Pemimpin dan Kepemimpinan (Leader and Leadership) . Pemimpin (Leader): “Ing Ngarsa Sung Tuladha (Di depan menjadi teladan), Ing Madya Mangun Karsa

(Di tengah memberi bimbingan), dan Tut Wuri  Handayani (Di belakang memberi dorongan)” (Ki Hajar Dewantara)

Kepemimpinan (Leadership) “Kemampuan mem­pengaruhi untuk mencapai tujuan  bersama, sesuai visi yang ditetapkan” (Robbins).

Sesuai Jadwal KPU (Tahapan Penyelenggaraan),  27-29 Agustus 2024 KPU akan membuka Pendaftaran Pasangan Calon  Gubernur/Wakil Gubernur (PKPU No. 2 Tahun 2024 Tentang Tahapan dan Jadwal Pemi­lihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024). Sejumlah pasangan partai politik akan pendaftarkan Pasangan Calonnya  masing-masing.

Proses politik lima tahunan ini tentu menyita perhatian publik Maluku karena akan  menentukan nasib daerah dan rakyat Maluku  lima tahun ke depan. Opini (pikiran)  ini memberi perhatian secara khusus dan obyektif dari aspek akademis semata (tanpa memiliki pretensi/kepentingan politik tertentu) kepada pemimpin Maluku, dalam hal ini Gubernur/Wakil Gubernur Maluku lima tahun ke depan yang menjadi harapan rakyat Maluku.

Baca Juga: Pilkada 2024 dan Integritas Pengelolaan Zakat Menguatkan Demokrasi dengan Transparansi dan Akuntabilitas

Jika sedikit menoleh ke belakang, setelah meme­gang jabatan Gubernur/Wakil Gubernur Maluku lima tahun sejak 2019-2024 (24 April 2019 – 24 April 2024), janji pasangan Gubernur/Wakil Gubernur (Murad-Orno dengan jargon Baileu) untuk melak­sana­kan dan merealisasikan program-program  prioritas dan strategis mereka pada saat kampanye 2018 dapat dikatakan tidak sepenuhnya direalisasikan.

Malah saat setelah Pidato Perdana di  dalam Sidang Istimewa DPRD Provinsi Maluku April 2019, Murad Ismail menyampaikan pernyataan pers kepada awak media bahwa akan memberantas kemiskinan serta memaksimalkan sumber daya alam  yang ada untuk mensejahterakan rakyat Maluku.

Sebut saja beberapa di antara program prioritas penting dan strategis, yakni Pemindahan ibukota Provinsi Maluku ke Seram (Makariki), Pengembangan RSUD menjadi RSUD Pusat Bertaraf  Internasional, Peningkatan Status Puskesmas Biasa menjadi Pus­kesmas Rawat Inap di Daerah Terpencil dan Terjauh, Beda Rumah untuk Keluarga Miskin, mengupayakan Maluku menjadi Provinsi Kepulauan, dan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN). Namun tidak dapat dipungkiri bahwa  program-program prioritas dan strategis tersebut tidak sempat direalisasikan sepenuhnya.

Malah di akhir-akhir kepemimpinan mereka kemis­kinan (jumlah penduduk miskin) naik, yakni Tahun 2022 15,79%,  2023 naik menjadi 16,42%, serta me­ning­galkan beban utang daerah ratusan  miliar yang tentu akan memengaruhi postur anggaran APBD tahun-tahun berikutnya.

Padahal jumlah yang cukup besar itu, seharusnya bisa digunakan untuk merealisasikan program-program prioritas dan strategis tersebut serta member­dayakan masyarakat untuk menanggulangi dan mengurangi angka kemiskinan. Dalam kenyataannya sampai saat ini Maluku masih menyandang status Provinsi Miskin keempat dari 38 provinsi di Indonesia, malah lima kabupaten di Maluku masuk/tergolong kategori Daerah Miskin Ekstrim,  yakni  Maluku Barat Daya (MBD), Kepulauan Tanimbar (KKT), Maluku Teng­gara (Malra), Seram Bagian Timur (SBT), dan Maluku Tengah (Malteng). Belum lagi masalah-masalah lain yang tidak tertangani dengan baik dan tuntas.

