AMBON, Siwalimanews – Sidang lanjutan kesus dugaan korupsi dana BOS dengan terdakwa kepala SMPN 9 Ambon Lona Parinussa kembali digelar di Pengadilan Negeri Ambon, Kamis (27/3).

Sidang dengan agenda tanggapan terhadap eksepsi yang diajukan penasehat hukum terdakwa itu dipimpin majelis hakim yang diketuai Hakim Wilson Sriver didampingi dua hakim anggota lainnya.

Jaksa Penuntut Umum Donald Retob saat membacakan tanggapan atas eksepsi penasehat hukum terdakwa menegaskan, surat dakwaan Lona Parinusa dalam kasus dugaan korupsi dana BOS pada SMPN 9 Ambon sudah sesuai mekanisme dan aturan.

JPU juga memastikan, bahwa penasihat hukum terdakwa dalam materi eksepsi yang menyebutkan bahwa ketidakadilan dalam proses hokum, dimana langkah penyidik pada Kejari Ambon dalam permeriksaan terdakwa Lona Parinusa dengan membuat ketidakadilan tidaklah benar.

“Setelah mencermati alasan keberatan yang diajukan penasihat hukum terdakwa tersebut, terlihat dengan sangat jelas bahwa, penasihat hukum terdakwa kurang memahami atau tidak memahami apa yang harus djadikan alasan dalam mengajukan eksepsi terhadap surat dakwaan kami penuntut umum, sehingga penasihat hukum terdakwa membangun narasi yang menyesatkan dengan menyatakan bahwa, terdakwa tidak pernah diperiksa terlebih dahulu sebagai saksi akan tetapi terdakwa langsung diperiksa sebagai tersangka,” tandas JPU.

Baca Juga: Terima Akte Notaris, Inilah Empat Pejabat Baru Bank Maluku-Malut

Hal tersebut, menurut JPU sangat bertentangan dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya, dimana sebelum sampai pada tahap persidangan, seluruh proses pemeriksaan terhadap terdakwa dalam tahap penyidikan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, sehingga terdakwa bisa dihadapkan dipersidangan dengan surat dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum.

Itu dibuktikan dengan BAP saksi dalam tahap penyidikan pada tanggal 27 Februari 2025 yang ditandatangani terdakwa dalam kapasitas sebagai saksi dan terlampir dalam berkas perkara terpisah atas nama saksi Yuliana Putilehalat dan saksi Mariantje Laturete dalam perkara a guo,” beber JPU.

Dengan mendasari ketentuan pasal 143 ayat (2) KUHAP dihubungkan dengan surat dakwaan terhadap terdakwa Lona Parinusa yang telah dibacakan didepan persidangan pada hari Senin tanggal 17 Maret 2025, sama sekali tidak terdapat cacat formil, dimana surat dakwaan telah diberi tanggal dan ditandatangani oleh penuntut umum, serta berisi nama lengkap, tempat tanggal lahir, umur atau tanggal lahir, janis kelamin, kebangsaan tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa yang telah dibenarkan oleh terdakwa sendiri pada saat persidangan.

“Dengan demikian, maka terhadap keberatan tim penasihat hukum terdakwa sudah seharusnya tidak dapat diterima dan harus diabaikan,” tegas JPU.

Untuk itu, JPU dalam kesimpulannya, minta agar majelis hakim dalam putusan selanya menyatakan, bahwa surat dakwaan telah disusun sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan oleh karena surat dakwaan tersebut dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara.

“Menetapkan eksepsi atau keberatan dari penasihat hukum terdakwa dinyatakan tidak dapat diterima dan ditolak, serta meminta agar majelis hakim menetapkan, bahwa pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan,” pinta JPU.

Usai membacakan tanggapannya, majelis hakim kemudian menunda sidang hingga, Kamis (10/4) dengan agenda pembacaan putusan sela.(S-29)