AMBON, Siwalimanews – Gubernur Maluku terpilih, Hendrik Lewerissa, diharapkan mengganti pejabat Bank Maluku-Malut yang tidak netral saat pilkada lalu.

Demikian dikatakan Ketua DPRD Maluku Benhur George Watubun kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Sabtu (30/11).

Benhur mengungkapkan Gubernur Maluku yang baru kedepan harus melakukan perbaikan terhadap seluruh tata kelola pemerintahan dan juga BUMD-BUMD penghasil.

Salah satu yang harus diper­baiki pengelolaannya yakni manajemen Bank Maluku-Ma­lut agar dapat lebih mening­katkan kinerja.

“Memang urusan pergantian pejabat di Bank Maluku-Malut itu hak penuh Gubernur se­bagai pemegang saham pe­ngendali dan DPRD tidak pu­nya kewenangan,” ungkap Benhur.

Baca Juga: Usut Ruko Mardika, Keterangan Dua Pejabat BPN Didalami

DPRD kata Benhur, tidak dapat melakukan intervensi terhadap seluruh kebijakan penempatan pejabat di BUMD sebab gubernur tentu memiliki pertimbangan siapa yang cocok menduduki jabatan.

Pergantian pejabat Bank Maluku-Malut dilakukan me­lalui Rapat Umum Pemegang Saham yang dihadiri seluruh kepala daerah sebagai pemegang saham.

Namun, DPRD hanya meminta gubernur terpilih nanti harus melakukan pergantian terhadap pejabat Bank Maluku-Malut yang terindikasi tidak netral di Pilkada 27 November lalu.

“Yang pasti DPRD hanya minta Gubernur baru nanti untuk mengganti semua pejabat di Bank Maluku -Malut yang kemarin tidak netral di Pilkada,” tegas dia.

Politisi PDIP Maluku ini berharap ada perubahan dalam manajemen Bank Maluku -Malut sehingga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap bank milik pemerintah daerah tersebut.

Terpisah, sumber Siwalima di Bank Maluku-Malut menyebutkan, direksi dan komisaris serta sebagian besar pejabat bank pelat merah itu nyata-nyata menggalang dukungan untuk memilih Murad Ismail.

“Mereka menduduki jabatan pen­ting itu di saat Murad berkuasa. Ka­renanya, semua mereka bekerja untuk Murad,” kata sumber yang minta namanya tidak ditulis, Jumat (29/11).

KUB tak Jelas

Hingga akhir November, kerja sama yang direncanakan antara Bank Maluku-Malut dengan Bank Jabar Banten masih menemui ketidakjelasan dalam progresnya.

Kerja sama ini diharapkan dapat memperkuat posisi Bank Maluku-Malut dalam Kelompok Usaha Bank (KUB), seiring dengan kebutuhan penguatan modal dan efisiensi operasional. Namun, publik hingga kini belum menerima kejelasan terkait perkembangan kerja sama tersebut.

Menurut catatan Siwalima, semua proses telah dilakukan sejak pertengahan tahun, dengan bebe­rapa tantangan administratif dan teknis yang harus diselesaikan sebelum akhir tahun ini. Batas waktu yang diberikan untuk penyelesaian kerja sama ini hanya sampai Desember 2024, membuat banyak pihak mempertanyakan kesiapan Bank Maluku Malut dalam meme­nuhi target tersebut.

Pihak Bank Maluku-Malut, dalam beberapa kesempatan, menyam­paikan optimismenya bahwa kesepakatan ini akan membantu memperkuat struktur permodalan dan jangkauan layanan mereka, terutama dalam menghadapi per­saingan yang semakin ketat di sektor perbankan. Namun, ketidak­jelasan mengenai detail kemitraan ini, termasuk pembagian peran dan dampak langsung bagi nasabah, masih menjadi perhatian utama masyarakat dan pihak-pihak terkait di Maluku dan Maluku Utara.

Manajemen bank Maluku-Malut dalam hal ini direksi dan komisaris mestinya dapat memberikan kejelasan secara terbuka ke publik tentang perkembangan proses KUB ini, sehingga seluruh masyarakat dan khususnya pemerintah daerah yang tersebar di seluruh Maluku dan Maluku Utara yang adalah peme­gang saham dapat mengetahui dengan pasti bagaimana kelanjutan proses ini.

Proses KUB ini adalah langkah yang harus dibuat oleh Bank Maluku Malut dalam rangka menyelamatkan bank dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020 tentang konsolidasi bank umum yang mengisyaratkan modal inti minimum 3 triliun rupiah.

POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang konsolidasi bank umum mengatur ketentuan mengenai penggabungan, peleburan, dan akuisisi antar bank yang bertujuan untuk memperkuat struktur per­bankan di Indonesia.

Peraturan ini memberikan pe­doman bagi bank-bank yang ingin melakukan konsolidasi, dengan tujuan meningkatkan daya saing, efisiensi, serta memperluas jang­kauan layanan.

Konsolidasi ini diharapkan dapat menciptakan bank yang lebih besar, lebih stabil, dan lebih mampu bersaing di pasar global. POJK ini juga mengatur prosedur, persya­ratan, dan mekanisme yang harus dipenuhi oleh bank dalam proses konsolidasi, mulai dari persetujuan Otoritas Jasa Keuangan hingga pemenuhan syarat-syarat hukum dan administratif.

Jika bank umum tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang konsolidasi, Otoritas Jasa Keuang­an dapat memberikan berbagai jenis sanksi yang sesuai dengan pe­langgaran yang dilakukan.

Sanksi ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses konso­lidasi dilakukan dengan mematuhi aturan yang berlaku demi menjaga stabilitas dan integritas sektor perbankan.

Sanksi yang dapat dikenakan antara lain adalah pemberian tegu­ran tertulis, denda administratif, atau bahkan pencabutan izin usaha bagi bank yang melanggar secara serius ketentuan dalam POJK ini.

Selain itu, OJK juga dapat me­netapkan sanksi pembatasan kegiatan usaha bagi bank yang tidak menjalankan kewajiban yang tercantum dalam peraturan tersebut, seperti kewajiban untuk memperoleh persetujuan konsolidasi atau tidak memenuhi persyaratan administratif dan keuangan yang ditetapkan.

Sanksi ini bertujuan untuk mendorong bank agar menjalankan kegiatan usaha secara profesional dan sesuai dengan regulasi yang ada demi menjaga kestabilan sistem perbankan di Indonesia.

Pemerintah daerah kabupaten/kota selaku pemegang saham bahkan DPRD Provinsi harusnya mendapat penjelasan detail dari pihak manajemen bank maluku malut tentang berbagai hal yang berkaitan dengan perkem­bangan proses KUB antara Bank Maluku-Malut dengan BJB. Karena dengan demikian maka masyarakat dan pemerintah akan dapat men­jalankan fungsi kontrol terhadap perkembangan proses ini. (S-20)