Realitas tersebut memberi deskripsi mengenai program-program yang dijanjikan pada masa kampanye 2018, yang dielaborasi dan dijabarkan dari visi  misi Gubernur/Wakil Gubernur, kemudian dirumuskan dan dijabarkan dalam Program Kerja Gubernur/Wakil Gubernur 2019-2024,  tidak bisa direalisasikan secara tuntas, yang oleh DPRD Provinsi Maluku dalam Sidang Paripurna  LKPJ Gubernur/Wakil Gubernur Maluku Akhir Masa Jabatan pada Bulan April 2024 dikatakan “gagal”. Bukan berarti samasekali tidak ada keberhasilan. Tentu ada juga keberhasilan yang patut diapresiasi.

Pemimpin Ideal

Pemimpin daerah (Provinsi & Kab/Kota) yang bisa dikata­kan berhasil membangun daerahnya sesung­guhnya adalah pemimpin (Leader) yang ideal, atau pemimpin yang mampu mewujudkan harapan rakyat (sebagai wujud dari visi dan misi yang ditetapkan).

Pemimpin ideal minimal memiliki beberapa syarat dan kriteria, yakni, pertama: memiliki Kompetensi, da­lam hal ini harus memiliki kemampuan dan kapa­bi­litas yang memadai, memiliki kemampuan tekno­kratik yang mumpuni, mempunyai pengetahuan yang  luas terhadap tugas dan fungsinya serta pemahaman yang baik dan koprehenshif tentang kondisi wilayah atau daerahnya, dalam hal ini harus mengenal de­ngan baik Maluku dengan karakteristik wilayah kepu­lauannya;

kedua Komitmen, yakni memiliki komit­men yang kuat terhadap janji dan tekad dalam mewu­judkan visi dan misi, program-program dan tujuan pemba­ngunan daerah yang telah ditetapkan;

ketiga Visioner, yakni memiliki kemampuan dan wa­wa­san yang luas dalam melihat jauh ke depan (leadership insigh) berdasarkan visi dan misi dan mampu merealisasi­kannya, serta mampu mengendalikan diri, merangkul, solid, rendah hati (low profile), tidak arogan, ramah (ti­dak kasar/pemarah), mengayomi, melin­dungi, membimbing,  memotivasi dan memberi sema­ngat kepa­da bawahan atau orang yang dipimpinnya serta bisa menerjemahkan visi dan misi kepada bawahan dalam bekerja mewujudkan visi dan misi, program,  tujuan, serta mampu melaksanakan tugas-tugas dan tanggungjawab yang diembannya;

keempat Berintegritas, yakni   memiliki kejujuran, adil, tidak diskriminatif, demokratis, transparan, akuntabel, responsif,  tidak korupsi (anti korupsi), pe­ngendalian diri, mengenal dan memiliki relasi dengan baik dan harmonis dengan  bawahan/yang dipimpin,  beretika dan bermoral yang baik sebagai teladan kepada bawahan atau orang yang dipimpinnya, melayani bukan dilayani;

kelima Transformatif, yakni inovatif, kreatif, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan visi dan misinya ke arah perubahan yang dikehendaki bagi kemajuan daerah dan kesejahteraan seluruh rakyat secara khusus rakyat Maluku;

keenam Egaliter, yakni pemimpin yang diterima se­mua orang (rakyat), mampu memosisikan dirinya seba­gai bagian dari rak­yat, melihat semua rakyat sama tanpa membedakan  suku, etnis, golongan, agama, daerah, dan kelompok (tidak diskriminatif); dan ketujuh Integratif, yakni pemimpin yang bisa menyatukan berbagai komponen dan perbedaan ke­pentingan masyarakat dengan berbagai latarbe­lakang yang ada sebagai potensi dan modal sosial dalam membangun.

