AMBON, Siwalimanews – Dipastikan besok, Rabu (28/9) Komisi I DPRD Maluku memanggil Penjabat Bupati Seram Bagian Barat Andri Chandra As’aduddin

As’aduddin dipanggil guna menindaklanjuti laporkan tokoh agama atas kebijakan dan tinda­kannya dinilai mencederai tole­ransi di Maluku pada Selasa (20/9) kemarin.

Keluhan para pemimpin umat terdiri itu terdiri dari, Ketua MUI Maluku, Abdullah Latuapo, Ketua Walubi (Perwakilan Umat Budha Indonesia) Provinsi Maluku, Wil­helmus Jauwerissa dan Kepala Kan­tor Wilayah Agama Maluku H Yamin.

Kepastian pemanggilan mantan Kepala BIN Sulawesi Tenggara ini diungkapkan langsung Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Michael Tasane kepada Siwalima diruang kerjanya, Senin (26/9).

Tasane mengungkapkan, komi­si akan meminta klarifikasi dari penjabat Bupati SBB terkait po­lemik penarikan mobil operasional bantuan pemkab kepada para tokoh agama.

Baca Juga: Pengelolaan Udang Belum Tersentuh Dinas Perikanan

Dijelaskan, pemanggilan Penja­bat Bupati Kabupaten Seram Ba­gian Barat merupakan langkah tegas yang ditempuh oleh Komisi I DPRD Maluku, guna mende­ngar­kan langsung alasan dibalik pe­ngambilan kebijakan yang me­ngundang polemik tersebut.

Menurutnya, pihaknya telah mendengar poin-poin yang men­jadi keluhan sejumlah tokoh aga­ma yang merasa kecewa dengan sikap Penjabat Bupati SBB itu, tetapi klarifikasi langsung harus dilakukan oleh penjabat yang bersangkutan.

“Rabu kita panggil Penjabat Bu­pati SBB untuk klarifikasi sebelum kita mengeluarkan rekomendasi atas nama DPRD secara kelem­bagaan,” tegas Tasane.

Dikatakan, Komisi I memiliki perhatian serius terhadap per­solaan Pemerintahan termasuk dengan kebijakan yang menyang­kut keagamaan sebab tokoh agama memiliki peranan penting dalam menjaga kondusifitas di wilayah Maluku.

Ditambahkan, Komisi I akan mengeluarkan rekomendasi baik kepada Gubernur Maluku maupun maupun Mendagri guna perbaikan dalam penunjukan Penjabat Kepala Daerah Kedepan.

Toga Kecam

Lagi-lagi kebijakan Penjabat Bupati Seram Bagian Barat Andri Chandra As’aduddin dikecam para pemimpin umat di Maluku.

Jika sebelumnya, Uskup Diosis Amboina, Mgr Seno Ngutra ber­sama para pemimpin umat mela­porkan ke Mendagri melalui Gubernur Maluku, kali ini kebijakan dan tindakan mantan Kepala BIN Sulteng yang dinilai mencederai toleransi di Maluku, dikeluhkan para pemimpin umat yang terdiri dari, Ketua MUI Maluku, Abdullah Latuapo, Ketua Walubi (Perwakilan Umat Budha Indonesia) Provinsi Maluku, Wilhel­mus Jauwerissa dan Kepala Kantor Wilayah Agama Maluku H Yamin.

Mereka melaporkan kelakuan karteket bupati yang tak lazim tersebut ke DPRD Maluku, Selasa (20/9).

Saat mendatangi Baileo Rakyat, Karang Panjang, mereka mela­porkan kebijakan dan tindakan As’aduddin yang dinilai intoleransi di Kabupaten Saka Mese Nusa itu.

Kedatangan pemimpin umat itu ditemui langsung Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury serta pim­pinan dan anggota Komisi IV yang diketuai Samson Atapary, di ruang Ketua DPRD Maluku.

Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Samson Atapary usai pertemuan tersebut mengungkapkan, para pemimpin umat ini menyampaikan berbagai persoalan yang terkait dengan kebijakan penjabat Bupati SBB yang berpotensi menciptakan ketidakharmonisan umat keagamaan di Kabupaten SBB.

