AMBON, Siwalimanews – Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Maluku Saleh Tualeka menegaskan, Klinik Kimia Farma tidak boleh memperkerjakan dokter tanpa Surat Ijin Praktek atau SIP.

Pasalnya, sesuai aturan, setiap dokter wajib mempunyai SIP, sebelum melakukan praktek di fasilitas kesehatan manapun.

“Itu sangat tidak boleh. Karena secara regulasi, semua dokter yang akan melakukan praktek kedokteran, itu diwajibkan mengurus SIP, dan SIP itu dasarnya kan STR, artinya ada STR baru dilanjutkan dengan pengurusan SIP, dan satu dokter hanya diberikan 3 salinan STR, dan hanya bisa di tiga tempat praktek,” jelasnya.

Itupun kata Tualeka, tidak membedakan apakah itu rumah sakit ataupun klinik, yang pastinya total tempat praktek seorang dokter itu dibatasi hanya 3 saja.

“Jadi tidak bisa karena dia di klinik A lalu dia bisa pakai SIP nya di klinik B, itu tidak bisa,” tandasnya.

Baca Juga: Diguyur Hujan Tiga Hari, Desa Algadang Terendam Banjir

Selain itu kata Tualeka, alasan apapun tak dapat ditolerir adalah, seorang dokter tidak bisa menggunakan SIPnya dari satu faskes, atau faskes dimana dokter itu bekerja sebelumnya, ke faskes lain sebagai tempat prakteknya yang baru.

“SIP itu personal, dan itu harus satu SIP untuk satu faskes. Jadi misalnya dia punya SIP di RS Bhayangkara itu hanya berlaku di Bhayangkara saja. Ketika dia ke faske lain tidak bisa dia bawah SIP Bhayangkara,” jelas Tualeka kepada Siwalimanew melalui telepon selulernya, Sabtu (18/5).

Ia menegaskan, berdasarkan informasi yang diperolehnya ini bahwa, Klinik Kimia Farma mempekerjakan seorang dokter tanpa SIP, maka dirinya akan menyampaikannya ke IDI cabang untuk melakukan kroscek.

Ditanya soal apakah ada sanksi bagi dokter yang melakukan praktek tanpa SIP, Tualeka menegaskan, secara internal, pihaknya akan membahas persoalan ini terlebih dahulu untuk memastikan kebenarannya.

“Secara internal, ini akan kita bahas dengan memastikan terlebih dahulu, kalaupun ini terkait kesalahan administrasi, maka dokter itu harusnya diberhentikan sementara dulu sambil mengurus kelengkapannya,” jelasnya.

Sementara dari sisi pengawasan menurut Tualeka, mengingat yang berkewengan mengeluarkan SIP adalah Dinas PTSP Kota Ambon dengan tetap berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Ambon, maka dari pengawasan, mestinya dilakukan oleh Dinas Kesehatan.

Untuk itu, seharusnya, Dinkes Kota juga punya data tentang sebaran dokter yang berpraktek pada semua faskes di Ambon, sehingga mereka tahu, bahwa dokter yang praktek di klinik atau RS tertentu, harus dipastikan mereka memiliki SIP

“Jadi harus ada peran pengawasan oleh Dinas untuk bagaimana memastikan pemberi layanan, dalam hal ini dokter, dalam melakukan praktek kedokteran harus punya SIP. Kalaupun disampaikan bahwa dua dokter umum itu adalah dokter pengganti, kemudian SIPnya dalam proses pengurusan, dan mereka sudah mengantongi surat keterangan dari Dinas Kesehatan, itu juga harus dipastikan dapat suratnya, dari mana mereka memperbolehkan praktek, terus instruksinya itu juga dari mana, semuanya harus tertulis dengan jelas,” cetusnya.

Menurutnya, jika surat-surat yang dimaksudkan oleh pihak Kimia Farma betul adanya, dan itu diterbitkan oleh Dinkes, namun setahunya, bahwa sejak tahun kemarin, Dinkes tidak lagi mengeluarkan SIP sementara, sehingga 6 bulan sebelum SIP berakhir, itu sudah harus ada pengurusan dengan pengurusan awal adalah perpanjangan STR, untuk kelanjutan pengurus SIP.

“Jadi tanggung jawab pengawasan ada di Dinkes Kota dan PTSP sebagai instansi pemberi izin (SIP). Sedangkan IDI selaku organisasi profesi, punya tanggungjawab besar secara internal untuk menghimbau kepada semua dokter, agar dalam melakukan praktek kedokteran (pelayanan) wajib memiliki SIP dengan memperhatikan ketentuan regulasi yang berlaku. Karena apapun kelalaian dari itu, menjadi, ketidakpatuhan terhadap aturan,” tegasnya.(S-25)