang tidak mempunyai SIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 312 huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp500 juta.

“Itu sangat jelas. Jadi kalau ada alibi lain, yah silahkan,” ucap dr Anastasia.

Selain itu, lanjut dr Anastasia, bicara soal dokter pengganti, jika dokter yang memiliki SIP pada klinik tersebut tidak lagi praktek atau tidak praktek, maka dokter penganti harus mengantongi surat (Acc atau rekomendasi) dari dokter praktek yang memiliki SIP pada klinik tersebut.

“Setahu saya, kalau memang disampaikan sebagai dokter pengganti, maka harus ada surat Acc dari dokter yang punya SIP disitu dan itu saya. Minimal surat pendelegasian dari dokter sebelumnya selagi dokter itu berproses dengan SIPnya. Kalau memang sudah punya, maka nama saya tidak lagi dipakai,” tegas dr Anastasia.(S-25)