Harapan Rakyat Maluku Terhadap Profil Pemimpin Lima Tahun Kedepan
Menyambut ke-79 HUT RI
Pemimpin dan Kepemimpinan (Leader and Leadership) . Pemimpin (Leader): “Ing Ngarsa Sung Tuladha (Di depan menjadi teladan), Ing Madya Mangun Karsa
(Di tengah memberi bimbingan), dan Tut Wuri Handayani (Di belakang memberi dorongan)” (Ki Hajar Dewantara)
Kepemimpinan (Leadership) “Kemampuan mempengaruhi untuk mencapai tujuan bersama, sesuai visi yang ditetapkan” (Robbins).
Sesuai Jadwal KPU (Tahapan Penyelenggaraan), 27-29 Agustus 2024 KPU akan membuka Pendaftaran Pasangan Calon Gubernur/Wakil Gubernur (PKPU No. 2 Tahun 2024 Tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024). Sejumlah pasangan partai politik akan pendaftarkan Pasangan Calonnya masing-masing.
Proses politik lima tahunan ini tentu menyita perhatian publik Maluku karena akan menentukan nasib daerah dan rakyat Maluku lima tahun ke depan. Opini (pikiran) ini memberi perhatian secara khusus dan obyektif dari aspek akademis semata (tanpa memiliki pretensi/kepentingan politik tertentu) kepada pemimpin Maluku, dalam hal ini Gubernur/Wakil Gubernur Maluku lima tahun ke depan yang menjadi harapan rakyat Maluku.
Baca Juga: Mengenal Pemetaan Bahasa: Upaya Pendokumentasian Bahasa di IndonesiaJika sedikit menoleh ke belakang, setelah memegang jabatan Gubernur/Wakil Gubernur Maluku lima tahun sejak 2019-2024 (24 April 2019 – 24 April 2024), janji pasangan Gubernur/Wakil Gubernur (Murad-Orno dengan jargon Baileu) untuk melaksanakan dan merealisasikan program-program prioritas dan strategis mereka pada saat kampanye 2018 dapat dikatakan tidak sepenuhnya direalisasikan.
Malah saat setelah Pidato Perdana di dalam Sidang Istimewa DPRD Provinsi Maluku April 2019, Murad Ismail menyampaikan pernyataan pers kepada awak media bahwa akan memberantas kemiskinan serta memaksimalkan sumber daya alam yang ada untuk mensejahterakan rakyat Maluku.
Sebut saja beberapa di antara program prioritas penting dan strategis, yakni Pemindahan ibukota Provinsi Maluku ke Seram (Makariki), Pengembangan RSUD menjadi RSUD Pusat Bertaraf Internasional, Peningkatan Status Puskesmas Biasa menjadi Puskesmas Rawat Inap di Daerah Terpencil dan Terjauh, Beda Rumah untuk Keluarga Miskin, mengupayakan Maluku menjadi Provinsi Kepulauan, dan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN). Namun tidak dapat dipungkiri bahwa program-program prioritas dan strategis tersebut tidak sempat direalisasikan sepenuhnya.
Malah di akhir-akhir kepemimpinan mereka kemiskinan (jumlah penduduk miskin) naik, yakni Tahun 2022 15,79%, 2023 naik menjadi 16,42%, serta meninggalkan beban utang daerah ratusan miliar yang tentu akan memengaruhi postur anggaran APBD tahun-tahun berikutnya.
Padahal jumlah yang cukup besar itu, seharusnya bisa digunakan untuk merealisasikan program-program prioritas dan strategis tersebut serta memberdayakan masyarakat untuk menanggulangi dan mengurangi angka kemiskinan. Dalam kenyataannya sampai saat ini Maluku masih menyandang status Provinsi Miskin keempat dari 38 provinsi di Indonesia, malah lima kabupaten di Maluku masuk/tergolong kategori Daerah Miskin Ekstrim, yakni Maluku Barat Daya (MBD), Kepulauan Tanimbar (KKT), Maluku Tenggara (Malra), Seram Bagian Timur (SBT), dan Maluku Tengah (Malteng). Belum lagi masalah-masalah lain yang tidak tertangani dengan baik dan tuntas.
Realitas tersebut memberi deskripsi mengenai program-program yang dijanjikan pada masa kampanye 2018, yang dielaborasi dan dijabarkan dari visi misi Gubernur/Wakil Gubernur, kemudian dirumuskan dan dijabarkan dalam Program Kerja Gubernur/Wakil Gubernur 2019-2024, tidak bisa direalisasikan secara tuntas, yang oleh DPRD Provinsi Maluku dalam Sidang Paripurna LKPJ Gubernur/Wakil Gubernur Maluku Akhir Masa Jabatan pada Bulan April 2024 dikatakan “gagal”. Bukan berarti samasekali tidak ada keberhasilan. Tentu ada juga keberhasilan yang patut diapresiasi.
Pemimpin Ideal
Pemimpin daerah (Provinsi & Kab/Kota) yang bisa dikatakan berhasil membangun daerahnya sesungguhnya adalah pemimpin (Leader) yang ideal, atau pemimpin yang mampu mewujudkan harapan rakyat (sebagai wujud dari visi dan misi yang ditetapkan).