“Mereka menyampaikan berba­gai persoalan yang dinilai tidak kondusif terkait dengan kebijakan penjabat Bupati SBB yang ber­potensi menciptakan ketidakhar­mo­nisan umat keagamaan, kata mereka intoleransi kebijakan yang dilakukan oleh Penjabat Bupati,” ungkap Atapary.

Dikatakan, beberapa hal yang diadukan pimpinan umat beraga­ma, kata Atapary diantaranya, ter­kait dengan penataan aset yang berhubungan dengan 12 tahun lalu Pemda SBB memberikan pinjam pakai mobil operasional.

Pimpinan umat beragama  tidak keberatan jika mobil operasional ditarik oleh pemda dalam kaitan dengan penataan aset, tetapi cara yang dilakukan oleh seorang penjabat bupati sangat tidak etis.

“Misalnya mobil pastor itu mereka ambil lalu dorong lalu beberapa di Ketua Klasis termasuk MUI, memerintahkan Satpol PP menarik tanpa suatu komunikasi dan koordinasi yang baik padahal mereka ini pimpinan lembaga keagamaan,” jelas Atapary.

Menurutnya, mobil operasional tersebut tidak dimintakan oleh tu pemimpin umat beragama tetapi atas inisiatif dari Pemkab SBB dibawah kepemimpinan Bupati Jacobus Putileihalat saat itu.

Bahkan, Ketua MUI dan Wakil Pastor di Kabupaten Seram Ba­gian Ba­rat yang hendak koordinasi dengan penjabat bupati tetapi tidak dilayani secara baik oleh Penjabat Bupati.

“Mereka tunggu dari pagi sampai malam padahal ini koordinasi untuk kepentingan Pesparani di Tual yang merupakan event resmi, mestinya Penjabat harus paham itu,” tegas Atapary.

Selain itu, Kepala Kantor Wilayah Agama, H Yamin juga mengeluh­kan pengelolaan haji yang agak berbeda dengan kabupaten lain, padahal dana hibah dari Pemda ditujukan kepada kantor agama sebagai penyelenggara haji.

Mestinya, dana hibah yang di­berikan oleh pemkab tersebut diserahkan dan dikelola secara maksimal oleh panitia haji.

“Masa ini sampai ada pejabat kesra yang datang dan minta tas jamaah haji, artinya mekanisme­nya tidak sesuai dengan apa yang diharapakan,” bebernya.

Tak hanya itu, untuk acara MPP AMGPM yang sedianya akan digelar di Kaibobu dan dimintakan Pen­jabat Bupati memfasilitasi akses jalan, tetapi tidak ditanggapi oleh Penjabat Bupati sehingga disam­paikan kepada gubernur dan diatasi.

Kebijakan As’aduddin ini telah menciptakan anomali dan meng­akibatkan benturan di akar rumput, karena sudah kaitan dengan lem­baga agama padahal tugas bupati melakukan pembinaan kepada umat beragama, termasuk melalui lembaga keagamaan.

“Kalau sudah terjadi seperti ini, maka bagaimana membangun SBB yang merupakan bagian dari umat keagamaan, mestinya beliau tahu jabatan bupati ini jabatan sipil maka harus menyesuaikan de­ngan ka­rakter masyarakat disana,” ucapnya.

Atapary menegaskan, penjabat bupati harus mengetahui kondisi sosial di Maluku termasuk di SBB, bahwa dalam kaitan dengan pem­bangunan tidak bisa diserahkan kepada Pemkab saja, tetapi siner­gitas dengan lembaga informal baik keagamaan, kemasyarakatan maupun adat menjadi penting.

“Mestinya bupati yang latar belakang intelijen harus memaha­mi untuk bagaimana cara me­mimpin dengan berbagai kompo­nen, agar orang merasa terwakili untuk saling membangun SBB yang masih tertinggal jauh dari berbagai aspek,” cetusnya.

Sementara itu para pemimpin umat yang ditemui wartawan untuk mewancarai menolak berkomentar karena sudah melaporkan ke DPRD Maluku. “Nanti dengan DPRD saja,” ujar mereka. (S-20)