AMBON, Siwalimanews – Jaksa Penuntut Umum Kejari Tanimbar siap mengiring anggota DP­RD, Inspektorat dan BPK Perwakilan Malu­ku, yang diduga turut menikmati dana SPPD Fiktif Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

Langkah itu diambil Kejari KKT, menin­dak­lanjuti perintah majelis hakim Pengadilan Tipi­kor Ambon, yang dike­tuai Harris Tewa untuk menghadirkan para penerima suap tersebut.

Permintaan hakim ini di­sebabkan sejumlah saksi da­lam keterangannya di persi­da­ngan, Senin (20/11) menye­butkan, 4 oknum anggota DPRD KKT berinisial, NL, WL, IZ, dan MA, Kepala Inspek­to­rat, JH dan BPK Perwakilan Maluku.

Demikian diungkapkan, Kasi Intel Kejari KKT, Agung Nugroho saat dikonfirmasi Siwalima melalui tele­pon selulernya, Selasa (21/11).

Nugroho menegaskan, akan me­nyurati pihak-pihak yang disebut­kan dalam persidangan Senin (20/11) kemarin untuk dihadirkan pada persidangan pekan depan.

Baca Juga: Oknum Anggota DPRD, Inspektorat dan BPK Terima Uang

“Pada dasarnya kami tindaklanjuti arahan hakim untuk hadirkan para sumber yang namanya disebutkan di dalam ruang sidang,” tegasnya.

Dikatakan, Kejari Tanimbar telah menjadwalkan pemanggilan terha­dap para sumber itu.

“Dalam waktu besok atau lusa kita akan layangkan surat untuk mereka agar bisa hadir di persidangan,” sebutnya.

Nugroho yakin, beberapa ang­gota DPRD, Inspektorat maupun BPK akan kooperatif. Karena seba­gian sudah menyatakan siap hadir.

“Kami yakin mereka kooperatif dan sebagian juga sudah mengaku bersedia jika dipanggil, sehingga kami yakin sebagai warga negara yang baik akan taat dan patuh ter­hadap hukum yang berlaku, apalagi rata-rata adalah pejabat publik,” ujarnya.

Sebelumnya, saksi Albian Tou­welly dalam persidangan di depan majelis hakim dan JPU mengakui, ada sejumlah pejabat yang terima uang hasil kebijakan dari SPPD fiktif,  bahkan BPK disebut terima 350 juta melalui Kepala Inspektorat Tanim­bar, JH.

“Dapat saya jelaskan bahwa saya pernah mengantarkan uang di tahun 2020 itu kepada sejumlah anggota DPRD seperti NL, WL, IZ, dan MA. Untuk nilainya saya tidak tahu sebab saya hanya disuruh antar,” ujarnya.

Dikatakan, selain anggota DPRD, Kepala Inspektorat juga sebagai perantara menerima uang untuk diberikan kepada BPK Wilayah Maluku.

“Sama halnya dengan anggota DPRD, Kepala Inspektorat, JH juga menerima uang untuk diberikan kepada BPK, tetapi saya tidak tahu jumlahnya,” ujarnya.

Sementara itu, mantan Kepala BPKAD, Jonas Batlayeri mengaku memberikan uang 350 juta kepada Kepala Inspektorat JH.

“Izin, dapat saya jelaskan meleng­kapi keterangan Touwelly bahwa benar, saya yang menyuruh saksi untuk menyerahkan uang kepada BPK melalui Kepala Inspektorat Tanimbar JH senilai 350 juta, karena waktu itu perwakilan BPK bersama pak Kepala Inspektorat bertemu di ruangan saya, dan meminta uang itu dan hari itu juga saya cairkan, dan menyuruh saksi Albian Touwelly untuk mengantarkannya. Semua uang ini berkat kebijakan dari SPPD ini, “ kata Batlayeri.

Sementara itu, Kepala Inspektorat Kepulauan Tanimbar, Judith Huwae yang dikonfirmasi Siwalima, Selasa (21/11) mengaku, jika keterangan tersebut benar adanya, namun menurutnya nominal tersebut tidak sebesar itu.

JH sapaan akrab Huwae menya­takan siap dihadirkan di persidangan untuk dimintai keterangannya jika diundang jaksa.