Pemimpin ideal minimal memiliki beberapa syarat dan kriteria, yakni, pertama: memiliki Kompetensi, dalam hal ini harus memiliki kemampuan dan kapabilitas yang memadai, memiliki kemampuan teknokratik yang mumpuni, mempunyai pengetahuan yang luas terhadap tugas dan fungsinya serta pemahaman yang baik dan koprehenshif tentang kondisi wilayah atau daerahnya, dalam hal ini harus mengenal dengan baik Maluku dengan karakteristik wilayah kepulauannya;
kedua Komitmen, yakni memiliki komitmen yang kuat terhadap janji dan tekad dalam mewujudkan visi dan misi, program-program dan tujuan pembangunan daerah yang telah ditetapkan;
ketiga Visioner, yakni memiliki kemampuan dan wawasan yang luas dalam melihat jauh ke depan (leadership insigh) berdasarkan visi dan misi dan mampu merealisasikannya, serta mampu mengendalikan diri, merangkul, solid, rendah hati (low profile), tidak arogan, ramah (tidak kasar/pemarah), mengayomi, melindungi, membimbing, memotivasi dan memberi semangat kepada bawahan atau orang yang dipimpinnya serta bisa menerjemahkan visi dan misi kepada bawahan dalam bekerja mewujudkan visi dan misi, program, tujuan, serta mampu melaksanakan tugas-tugas dan tanggungjawab yang diembannya;
keempat Berintegritas, yakni memiliki kejujuran, adil, tidak diskriminatif, demokratis, transparan, akuntabel, responsif, tidak korupsi (anti korupsi), pengendalian diri, mengenal dan memiliki relasi dengan baik dan harmonis dengan bawahan/yang dipimpin, beretika dan bermoral yang baik sebagai teladan kepada bawahan atau orang yang dipimpinnya, melayani bukan dilayani;
kelima Transformatif, yakni inovatif, kreatif, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan visi dan misinya ke arah perubahan yang dikehendaki bagi kemajuan daerah dan kesejahteraan seluruh rakyat secara khusus rakyat Maluku;
keenam Egaliter, yakni pemimpin yang diterima semua orang (rakyat), mampu memosisikan dirinya sebagai bagian dari rakyat, melihat semua rakyat sama tanpa membedakan suku, etnis, golongan, agama, daerah, dan kelompok (tidak diskriminatif); dan ketujuh Integratif, yakni pemimpin yang bisa menyatukan berbagai komponen dan perbedaan kepentingan masyarakat dengan berbagai latarbelakang yang ada sebagai potensi dan modal sosial dalam membangun.
Sayangnya syarat-syarat dan kriteria minimal sebagai pemimpin ideal tersebut belum sepenuhnya nampak terlihat dengan baik dan terukur dalam periode kepemimpinan Maluku lima tahun kemarin.
Politik, Kepemimpinan, dan Kekuasaan
Kepemimpinan (Leadership) merupakan bagian terpenting dan strategis dalam manajemen. Kepemimpinan didefinisikan banyak ahli menurut sudut pandang masing-masing.
Berikut ini dikemukakan beberapa definisi: (1) menurut Richards & Eagle, kepemimpinan adalah cara mengartikulasikan visi, mewujudkan nilai, menciptakan lingkungan guna mencapai sesuatu (tujuan); (2) menurut Vincent Gaspersz, kepemipinan adalah proses di mana seseorang atau sekelompok orang menginspirasikan, memotivasi dan mengarahkan aktivitas mereka untuk mencapai sasaran dan tujuan; Sementara (3) menurut Willem G. Scott, kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan yang diselenggarakan dalam kelompok, dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan yang ditetapkan; Sedangkan (4) menurut Tead, Terry, & Hoyt, kepemimpinan adalah kegiatan dan seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan bersama; Selain itu (5) menurut Stoner, kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari kelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya. Kesimpulannya, secara singkat, kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar mencapai tujuan dan sasaran yang dikehendaki bersama.
Dari beberapa definisi kepemimpinan di atas tergambar bahwa pemimpin tidak terlepas dari kepemimpinannya, malah erat kaitannya dengan pola dan gaya kepemimpinan dalam suatu organisasi baik organisasi formal (Pemerintahan/Birokrasi), non-formal, organisasi sipil, militer, politik maupun non-politik.
Berbeda dengan organisasi non-politik, kepemimpinan dalam organisasi politik memiliki kaitan erat dengan kekuasaan. Tetapi juga di dalam organisasi pemerintahan/birokrasi kekuasaan juga seringkali tanpa sadar maupun disadari menjadi bagian yang tidak dapat dilepas pisahkan dengan antivitasnya.