Sayangnya syarat-syarat dan kriteria minimal sebagai pemimpin ideal tersebut belum sepenuhnya nampak terlihat  dengan baik dan terukur dalam periode kepemimpinan Maluku lima tahun kemarin.

Politik, Kepemimpinan, dan Kekuasaan

Kepemimpinan (Leadership) merupakan bagian terpenting dan strategis dalam manajemen. Kepemimpinan didefinisikan banyak ahli menurut sudut pandang masing-masing.

Berikut ini dikemu­kakan beberapa definisi: (1) menurut Richards & Eagle, kepemimpinan adalah cara mengartikulasikan visi, mewujudkan nilai, menciptakan lingkungan guna mencapai sesuatu (tujuan); (2) menurut Vincent Gaspersz, kepemipinan adalah proses di mana se­seorang atau sekelompok orang menginspirasikan, memotivasi dan menga­rahkan aktivitas mereka  untuk mencapai sasaran dan tujuan; Sementara (3) menurut Willem G. Scott, kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan yang diselenggarakan dalam kelompok, dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan yang ditetapkan; Sedangkan (4) menurut Tead, Terry, & Hoyt, kepemimpinan adalah kegiatan dan seni mempe­ngaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan  bersama; Selain itu  (5) me­nurut Stoner, kepemimpinan adalah  suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari kelompok anggota yang saling ber­hubungan tugasnya. Kesimpulannya, secara singkat, kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar mencapai tujuan dan sasaran yang dikehendaki bersama.

Dari beberapa definisi kepe­mimpinan di atas tergambar bah­wa pemimpin tidak terlepas dari kepemimpinannya, malah erat kai­tannya dengan pola dan gaya kepemimpinan dalam suatu orga­nisasi baik organisasi formal (Peme­rintahan/Birokrasi), non-formal, organisasi sipil, militer, politik maupun non-politik.

Berbeda dengan organisasi non-politik, kepemimpinan dalam organisasi politik memiliki kaitan erat dengan kekuasaan. Tetapi ju­ga di dalam organisasi peme­rin­tahan/birokrasi kekuasaan  juga seringkali tanpa sadar maupun disadari menjadi bagian yang tidak dapat dilepas pisahkan dengan antivitasnya.

Karena itu  ada ahli politik yang ber­pandangan bahwa pemerinta­han/birokrasi erat kaitan dengan politik malah identik dengan kekua­saan. Dalam kaitan itu kekuasan didefinisikan beberapa ahli sbb : (1) menurut Weber, kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam hubungan sosial/politik, melaksa­nakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan;

Sementara (2) Harold D. Laswel dan Abraham Kaplan, menge­mu­kakan bahwa kekuasaan adalah suatu hubungan di mana sese­orang atau kelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama;

Sedangkan  (3) Barbara Good­win, mengemukakan bahwa kekua­saan adalah kemampuan untuk mengakibatkan seseorang bertin­dak dengan cara di mana yang bersangkutan tidak akan dipilih, seandainya ia tidak dilibatkan.

Dengan kata lain memaksa se­seorang untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehen­daknya sendiri.

Dari rumusan konsep kekua­saan tersebut dapat dipahami bahwa kekuasaan selalu dilaku­kan dengan mengikuti atau manu­ruti kemauan atau hasrat dari yang berkuasa atau yang memiliki ke­wenangan (otoritas).

Dalam praktek, biasanya karena  kekuasaan (kewenangan) yang dimiliki memaksakan seseorang pengikut atau bawahan harus menjalankan perintah/instruksi baik dengan cara yang lunak (persuasive) sampai kepada yang paling keras (cooersif)  atau di bawah tekanan/ancaman yang mungkin saja bertentangan dengan ke­mauan atau kehendaknya sendiri karena disertai dengan sangksi (punhisment).

