AMBON, Siwalimanews – Proses kasus penganiayaan yang menimpa korban berinisial MM oleh pelaku dengan inisial DS warga Haria, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah akhirnya dihentikan jaksa.

Penganiayaan dipicu rasa cem­buru dimana pelaku mencurigai korban telah selingkuh dengan suaminya.  Tidak terima dianiaya, korban akhirnya melaporkan kasus itu untuk diproses hukum.

Kejaksaan Negeri Cabang Sapa­rua yang memproses kasus peng­aniayaan yang dilakukan oleh DS.

Namun dalam perjalanan, kasus ini akhirnya dihentikan setelah kedua pihak sepakat berdamai.

“Setelah berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Maluku, Kejak­saan Negeri Cabang Saparua akhir­nya memutuskan menghentikan ini,” ujar Kasipenkum dan Humas Kejati Maluku, Ardy.

Baca Juga: Jaksa Ekspos Kasus BRI Namlea di BPKP

Ia mengaku keputusan penghen­tian penuntutan ini dilakukan setelah dilakukan berdasarkan Keadilan Restoratif dalam Perkara 351 ayat (1) KUHP dari Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Ambon di Saparua melalui video conference di lantai II Kantor Kejakti Maluku, Senin (23/9).

Dalam Video Conference itu juga Wakajati Maluku Jefferdian didampingi Kabag TU Ariyanto Novindra, Koordinator Fajar dan Kasi Oharda Hadjat, menerima usulan permohonan persetujuan penghentian penuntutan berda­sarkan Keadilan Restoratif dalam Perkara 351 ayat (1) KUHP dari kepala cabang Kejaksaan Negeri Ambon di Saparua.

Menurutnya, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Ambon di Saparua Achmad Bhirawa Bissawab, dalam pengajuan permohonannya juga disambungkan ke Direktur Oharda pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Nanang Ibrahim Soleh, yang didampingi Pejabat Struktural Bidang Oharda pada Kejaksaan Agung.

Lebih jauh Ardy memaparkan, dalam penghentian penuntutan yang melibatkan tersangka “DS” merupakan seorang ibu rumah tangga sedangkan MM merupakan korban yang bertetangga.

“Kronologinya terjadi di Negeri Haria yang mana tersangka DS melakukan penganiayaan kepada MM karena lantaran diduga korban berselingkuh dengan suami DS,” terangnya.

Ia mengaku, dugaan DS itu hanya kesalahpahaman semata. Alhasil, setelah mengetahui yang sebenarnya, tersangka kemudian menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada Korban.

Adapun alasan yuridis diajukannya permohonan persetujuan penghentian penuntutan berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Jaksa Agung Nomor: 15 Tahun 2020 yakni tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.

“Tidak hanya itu, baik tersangka dan juga korban telah bersepakat untuk berdamai dan ancaman pidana dalam perkara tersebut dibawah 5 tahun penjara,” ujarnya.

Lanjutnya, berdasarkan syarat dan ketentuan yuridis yang diajukan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Ambon di Saparua dalam perkara dimaksud, maka Direktur Oharda pada Jaksa Jampidum Kejaksaan Agung dan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, bersepakat untuk menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.(S-29)