“Benar bahwa yang disampaikan mereka itu benar, tapi untuk nilainya tidak sebesar itu. Saya siap sebagai warga negara yang baik yang patuh terhadap hukum jika diminta untuk hadir dan memberikan kesaksian saya siap,“ tegas JH

Bantah

Terpisah, anggota DPRD, IS yang tak lain Ivonnyla Khrisna Sinsu mengklarifikasi namanya disebut­kan dalam persidangan, sebagai orang yang turut menikmati uang tersebut.

Kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (21/11) politisi asal PKB itu mengaku, dirinya sama sekali tidak menerima uang sesuai dengan yang disebutkan  saksi Albian Touwelly.

Kata dia, Albian Touwelly sama sekali tidak dikenal, sehingga ba­gaimana mungkin dirinya bisa dilibatkan dalam menerima uang SPPD fiktif tersebut.

“Saya sangat kaget ketika nama saya diberitakan. Ini disebut pen­cemaran nama baik. Orangnya saja saya tidak pernah kenal bagai­mana bisa dengan enaknya menyebutkan nama saya dalam persidangan?. Ini justru lebih aneh, “Ungkapnya.

Dikatakan, dirinya melalui kuasa hukum akan melaporkan tindakan tersebut karena masuk unsur pen­cemaran nama baik.

“Ini sudah masuk unsur pence­maran nama baik, alasanya kami tidak saling mengenal dan saya juga tidak pernah bertemu dengan yang bersangkutan, tetapi dengan se­enak­nya sebut nama saya dalam persidangan kemarin,” tuturnya.

Dia menilai, ini bagian dari per­mainan politik untuk menjatuhkan kredibilitas dan kapabilitasnya.

Siap Hadir

IZ juga mengaku dirinya akan siap hadir dalam persidangan sebagai warga Negara yang taat hukum.

“Lebih tepatnya mungkin itu orderan murahan yang sengaja di­mainkan. Dengan demikian sebagai warga negara yang taat terhadap hukum, saya siap jika akan diminta untuk memberikan keterangan di­muka pengadilan,”tegasnya.

Bantah Terima Uang

Tak hanya IZ, Anggota DPRD MA yang tak lain Markus Atua me­lalui kuasa hukumnya Rony Sian­ressy juga mengklarifikasi tudingan terhadap kliennya yang disebutkan dalam persidangan menerima uang hasil korupsi SPPD Fiktif BPKAD Kepulauan Tanimbar.

Menurut Ronny, di tahun 2020 kliennya banyak menghabiskan wak­tunya di ibu kota sehingga tudingan menerima uang tidaklah benar.

“Klien saya di tahun 2020 banyak waktunya yang dihabiskan di Jakarta, sehingga kami sangat yakin tidak mungkin klien saya terima duit,” ungkap Sianressy

Dikatakan, berdasarkan ketera­ngan dari kliennya informasi yang dikemukakan dalam ruang sidang dapat dikategorikan sebagai pence­maran nama baik. Untuk itu pihaknya sedang menelaah ketera­ngan saksi Albian Touwelly untuk dilakukan upaya hukum.

“Untuk orangnya, (Saksi Albian-red) klien kami mengaku tidak per­nah bertemu dengan yang bersang­kutan. Harus diingat juga bahwa keterangan yang diutarakan dalam persidangan dilakukan dibawah sumpah dan itu ada konsekuensi hukumnya jika keterangan itu tidak benar,” tegasnya.

Dengan demikian saksi harus dapat membuktikan lokus penye­rahan uang itu, misalkan tempat, tanggal dan waktu penyerahan uang itu serta nilai yang diberikan, jangan hanya sebut terima tetapi nilai yang diberikan tidak disebutkan.

“Nah dari hal ini kami bisa me­nganggap ini sebagai bentuk pence­maran nama baik, sehingga kami sedang pelajari keterangan saksi tersebut dimana jika ada delik hukumnya maka akan kami tempuh jalur hukum,” cetusnya

Dikatakannya, terhadap ketera­ngan saksi mestinya dipertanyakan alasan apa dan kepentingan apa sehingga nama kliennya disebut.

“Memang benar ini keterangan dalam persidangan hanya saja kita perlu mempertanyakan. Pertama jika pernyataan ini di tingkat penyidikan atau sebelumnya diberikan ketera­ngan dalam BAP oleh jaksa penyidik, maka sudah pasti sebelum kasus ini masuk pengadilan klien saya sudah di panggil untuk dimintai klarifi­kasinya.

Namun jika tidak, maka perlu di­pertanyakan ada apa dan mak­sudnya apa sehingga nama kliennya disebutkan di pengadilan. (S-26)