Terkait dengan itu, seorang ahli ilmu politik, yakni Lord Action me­ngemukakan bahwa “manusia yang mempunyai kekuasaan cen­derung salah menggunakan ke­kuasaan itu, tetapi menusia yang punya kekuasaan tak terbatas (dan lama) pasti akan menyalah­gunakan kekuasaan itu secara tak terbatas pula (pasti korup), atau power tends corrupt, but absolute power corrupts absolutely”..

Harapan Rakyat Maluku

Periode lima tahun kepemim­pinan daerah Maluku periode kemarin (2019-2024) hendaknya menjadi catatan evaluatif dan perenungan bersama  rakyat Ma­luku untuk menatap masa depan Maluku lima tahun mendatang (2024-2029) yang lebih baik. Ke­berhasilan pemimpin dan kepe­mimpinanya dalam memimpin Maluku tentu paling tidak mesti memiliki  syarat-syarat/kriteria minimal tersebut di atas.

Rakyat berharap pemimpin Maluku lima tahun ke depan dapat membawa kemajuan bagi daerah, merubah status Maluku dari kemiskinan dan ketertinggalan dengan mengelola sumber daya alam yang melimpah dan meman­faatkan dengan baik dan maksimal serta proporsional demi kesejah­teraan rakyat secara adil dan me­rata.

Karena itu rakyat membutuhkan profil pemimpin yang ideal. Rakyat Maluku membutuhkan pemimpin baru lima tahun ke depan yang visioner, memiliki komitmen yang kuat untuk membangun Maluku, kompeten, yang bisa dan harus menempatkan orang-orang (SDM) yang kapabel dan tepat pada ins­tansi/lembaga (dinas) sesuai dengan kapasitas dan kompeten­sinya (the raigh man on the righ pleace/job berdasarkan fit and propertest dan  merit system), bu­kan like and dislike,  asal bapak senang, atau balas budi/jasa.

Tetapi diperlukan  pemimpin  yang mampu membawa Maluku lebih maju, sejahtera, berbudaya, dan beradab. Inilah harapan rakyat Maluku (this’s the hope of the Maluku people).

Bakal-bakal calon (Balon) Gu­bernur/Wakil Gubernur telah di­ekspos dan beredar di berbagai  media sosial, menunggu peneta­pan Pasangan Calon secara resmi oleh KPU Maluku  September 2024 (22 Sep’ 2024).

Siapa “gerangan” yang akan dipilih pada 27 Nov’ 2024 men­datang, tentu rakyat Maluku  sendiri yang tahu dan memiliki kebebasan serta kesadaran untuk memilih dan menentukan  menurut hati nura­ninya yang terbaik bagi masa depan Maluku yang maju, adil, makmur dan sejahtera, religius, berbudaya dan bekeadaban, rukun, damai, serta aman secara berkelanjutan.

Singkatnya, Rakyat Maluku ber­harap pemimpin mendatang harus  mampu mengeluarkan rakyat dari kerangkeng (penjara) kemiskinan  serta menghapus status Maluku dari Provinsi Miskin, merealisa­sikan Maluku menjadi Lumbung Ikan Nasional (LIN), meningkatkan IPM Maluku secara berkualitas, Pengembangan RSUD (Haulussy) menjadi RSUD Pusat Bertaraf Internsional, Peningkatan Status Puskesmas  menjadi Puskesmas Rawat Inap di Daerah baik di per­kotaan maupun daerah terpencil dan terjauh (sesuai cita-cita dan harapan  Dr. Johanes Leimena (Men­teri Kesehatan 1946-1966 Era Soekarno sebagai penggagas berdirinya Puskesmas di Indonesia), dan merealisasikan Provinsi Ma­luku (dan enam Provinsi lain) sebagai Provinsi Kepulauan secara de jure (pengakuan secara legal dengan Regulasi). Dirgahayu Ke-79 RI: “Nusantara Baru Indonesia Maju”, Maluku Sejahtera ? Semoga !Oleh: Max Maswekan Dosen FISIP UKIM – Ambon.(*)