Karena itu ada ahli politik yang berpandangan bahwa pemerintahan/birokrasi erat kaitan dengan politik malah identik dengan kekuasaan. Dalam kaitan itu kekuasan didefinisikan beberapa ahli sbb : (1) menurut Weber, kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam hubungan sosial/politik, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan;
Sementara (2) Harold D. Laswel dan Abraham Kaplan, mengemukakan bahwa kekuasaan adalah suatu hubungan di mana seseorang atau kelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama;
Sedangkan (3) Barbara Goodwin, mengemukakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk mengakibatkan seseorang bertindak dengan cara di mana yang bersangkutan tidak akan dipilih, seandainya ia tidak dilibatkan.
Dengan kata lain memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya sendiri.
Dari rumusan konsep kekuasaan tersebut dapat dipahami bahwa kekuasaan selalu dilakukan dengan mengikuti atau manuruti kemauan atau hasrat dari yang berkuasa atau yang memiliki kewenangan (otoritas).
Dalam praktek, biasanya karena kekuasaan (kewenangan) yang dimiliki memaksakan seseorang pengikut atau bawahan harus menjalankan perintah/instruksi baik dengan cara yang lunak (persuasive) sampai kepada yang paling keras (cooersif) atau di bawah tekanan/ancaman yang mungkin saja bertentangan dengan kemauan atau kehendaknya sendiri karena disertai dengan sangksi (punhisment).
Terkait dengan itu, seorang ahli ilmu politik, yakni Lord Action mengemukakan bahwa “manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung salah menggunakan kekuasaan itu, tetapi menusia yang punya kekuasaan tak terbatas (dan lama) pasti akan menyalahgunakan kekuasaan itu secara tak terbatas pula (pasti korup), atau power tends corrupt, but absolute power corrupts absolutely”..
Harapan Rakyat Maluku
Periode lima tahun kepemimpinan daerah Maluku periode kemarin (2019-2024) hendaknya menjadi catatan evaluatif dan perenungan bersama rakyat Maluku untuk menatap masa depan Maluku lima tahun mendatang (2024-2029) yang lebih baik. Keberhasilan pemimpin dan kepemimpinanya dalam memimpin Maluku tentu paling tidak mesti memiliki syarat-syarat/kriteria minimal tersebut di atas.
Rakyat berharap pemimpin Maluku lima tahun ke depan dapat membawa kemajuan bagi daerah, merubah status Maluku dari kemiskinan dan ketertinggalan dengan mengelola sumber daya alam yang melimpah dan memanfaatkan dengan baik dan maksimal serta proporsional demi kesejahteraan rakyat secara adil dan merata.
Karena itu rakyat membutuhkan profil pemimpin yang ideal. Rakyat Maluku membutuhkan pemimpin baru lima tahun ke depan yang visioner, memiliki komitmen yang kuat untuk membangun Maluku, kompeten, yang bisa dan harus menempatkan orang-orang (SDM) yang kapabel dan tepat pada instansi/lembaga (dinas) sesuai dengan kapasitas dan kompetensinya (the raigh man on the righ pleace/job berdasarkan fit and propertest dan merit system), bukan like and dislike, asal bapak senang, atau balas budi/jasa.
Tetapi diperlukan pemimpin yang mampu membawa Maluku lebih maju, sejahtera, berbudaya, dan beradab. Inilah harapan rakyat Maluku (this’s the hope of the Maluku people).
Bakal-bakal calon (Balon) Gubernur/Wakil Gubernur telah diekspos dan beredar di berbagai media sosial, menunggu penetapan Pasangan Calon secara resmi oleh KPU Maluku September 2024 (22 Sep’ 2024).
Siapa “gerangan” yang akan dipilih pada 27 Nov’ 2024 mendatang, tentu rakyat Maluku sendiri yang tahu dan memiliki kebebasan serta kesadaran untuk memilih dan menentukan menurut hati nuraninya yang terbaik bagi masa depan Maluku yang maju, adil, makmur dan sejahtera, religius, berbudaya dan bekeadaban, rukun, damai, serta aman secara berkelanjutan.
Singkatnya, Rakyat Maluku berharap pemimpin mendatang harus mampu mengeluarkan rakyat dari kerangkeng (penjara) kemiskinan serta menghapus status Maluku dari Provinsi Miskin, merealisasikan Maluku menjadi Lumbung Ikan Nasional (LIN), meningkatkan IPM Maluku secara berkualitas, Pengembangan RSUD (Haulussy) menjadi RSUD Pusat Bertaraf Internsional, Peningkatan Status Puskesmas menjadi Puskesmas Rawat Inap di Daerah baik di perkotaan maupun daerah terpencil dan terjauh (sesuai cita-cita dan harapan Dr. Johanes Leimena (Menteri Kesehatan 1946-1966 Era Soekarno sebagai penggagas berdirinya Puskesmas di Indonesia), dan merealisasikan Provinsi Maluku (dan enam Provinsi lain) sebagai Provinsi Kepulauan secara de jure (pengakuan secara legal dengan Regulasi). Dirgahayu Ke-79 RI: “Nusantara Baru Indonesia Maju”, Maluku Sejahtera ? Semoga !Oleh: Max Maswekan Dosen FISIP UKIM – Ambon.(*)
Tinggalkan Balasan