AMBON, Siwalimanews – Sudah dua tahun kasus dugaan korupsi Covid-19 Tahun 2020-2021 Provinsi Maluku tak jelas pena­nga­nannya oleh Kejak­saan Tinggi Maluku.

Meskipun sampai sejauh ini, Kejati Maluku mengklaim bahwa kasus tersebut masih diusut, na­mun faktanya tidak ada per­kem­bangan yang signifikan apakah kasus ini bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan ataukah tidak.

Kejati Maluku mengklaim kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan.

“Kasusnya masih berjalan dan masih ditahap penyelidikan,“ ungkap Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Ardy kepada Siwa­lima di Ambon, Kamis (6/3).

Disinggung apakah ada agenda pemeriksaan pihak-pihak terkait dalam kasus tersebut, Ardy tidak menanggapinya.

Baca Juga: Gali Bukti Baru Korupsi Jalan Danar-Tetoat, Polisi Turun Lagi ke Lokasi

Menyikapi hal itu, Praktisi hukum Rico Noija menilai, Kejaksaan tidak transparan dalam mengusut ka­sus tersebut. Sebab kasus itu sudah lama ditangani namun belum ada titik terang atau perkembangan apapun.

“Artinya Kejati Maluku harus transparan kepada masyarakat mengenai perkembangan penyeli­di­kannya. Karena kasus ini sudah diusut sejak tahun lalu tetapi belum ada titik terangnya, “kata Noija.

Menurutnya, Kejati Maluku harus berkomitmen untuk menuntaskan kasus tersebut. Karena jika dibiar­kan, maka tentu kasus ini akan hilang secara perlahan dan yang ditakutkan ialah masyatakat akan menilai bahwa Kejati tidak serius mengusut kasus itu.

“Jadi harus dikawal dengan betul proses penyelidikan kasus ini. Karena jika dibiarkan maka tentu hal ini akan berlarut-larut yang kemudian tidak ada titik terangnya,“ tandas Noija.

Sementara itu, praktisi hukum Ronny Samloy menilai, Kejati Ma­luku tidak berani mengusut kasus dugaan korupsi di lingkup Peme­rintah Provinsi Maluku. Sehingga patut diduga bahwa ada kongkali­kong antara Kejati Maluku dengan pejabat di Pemerintah Provinsi Maluku.

“Kalau saya menilai Kejati Ma­luku sangat lambat dalam proses penegakan hukum yang terjadi di lingkup pemerintah Provinsi Ma­luku. Hal itu dikarenakan ada bebe­rapa kasus yang tidak mene­mui titik terang padahal sudah cukup lama. Sebut saja kasus reboisasi yang sudah dihentikan, kemudian kasus anggaran Pra­muka yang juga telah dihentikan, kemudian se­karang kasus dana Covid-19 yang masih stak di tahap penyelidikan sejak tahun lalu,“ tuturnya.

Menurutnya, jika hal ini dibiarkan maka tentu masyarakat akan me­nilai bahwa dalam proses pene­gakan hukum, khususnya dalam kasus dugaan tindak pidana ko­rupsi, Kejati hanya berani menun­taskan kasus-kasus kecil. Sedang­kan kasus besar yang melibatkan pejabat di lingkup Pemprov, Kejati Maluku seakan tumpul dalam proses penegakan hukum.

“Jangan hanya kasus ADD atau kasus di kabupaten. Sedangkan kasus Covid-19 ini kan ada dide­pan, mata tetapi hanya dibiarkan begitu saja sebab tidak ada pro­gres apapun sejak tahun lalu diperiksa beberapa pejabat itu dan sampai saat ini tidak dengar kabar mengenai perkembangannya lagi,“ jelasnya.

Jangan sampai, lanjut Samloy, proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejati Maluku terkait kasus Covid-19 seperti sarang laba-laba. Yang mana hanya mampu menangkap nyamuk atau lalat tapi tidak mampu menangkap tikus-tikus berdasi.

“Jangan nanti masyarakat me­nilai bahwa penegakan hukum di Kejati Maluku itu seperti sarang laba-laba yang hanya bisa tangkap nyamuk tapi tidak bisa menangkap tikus berdasi, “singgungnya.

Untuk itu, ia berharap ada kete­gasan dan keberanian dari aparat penegak hukum dalam hal ini Kejati Maluku, untuk segera meng­ambil langkah tegas dan terukur dalam mengusut kasus Covid-19. Sebab jika dibiarkan maka kasus tersebut akan bernasib sama seperti kasus anggaran pramuka maupun kasus reboisasi.

“Jadi Kejati harus punya komit­men untuk segera tuntaskan ka­sus ini. Karena jika dibiarkan maka bisa saja kasus ini pada akhirnya akan dihentikan seperti halnya ka­sus reboisasi dan kasus pramuka. Dan ini yang ditakutkan oleh mas­yarakat, jangan sampai ada sandi­wara dalam proses penegakkan hukum. Jadi Kejati harus punya komitmen, “tandasnya. (S-29)