AMBON, Siwalimanews – Mantan pelaksana tugas Kadis Keseha­tan Buru, Ismail Uma­sugi, ditahan pe­nyi­dik Ditreskrimsus Polda Maluku.

Umasugi digiring di rutan Polda Maluku, Ka­mis (14/11), setelah dite­tapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan ko­rupsi pengadaan Alat Kesehatan Mini Central Oxygen System pada Dinas Kese­hatan Buru tahun angga­ran 2021.

Adik kandung mantan Bupati Buru Ramly Uma­sugi, diketahui sebagai ak­tor utama kasus dugaan korupsi pengadaan 6 unit Mini Central Oxygen System senilai Rp9.6 milliar.

Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Hujra Soumena dalam keterangan persnya di Mako Krimsus Polda Maluku, Kamis (14/11) mengungkapkan, Umasugi ber­peran sebagai pengguna anggaran sekaligus pejabat pembuat komit­men (PPK) pada proyek tersebut.

Tindak pidana korupsi tersebut berawal pada Juni hingga September 2021, dimana Umasugi menan­da­tangani kontrak pengadaan 6 unit Mini Central Oxygen System Rp 9.6 milliar. Dalam waktu 9 hari, penga­daan alat kesehatan tersebut disele­saikan PT Sani Tiara Prima selaku penyedia.

Baca Juga: Dewan Minta BKN Beri Sanksi bagi 3 Kadis 

Setelah pekerjaan selesai, pada November 2021 diajukan SPM untuk pencarian anggaran Rp9.6 milliar. Namun kondisi keuangan di Dinkes Buru mines sehingga pagu anggaran pengadaan 6 unit alat tersebut dijadikan hutang di tahun 2022.

“Setelah dijadikan hutang pada Februari 2022, diajukan lagi SPM untuk dilakukan pembayaran, namun setelah dilakukan koreksi dengan syarat-syarat yang ada dinyatakan dokumen belum lengkap,” jelas Soumena.

Parahnya pada Maret 2022, Dinkes Buru kembali mengajukan SPM namun di dalam SPM sudah tidak tercantum PT Sani Tiara Prima selaku penyedia yang telah menyelesaikan pengadaan alat, tetapi tercantum nama CV Sani Medica Jaya yang kemudian dilakukan pembayaran sebesar Rp3.204.730.942.

“Nah pada  PT Sani Tiara Prima tidak dicantumkan nomor rekening, yang dicantumkan nomor rekening CV Sani Medica Jaya dan dibayar pun ke CV Sani. Ini kan kasihan orang kerja sudah keluar duit pa­dahal hasil didapat uang ditransfer ke rekening lain, disini tugas dari pengguna anggaran yang merangkap PPK harus melakukan kroscek, sehingga saat anggaran cair betul-betul dirujukan kepada penyedia,” katanya.

Soumena menyebutkan, dari 9.6 milliar pengadaan alat kesehatan, Dinkes Buru baru membayar sebesar Rp3.2 milliar, sehingga 6.4 milliar masih menjadi hutang.

“Jadi dalam kasus ini tersangka memberikan kepercayaan kepada Djumadi (tersangka sebelumnya) untuk membuat nilai HPS dan mengendalikan kontrak pengadaan.

Umasugi juga menandatangani SPM dengan tujuan pencairan kepada CV Sani Medica Jaya senilai Rp3.204.730.942 yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan, atas kepentingan dari Djumadi selaku PPK yang mengakibatkan terjadi kesalahan pembayaran kepada pihak CV Sani Medica Jaya, yang bukan merupakan perusahaan yang melakukan perikatan dan kontrak kerja untuk pengadaan alat tersebut.

Atas perbuatan tersangka terjadi kerugian negara sebesar Rp2.869.690.889. Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya tersebut tersangka langsung ditahan untuk proses hukum lebih lanjut.

Dua Tersangka

Seperti diberitakan sebelumnya, Ditreskrimsus Polda Maluku menetapkan dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan kesehatan Mini Central Oxygen System pada Dinas Kesehatan Kabupaten Buru.

Kedua tersangka yaitu, mantan Kasubbag Perencanaan dan Keuangan Dinas Kesehatan Kabupaten Buru dan juga mantan Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-OPD) Dinas Kesehatan Kabupaten Buru, Djumadi Sukadi alias Madi dan Direktur CV. Sani Medika Jaya Atok Suwarto alias Atok.

Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku menggelar perkara dan ditemukan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka.

“Setelah gelar perkara kasus ini Kita tetapkan dua tersangka, yakni PPK dan Kontraktor,”jelas Dirkrimsus Polda Maluku Kombes Hujra Soumena dalam keterangan persnya kepada wartawan di Mako Ditreskrimsus Polda Maluku, Rabu (9/10).

Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara BPK RI nomor 36/LHP/XXI/2024 tanggal 15 Agustus 2024, terjadi kerugian negara sebesar Rp2.869.690.889.

Soumena menyebutkan, modus operandi yang dilakukan tersangka Djumadi Sukadi  alias Madi selaku PPK SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten Buru yaikni, melakukan proses pencairan anggaran pengadaan alat kesehatan kesehatan Mini Central Oxygen System pada Dinas Kesehatan Kabupaten Buru Tahun Anggaran 2021 tidak sesuai ketentuan.

“Tersangka Madi ini dibantu oleh tersangka Atok Suwarto alias Atok mendistribusikan anggaran tersebut, untuk kepentingan pribadinya, untuk memuluskan kejahatan mereka. Tersangka membuat dan menandatangani surat permintaan pembayaran, berita acara pembayaran, berita acara pemeriksaan pekerjaan, dan berita acara serah terima pekerjaan atas nama Setiyono selaku Direktur PT Sani Tiara Prima, serta menandatangani kwitansi atas Direktur CV Sani Medika Jaya tanpa sepengetahuan yang bersangkutan,” tutur Soumena.

Lanjut Soumena, tersangka Madi memasukkan rekening lain yaitu CV Sani Medika Jaya milik Atok Suwarto dan bukan PT.Sani Tiara Perima selaku Perusahaan yang berkontrak.

Tersangka Djumadi juga memerintahkan tersangka Atok selaku pemilik CV Sani Medika Jaya mendistribusikan uang kepada pihak-pihak yang tidak terkait dengan pengadaan Mini Central Oxygen System yang diterima dalam rekening CV. Sani Medika Jaya senilai Rp 2.869.690.889.

“Parahnya, uang pembayaran pengadaan Mini Central Oxygen System senilai Rp 2.869.690.889 itu bukan digunakan sesuai peruntukan namun untuk kepentingan pribadi,” ungkapnya.

Sementara itu, untuk tersangka  Atok selaku Pemilik CV Sani Medika Jaya diperintahkan  tersangka  Madi untuk membantu secara aktif mendistribusikan uang kepada pihak-pihak yang tidak terkait dengan Pengadaan Mini Central Oxygen System yang diterima dalam rekening CV Sani Medika Jaya senilai Rp 2.869.690.889.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 55 KUHPidana. (S-10)