AMBON, Siwalimanews – Penyidik Kejaksaan Negeri Ambon terus mencari dan menggali bukti dugaan korupsi penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah pada SMP Ne­geri 9 Ambon tahun anggaran 2020-2023.

Setelah kasus ini naik penyidikan beberapa bulan lalu, penyidik telah memeriksa sebanyak 40 saksi.

Demikian diungkap­kan kasi Intel Kejari Ambon, Ali Toatubun kepada Siwalima me­lalui sambungan tele­ponnya, Selasa (6/8).

“Dalam kasus dugaan tin­dak pidana korupsi yang bersumber dari anggaran BOS SMP Negeri 9 Ambon kini penyidik telah memeriksa sekitar 40 saksi,” ujarnya

Toatubun menegaskan, Jumat (2/8) penyidik telah memeriksa kepala sekolah. Pemeriksaan ini masih berlangsung

Baca Juga: Berkas Oknum Polisi Cabul Masuk Jaksa

Toatubun mengungkapkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Ke­uangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku untuk dilakukan penghitungan kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus ini.

“Kerugian negara sementara sudah ada, untuk kerugian pasti kita telah berkoordinasi dengan pihak BPKP untuk mengaudit kerugian negaranya,” kata Toatubun

Diketahui, dugaan tindak pidana dana BOS SMP Negeri 9 ini bermula pada Tahun 2020 sampai Tahun 2023 SMP Negeri 9 Ambon memperoleh dana BOS dari Kementerian Pendidikan, Kebu­dayaan, Riset dan Teknologi miliaran rupiah dengan rincian, Tahun 2020 Rp1. 498.638.309, Tahun 2021 Rp1. 563.375.000, Tahun 2022 Rp1. 474.514.185 dan Tahun 2023 sebesar Rp1. 524.991.915.

Dana BOS SMP Negeri 9 Ambon diterima melalui transfer rekening pada bank BPDM Cabang Ambon Nomor rekening 0103138667 atas nama 60101990 SMP Negeri 9 Ambon yang masuk secara 3 kali tahapan, baik itu di tahun 2020 sampai dengan tahun 2023.

Namun dana BOS yang masuk pada rekening Sekolah SMP Negeri 9 dilakukan proses pencairan anggaran oleh bendahara dan kepala sekolah yang kemudian anggaran tersebut dimasukan ke dalam brankas sekolah.

Diduga dana itu dikelola sendiri oleh kepala sekolah dan bendahara dimana kunci dipegang oleh kepsek sedangkan nomor kode brankas diketahui oleh bendahara.

Namun dalam pengelolaannya jaksa menemukan sejumlah fakta yang diduga merupakan tindak pidana korupsi.

Pertama tidak pernah dibentuk tim dana BOS, dan tidak pernah diada­kan rapat penyusunan RKAS (Rencana Kerja Anggaran Sekolah), yang melibatkan komite sekolah dan dewan guru.

Diduga RKAS dibuat sendiri oleh kepala sekolah, bendahara dengan dibantu oleh satu orang operator sekolah tanpa mendapat per­setujuan komite sekolah dan dewan guru.

Berikutnya ialah Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) yang dibuat, tidak sesuai dengan laporan realisasi.

Penggunaan anggaran tidak sesuai dengan bukti-bukti pem­belanjaan yang tertuang dalam laporan pertanggungjawaban.

Tak hanya itu, dalam laporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOS TA 2020 s/d 2023 dite­mukan ada pertanggungjawaban fiktif, dengan besaran anggaran Rp100.901.080 dan adanya selisih sebesar Rp937.620.527 sehingga jaksa menemukan adanya dugaan kerugian negara sementara sebesar Rp1.038.521.607. Dari nilai kerugian sementara itu akhirnya kasus tersebut dinaikkan sta­tusnya dari penyelidikan ke tahap penyidikan.

Selain itu, berdasarkan hasil ekspos penyelidik, sesuai dengan Pasal (1) Angka (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi sekaligus, menemukan tersangkanya maka penyelidik telah bersepakat dan meningkatkan kasus tersebut ke tahap penyidikan. (S-26)