AMBON, Siwalimanews – Ketua Saniri Negeri Passo, Wellem Tuatanasy bersama beberapa tetua adat lainnya melakukan aksi demonstrasi di Gedung Balai Kota Ambon terkait Surat Keputusan Pem­berhentian dirinya dari jaba­tan Ketua Saniri Negeri Pas­so yang diduga melanggar aturan.

Aksi demo yang berlang­sung sekitar 45 menit pada Senin (26/8) itu, Wellem Tuatanasy bersama rekan-rekan meminta agar Penjabat Wali Kota Ambon turun ta­ngan dalam polemik yang terjadi dalam tubuh struktur Saniri Negeri Passo periode 2020-2026.  Sayangnya aksi yang dilakukan itu tidak mendapatkan respon lanta­ran Pejabat Walikota Ambon maupun pejabat lainnya sedang berada diluar daerah.

Alhasil, Tuatanasy hanya membacakan tuntutan per­nyataan sikap yang menurut Wellem mewakili Masyarakat dari Soa Adat Negeri Passo yang terdiri dari Soa Koli, Soa Moni, Soa Rinsama dan Soa Ma­seng/Soa Bebas.

“Dengan ini menyatakan sikap tidak percaya kepada penjabat Kepala Pemerintah Negeri Passo dan anggota Saniri Negeri Passo dengan adanya Surat Keputusan Nomor : 01 Tahun 2024 Tentang Perubahan Struktur Pimpinan Saniri Negeri Passo Sisa Masa Bakti 2020- 2026, tanggal 02 Agustus 2024 dan Peraturan Negeri PASSO Nomor : 03 Tahun 2024, tanggal 23 . Juli 2024 tentang Mataruma Parenta Negeri Passo, “ungkap Tuatanasy dalam per­nyataan sikapnya.

Menurut Tuatanasy, surat kepu­tusan Saniri Negeri Passo Nomor 01 tahun 2024 tentang perubahan struktur pimpinan Saniri Negeri Passo sisa masa bakti 2020-2026 tanggal 2 Agustus 2024 tidak sesuai dengan Perda Nomor 8 Pasal 68 Tahun 2017 khususnya menyangkut syarat diberhentikannya Anggota Saniri Negeri.

Baca Juga: Talud Batu Gajah Ambruk Hantam 4 Rumah

Tidak hanya itu, Tuatanasy me­nyebutkan bahwa peraturan Negeri Nomor 03 Tahun 2024, tanggal 23 juli 2024 tentang Mataruma Parenta Negeri Passo yang dibuat olah Saniri Negeri Passo kemudian ditandata­ngani oleh Pejabat Pemerintah Ne­geri Passo yang telah disahkan, sama sekali tidak diketahui oleh masyarakat adat negeri Passo.

Lebih jauh Tuatanasy meng­uraikan bahwa, Marga Sarimanella bukan sebagai Mata Ruma Parenta di Negeri Passo karena Marga Sari­manella ada pada Soa Moni bukan Soa Koli (Soa Parenta). Marga Sarimanella memang pernah menjadi Kepala Desa Passo tetapi bukan sebagai Raja Negeri Passo.

Peraturan Negeri Passo Nomor: 03 Tahun 2024 yang dibuat oleh Saniri Negeri Passo, tambah Tua­tanasy, kemudian ditanda tangani oleh Kepala Pejabat Pemerintah Negeri Passo diduga penuh dengan kepentingan pribadi dan kelompok tertentu sehingga aturan adat tidak lagi dipertahankan oleh Saniri Negeri Passo.

Dilaporkan ke Polda

Penjabat Negeri Passo, Erik Patti­nama bersama Ketua Saniri Negeri Paulus Wattimury dilaporkan ke Ditreskrimum Polda Maluku terkait dugaan pemalsuan dokumen Surat Keputusan Perubahan Struktur Ke­pemimpinan Saniri Negeri Passo sisa massa bakti 2020-2026.

Pattinama maupun Wattimury dilaporkan ke Polda oleh Wellem Tuatanasy yang merupakan ketua saniri Negeri Passo didampingi kuasa hukum, Rossa Alfaris.

Menurut Alfaris, langkah hukum yang ditempuh lantaran ada bebe­rapa hal yang diduga telah masuk dalam ranah pidana. Misalnya, ada dugaan penggunaan surat palsu dan juga terkait logo burung Garuda.

“Dalam surat pengantar, awal suratnya itu memakai lambang Pemerintah Kota Ambon, akan tetapi lembaran surat keputusan pergan­tian struktur kepengurusan Saniri Negeri dalam hal ini surat pergantian Wellem Tatanasy dari jabatan ketua saniri, menggunakan logo Garuda, “ungkap Alfaris.

Menurut Alfaris, surat dengan menggunakan burung garuda hanya dipakai oleh instansi seperti ke­mentrian. Sedangkan untuk tingkat Saniri maupun ditingkat kecamatan meski memakai lembang atau logo pemerintah kota Ambon, bukannya loo burung garuda.

Tidak hanya itu, untuk pem­berhentian atau pergantian struktur kepengurusan ketua dan anggota saniri mestinya dilakukan sesuai prosedur yaitu yang dimulai dari rapat musyawarah antar saniri ke­mudian hasil musyawarah diserah­kan kepada penjabat pemerintahan.

Selanjutnya penjabat pemerin­tahan mengusulkan kepada Penjabat Walikota Ambon melalui Kepala Kecamatan Kota Ambon hingga diteruskan kepada Walikota Ambon.

“Namun yang terjadi menurut klien saya yakni Pak Wellem Tuatanasy tidak pernah dilakukan rapat msuyawarah pergantian struktur kepengurusan. Tiba-tiba sudah ada Surat Keputusan Pergantian kepengurusan Saniri Negeri yang ditandatangani oleh saniri Negeri dan Camat, “terangnya.

Padahal, camat tidak memiliki wewenang untuk menandatangani maupun menerbitkan surat keputusan pemberhentian/pergantian struktur kepengurusan Saniri Negeri. Karena wewenang itu ada pada walikota Ambon.

Untuk itu, langkah hukum diambil untuk mengetahui asal-muasal dan bagaimana hingga surat keputusan yang diduga oleh pihaknya palsu itu dikeluarkan.

Sementara itu, Kepala Kecamatan Baguala, Kota Ambon, L Lekatompessy yang dikonfirmasi terkait tandatangannya pada surat keputusan pergantian Struktur Kepengurusan Saniri Negeri, mengakui bahwa dirinya memang menandatangani surat pengantar hasil musyawarah Saniri dan tidak menandatangani surat Keputusan.

Namun ketika disinggung beberapa kali mengenai tanda­tangannya dalam surat keputusan, Lekatompessy akui bahwa itu memang tanda tangannya tetapi tidak memperhatikan suratnya dengan jelas. (S-29)