Fraksi Gerindra Minta APH Usut Proyek Gedung E RSUD Haulussy

AMBON, Siwalimanews – Fraksi Gerindra di DPRD Maluku meminta aparat penegak hukum, baik kejaksaan maupun kepolisian untuk mengusut proyek pembangunan Gedung E RSUD Haulussy Ambon yang dibangun sejak tahun 2021 namun, hingga saat ini tak kunjung selesai.
Pasalnya proyek pembangunan ruang bedah sentral ICU dan ICCU di RSUD Haulussy Ambon yang menghabiskan anggaran hampir Rp49,6 miliar itu mangkrak dan belum dapat digunakan, padahal anggaran fantastis yang telah dikucurkan ternyata tidak sebanding dengan kondisi gedung yang dindingnya sudah retak.
“Berdasarkan hasil peninjauan Gubernur Maluku beberapa waktu lalu ke RSUD Haulussy didapati, pada gedung itu belum terpasang keramik, hanya dilapisi karpet berwarna biru, serta kondisi plafon juga sudah dimakan rayap, bahkan material bangunan masih berserakan di sejumlah ruangan,” tandas Ketua Fraksi Gerindra di DPRD Maluku John Laipeny kepada Siwalimanews di Ambon, Kamis (27/3).
Menurut Laipeny, pembangunan proyek yang berjalan sejak tahun 2021 hingga 2024 dengan berganti penyedia setiap tahun itu, saat ini kondisinya mangkrak alias belum berfungsi.
“Aparat penegak hukum apakah itu kejaksaan atau kepolisian kami minta supaya usut dan proses hukum kontraktor nakal yang mengerjakan proyek mangkrak ini. Kan lucu, anggaran sebesar itu terkuras dari DAK dan APBD tapi proyek tidak selesai. Padahal itu kebutuhan sangat penting guna menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit milik pemerintah, namun sampai saat ini masih mangkrak, belum dapat dipergunakan,” tandasnya.
Baca Juga: Polri Bongkar Sindikat Penipuan Online Berkedok Fake BTSLaipeny juga mengaku, beredar surat bodong pencairan sisa anggaran proyek Gedung E RSUD Haulussy sebesar Rp3.6 miliar, dimana surat tersebut, diduga dilakukan oleh kontraktor proyek tersebut.
“Ada informasi yang dikantongi bahwa salah satu kontraktor proyek itu membuat surat “bodong” mengatasnamakan RSUD Haulussy untuk meminta pencairan anggaran proyek mangkrak. Surat “bodong” tersebut ditujukan kepada sekda dan wakil gubernur yang tembusannya ke gubernur. Padahal, Gubernur adalah kepala daerah,” cetus Laipeny.
Surat ini kata Laipeny, setelah dikonfirmasi ke Plt Dirut RSUD Haulussy, ternyata dirut mengaku kalau dirinya sama sekali tidak pernah membuat surat itu.
“Direktur RSUD juga mengaku kontraktor memaksa Plt dirut untuk tanda tangan surat itu, bahwa kontraknya sudah selesai dan harus dicairkan anggaran. Padahal faktanya berbeda. Artinya apa? Itu surat bodong, bukan dari RSUD tapi dibuat penyedia. Ini juga terkesan mau adu domba gubernur dan wagub,” tutur Laipeny.
Laipeny mengaku, DPRD telah meminta Plt Dirut RSUD Haulussy dr Vitha Nikijuluw agar tidak menandatangani surat-surat apapun yang berkaitan dengan proyek Gedung E tersebut, sampai parat penegak hukum turun tangan. Hal ini perlu dilakukan, untuk mengatasi masalah dikemudian hari.
“Sekali lagi kami minta agar APH merespons persoalan ini, proses hukum pihak-pihak yang tak bertanggung jawab itu,” pinta Laipeny.
Laypeny menegaskan, Fraksi Gerindra di DPRD Maluku memastikan, akan mengawal proses hukum sampai kontraktor-kontraktor nakal yang membangun gedung ini menerima ganjaran atas perbuatan mereka.
“Tidak boleh kerja model seperti ini. RSUD Haulussy sudah menjadi kebanggaan kita di Maluku. Kita mendukung upaya gubernur untuk tingkatkan pelayanan dan perbaikan di RSUD,” ucap Laipeny.
Sementara itu, anggota Komisi III DPRD Maluku Rofik Afifudin menyebutkan, gagalnya proyek pembangunan gedung E RSUD Haulussy ini, karena perencanaan yang kurang matang.
Meski demikian, Rovik juga mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut hingga tuntas proyek pembangunan gedung E tersebut.
“Kejaksaan dan kepolisian periksa saja, sebab RSUD Haulussy ini banyak masalah yang tak terselesaikan,” tandas Rovik. (S-26)
Tinggalkan Balasan