MENURUT FAO, ketahanan pangan adalah situasi di saat setiap orang sepanjang waktu mempunyai akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap pangan yang bergizi, aman, dan cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi sesuai dengan selera budaya, untuk melaksanakan hidup yang sehat dan aktif.

Tiga pilar yang mendasari ketahanan pangan ialah ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan. Dalam pilar ketersediaan terdapat unsur produksi domestik dan impor-ekspor, sedangkan dalam pilar keterjangkauan terdapat unsur distribusi dan daya beli masyarakat.

Adapun dalam pilar yang ketiga yakni pemanfaatan terdapat unsur perbaikan pola konsumsi, diversifikasi pangan, serta perbaikan gizi masyarakat.

Indonesia, sebagai negara agraris, memiliki sejarah panjang dalam produksi dan konsumsi beras. Namun, meskipun memiliki potensi besar dalam pertanian, Indonesia masih harus mengimpor beras dari negara lain. Saat ini, Perum Bulog mendapatkan penugasan dari Kementerian Perdagangan untuk mengimpor beras sebanyak 3,6 juta ton di 2024.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras di Indonesia mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti krisis iklim, makin berkurangnya lahan pertanian akibat konversi, dan kondisi tanah serta akses pengairan. Produksi padi pada periode Januari-April 2024 turun 17,54% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Baca Juga: Pil(kadal) dan Kesadaran Kritis Rakyat

Penulis hadir dalam Kongres Pertanian Indonesia pada 23-24 September 2024 di Bogor yang diselenggarakan oleh Himpunan Alumni Fakultas Pertanian IPB University. Diskusi tentang ketahanan pangan dalam kongres tersebut dihadiri para tokoh dan pemerhati pangan, antara lain Prof Bungaran Saragih, Menteri Pertanian 2000-2004.

Persoalan petani guram yang nasibnya tidak sejahtera mengemuka dalam diskusi. Demikian pula soal impor beras. Untuk meredam gejolak harga akibat turunnya produksi pangan, cara termudah yang bisa dipilih ialah impor. Sejatinya, kalau setiap kali muncul persoalan pangan dan kemudian solusinya hanya impor, maka hal ini menunjukkan semakin tidak pedulinya kita kepada nasib petani.

Seorang sarjana yang kini menjadi petani mengeluh, bila petani sedang akan menikmati harga beras yang tinggi, pemerintah segera menetapkan kebijakan untuk melakukan operasi pasar, sehingga harga anjlok kembali dan petani (padi) akhirnya gigit jari. Pada 1970-an kesejahteraan petani dan tenaga kerja industri tidak begitu jauh berbeda. Namun, kini, keadaan tidak lagi berpihak kepada petani. Industri melaju jauh lebih cepat ketimbang sektor pertanian. Serapan tenaga kerja pertanian memang bertambah. Akan tetapi, kalau pertanian kita hanya dijejali oleh petani guram, sektor pertanian akan menjadi penyumbang kemiskinan yang signifikan.

Kesejahteraan petani hingga kini masih merupakan mimpi. Sebagai negara agaris dengan lahan pertanian luas dan potensi sumber daya alam yang melimpah, sudah selayaknya penduduk di wilayah perdesaan hidup makmur dan sejahtera. Namun, pada kenyataannya belumlah demikian. Sebagian besar masyarakat yang bermukim di perdesaan, khususnya para petani, masih banyak yang miskin.

Data BPS menyebutkan, dari total 25,9 juta penduduk miskin Indonesia per Maret 2023, sebagian besar berada di daerah perdesaan, dengan tingkat kemiskinan 12,22%.

Upaya pembangunan pertanian di Indonesia dari tahun ke tahun tak lepas dari berbagai tantangan. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa keterbatasan penggunaan teknologi pertanian menyumbang rendahnya produktivitas lahan pertanian.

Selain itu, kurangnya pendidikan di komunitas pertanian menghambat kemampuan mereka untuk mengadopsi praktik modern dan efisien. Program-program pendidikan pertanian dan pelatihan menjadi krusial untuk memberdayakan petani dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan guna meningkatkan produktivitas dan memutus siklus kemiskinan. Tak kalah penting, penyebab turunnya produksi pertanian ialah faktor bencana sebagai dampak perubahan iklim, seperti banjir dan kekeringan, yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia dan juga negara-negara lain.

Peningkatan produksi pertanian, khususnya beras, dapat dilakukan dengan memperbaiki kesuburan lahan sawah. Di samping itu, kini pemerintah sedang memprogramkan pencetakan sawah baru di Merauke, yang diharapkan dapat menambah produksi beras nasional di tahun-tahun mendatang.

Kita yang selalu bangga mengeklaim diri sebagai bangsa agraris ternyata belum bisa meraih kemakmuran dari pertanian. Kebijakan pertanian yang tepat adalah kebijakan yang berpihak kepada petani. Oleh karena itu, perumusan kebijakan di bidang pertanian harus memperhatikan dampak positip-negatifnya baik bagi petani maupun masyarakat.

Kebijakan pertanian akan menyangkut nasib jutaan petani. Fokus pembangunan pertanian ialah keberdayaan petani, daya saing produk, dan kelestarian lingkungan. Inilah paradigma baru pertanian di abad ke-21. Petani-petani guram harus diberdayakan. Lahan-lahan perkebunan yang tidak digarap dan selama ini merugi bisa diubah menjadi pertanian padi gogo. Dengan melibatkan petani untuk menggarap bekas lahan perkebunan, maka produksi beras nasional akan bertambah dan petani mendapatkan lahan garapan yang lebih luas sehingga statusnya akan naik kelas dan tidak lagi sebagai petani guram.

Menyangkut kelestarian lingkungan, sudah saatnya pemerintah memberi apresiasi kepada petani-petani yang mempraktikkan pola pertanian ramah lingkungan. Rusaknya lingkungan berarti hancurnya kehidupan di masa datang. Dan, generasi saat ini akan terus dikutuk apabila kita tidak berusaha menerapkan cara hidup yang lebih bersahabat terhadap lingkungan.

Dengan memperhatikan persoalan-persoalan besar yang akan muncul bila pemerintah salah membuat kebijakan yang menyangkut nasib petani, maka bangsa ini harus mempunyai grand design tentang pembangunan pertanian yang menguntungkan petani dan masyarakat pertanian yang lebih luas.

Dalam Kongres Pertanian Indonesia juga muncul keluhan terkait sangat banyaknya varietas padi di Indonesia sehingga menyulitkan setting mesin penggilingan. Padahal, seharusnya cukup beberapa varietas yang diperkenalkan kepada petani, dan pemerintah bersama lembaga-lembaga penelitian bisa selalu melakukan perbaikan (improvement) terhadap varietas yang ada.

Sektor pertanian adalah andalan bangsa kita. Oleh sebab itu, ciptakan kemakmuran bangsa melalui pembangunan pertanian yang tepat. Diharapkan, kebijakan pertanian di masa datang bisa lebih fokus pada usaha-usaha memperbaiki kesejahteraan para pelaku pertanian, karena sudah sangat lama para petani memimpikan hidup yang lebih baik.

Program pemerintah di bidang pangan, seperti makan bergizi gratis, akan menjadi ceruk pasar yang luar biasa besar bagi produk-produk pertanian. Petani padi, sayuran, dan buah-buahan semuanya harus siap mengantisipasi permintaan komoditas yang diperlukan dalam program ini. Kegagalan menyediakan komoditas pertanian lokal akan menguntungkan importir pangan yang secara cepat akan memenuhinya dengan pangan-pangan impor. (*)