AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Tinggi Ma­­luku tidak boleh te­bang pilih dalam peng­usutan kasus dugaan ko­rupsi dana hibah kwar­da pra­muka Maluku.

Alasan Kejaksaan Ti­nggi Maluku menunda se­mentara proses pengusutan kasus kwarda dengan alibi adanya edaran Jaksa Agung agar se­mua proses pe­nanga­nan kasus yang ber­kaitan dengan pe­serta pilkada ditunda se­mentara.

Sedangkan, jajaran Kejati Maluku yakni Kejaksaan Negeri Ta­nimbar justru me­netapkan Petrus Fatlolon yang juga salah kontestan dalam Pilkada sebagai ter­sangka kasus dugaan SPPD Fiktif.

Hal ini diungkapkan Aka­de­misi Hukum Pidana Un­pa­tti, Remon Supusepa kepada Siwalimanews melalui tele­pon selulernya, Sabtu (13/7).

Supusepa mengungkapkan, jika Petrus Fatlolon yang notabene adalah kontestan dalam pilkada bisa ditetap­kan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tanimbar, maka mestinya kasus dana kwarda harus tetap berjalan.

Baca Juga: Watubun: KPK akan Supervisi Kasus Ruko Mardika

“Dalam kaitan dengan kasus kwar­da Pramuka Maluku, semestinya kasus ini tetap berjalan dan diproses sebab orang-orang di Kwarda Pra­muka tidak berstatus sebagai salah satu kontestan dalam pilkada serentak,” tegas Supusepa.

Tahapan pilkada kata Supusepa tidak boleh menjadi alasan bagi Kejaksaan Tinggi untuk menunda proses penguatan kasus kwarda sebab walaupun ada edaran Jaksa Agung.

Surat edaran Jaksa Agung menu­rut Supusepa hanya bersifat internal, tetapi tidak boleh menggu­gurkan proses pemeriksaan perkara pidana karena akan bertentangan dengan asas peradilan cepat, se­derhana dan biaya ringan.

Selain itu, jika Kejaksaan Tinggi beralibi adanya surat edaran untuk menunda proses hukum dana kwar­da, kenapa Kejati sebagai institusi diatas Kejari tidak menunda proses hukum terhadap Petrus Fatlolon sampai pilkada selesai.

Supusepa menegaskan surat eda­ran Jaksa Agung tersebut berlaku secara umum bagi semua jajaran kejaksaan baik tinggi maupun negeri bukan hanya bagi Kejati Maluku saja.

“Justru kita mempertanyakan Kejaksaan Tinggi dengan meng­gunakan alibi seperti, masa Fatlolon bisa ditetapkan tersangka dalam tahapan Pilkada, lalu orang lain tidak bisa di proses. Ini namanya tebang pilih dan diskriminasi dalam pene­gakan hukum,” jelas Supusepa.

Keputusan menunda proses hukum dana kwarda lanjut Supusepa dapat mencoreng institusi kejaksaan kalau tidak mampu menyelesaikan dugaan korupsi ini.

Apalagi, dengan adanya perbe­daan perlakuan terhadap semua orang dalam kaitan dengan kasus dugaan korupsi dengan alasan yang tidak masuk akal.

“Semua orang sama didepan hukum tidak bisa masyarakat di proses dan yang lain tidak diproses, dengan alasan sama sementara dalam proses pilkada,” pungkasnya.

Supusepa pun meminta adanya perhatian dari Komisi Kejaksaan dan Ombudsman untuk bisa meng­awasi proses ini, agar jangan sampai ada hal lain dibalik proses hukum yang menghalangi sehingga dicari alasan dengan proses Pilkada itu.

Tangguhkan

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus dugaan korupsi dana hibah APBD Provinsi Maluku ke Kwarda Maluku akan ditangguhkan sampai selesai Pilkada.

Ditangguhkan kasus yang turut diduga melibatkan Widya Pratiwi, istri mantan Gubernur Maluku, Murad Ismail itu dilakukan dengan dalil untuk menjaga stabilitas jelang Pilgub Maluku yang akan berlang­sung bulan November nanti.

“Berdasarkan aturan internal untuk menghindari black campaign, maka seluruh jajaran kejaksaan diminta untuk menunda perkara yang melibatkan peserta pemilu, baik calkada, capres, dan caleg. Oleh karena itu maka penyelidikan kwarda pramuka sementara ditangguhkan sampai seluruh tahapan proses pemilu selesai,” ucap Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Aizit P Latuconsina kepada wartawan di Ambon, Rabu, (8/5) 2024 lalu.

Penangguhkan penahanan kasus itu juga, kata Aizit, dikarenakan turut melibatkan peserta pemilu, etah siapa yang dimaksudkan dalam hal ini, namun disinyalir melibatkan orang tertentu, entah Widya ataukah Murad yang merupakan mantan Gubernur Maluku.

“Pilkada ini kan tidak terlepas juga dari pileg dan didalam kasus kwarfa pramuka itu ada melibatkan peserta pemilu, sehingga penyelidikan perkara kwarda dipending, tetapi bukan dihentikan hanya semen­tara,” kilah Aizit. (S-20)