Dikeroyok Tiga Rekan Kosnya, Wanita Ini Justru yang Diproses
AMBON, Siwalimanews – Lindy (28) wanita asal Sunda yang kini berdomisili di Ambon, tepatnya kos-kosan di kawasan Lorong Mayang, Kelurahan Ahusen, Kecamatan Sirimau, harus berurusan dengan pihak kepolisian.
Padahal Isamwati merupakan korban dari pengeroyokan yang dilakukan tiga perempuan yakni Bela alias Lisa, Jois dan salah satu rekan mereka yang terjadi pada 3 Mei 2024, sekitar pukul 03.30 WIT di kos-kosan tempat dimana ia tinggal.
Kepada Siwalimanews di Ambon, Rabu (29/5) Lindy yang akrab dipanggil Ismawati menurturkan, peristiwa pengeroyokan dirinya berawal saat ketiga rekan kosnya itu yakni Bela alias Lisa, Jois dan salah satu rekan mereka ribut hingga terjadi adu fisik, tepat di depan kamarnya yang berada di lantai II kosan tersebut.
“Jadi mereka ini ributnya itu dari sekitar jam 12 malam, disaat semuanya sudah pada tidur dan ributnya itu sampai sekitar pukul 03.00 WIT, kemudian terdengar terjadi adu fisik itu tepat di depan kamar aku, karena merasa teraganggu di jam segitu makanya aku tegur dengan kalimat kalau mau berisik jangan disini soalnya waktunya istirahat nanti orang terganggu yang ngekos bukan kalian aja,” ungkapnya.
Namun ternyata teguran itu, direspon oleh salah satu pelapor dengan mengeluarkan kata-kata makian kiapa ngana muka a****ng, muka b****I. Mendengar caci maki tersebut, Lindy memilih masuk kamarnya, namun diikuti oleh ketiga wanita itu.
Baca Juga: BPJS Kesehatan Sambangi Pemkab KKT“Saat mereka berusaha masuk ke kamar, aku coba tutup pintu kamar saya untuk hindari mereka, namun pintu kamar saya aku terus didorong, bahkan sampai tangan dari salah satu wanita (Lisa-red) terjepit dipintu, karena merasa kasihan aku lepas pintunya dan mereka masuk ke kamar aku, kemudian si Lisa langsung jambak rambut aku yang diikuti oleh dua rekannya yang memegang kedua tangan aku, kemudian kepala ku diletakan diatas tempat tidur, sementara satunya itu naik diatas punggung aku sambil rambut ku dijambak,” bebernya.
Sementara ketiga wanita ini melakukan pengeroyokan, ia mendengar suara laki-laki yang masuk ke kamar, kemudian menarik ketiga wanita ini. Setelah mereka keluar dari kamar, Lindy memilih untuk kembali beristirahat.
Tak lama kemudian, Lindy didatangi dua anggota polisi yang mengenakan pakaian dinas lengkap, dimana salah satunya bernama Sivrianus Rumada.
“Mereka dating tanpa surat panggilan dan sampaikan bahwa ini karena ada laporan dari mereka yang tadinya ngeroyok saya. Saya kemudian dibawah ke SPKT Polresta Ambon. Sampai disana, karena saya yang tadinya dikeroyok, saya minta untuk juga buat laporan balik, tapi sama polisinya, tidak ditanggapi. Malahan polisi pak Rumada itu bilang paling ribet kamu, sudah bikin surat pernyataan saja,” tutur Lindy.
Lindy mengaku, setelah polisi yang bernama Rumada mengatakan demikian, akhirnya surat pernyataan itu ditulis sesuai dengan apa yang diucapkan oleh pak Sivrianus Rumada yang saat itu bertugas atau piket pada SPKT Polresta Ambon, yang mana inti dari surat pernyataan itu, bahwa persoalan itu selesai dan sama-sama saling membiayai pengobatan.
“Karena saya juga cedera, tapi yang melapor itu si Lisa katanya mukanya pada lebam, sementara saya membela diri dengan menjambak rambut dan tidak pernah pukul atau cakar atau apapun, malahan aku yang dikeroyok. Jadi mungkin mukanya si Lisa lecet karena ribut sebelumnya yang di depan kamar aku, sebab mereka ribut tarik-tarikan juga disitu, tidak tahu apa masalah mereka. Karena aku tegur itu, lalu aku yang dikeroyok,” ungkap Lindy.
Menganggap persoalannya sudah selesai lantaran telah membuat surat pernyataan Lindy mengaku, kaget saat mendapat surat panggilan untuk diperiksa hari ini, Rabu (29/5).
“Sampai disana, (Polresta-red) saya minta surat pernyataan yang sudah dibuat, tapi saya diputar-putar baru kemudian pak Rumada itu bilang, bahwa surat pernyataan Itu hangus tidak dipakai lagi. Tapi sebelum aku diperiksa hari ini, pak Rumada itu pernah 3 kali datang ke kosan aku malam-malam pas aku mau tidur dan dia suruh aku bayar biaya visum si Lisa (pelapor-red) itu, tapi pak Rumada tidak kasih kwitansi, malahan cuma foto di HP. Saya bilang aja ngga ada duit. Jadi ini saya merasa kok kayanya aku dipermainkan. Maksudnya kalau mau diproses, kenapa ngga dari awal, pas laporan tanggal 3 Mei itu, malahan sekarang udah hampir sebulan baru saya diperiksa lagi,” cerita Lindy.
Untuk itu, Lindy selaku korban meminta keadilan hukum bagi dirinya, agar dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
“Aku waktu dilaporin itu, aku mau ngomong tapi di potong-potong terus sama pak polisinya, terutama pak Rumada itu,” ungkap Lindy.
Ditempat terpisah Aipda Sivrianus Rumada yang dikonfrmasi Siwalimanews melalui telepon selulernya, Rabu (29/5) justru mengatakan sebaliknya, bahwa Lindy alias si terlapor tidak koperatif menjalankan sesuai apa yang ada dalam surat pernyataan tersebut.
“Jadi kesepakatannya masing-masing bayar biaya pengobatan, tapi setelah dua minggu kita nanya, tidak ada. Jadi dia dipanggil lagi,” ungkap
Aipda Rumada mengaku, bahwa pelapor juga telah menarik surat pernyataan tersebut, setelah beberapa menit dibuat.
“Pelapor sudah tarik surat pernyataan itu, jadi tidak berlaku lagi. Sayangnya, hal itu tidak disampaikan secara terbuka kepada terlapor,” ungkap Aipda Rumada.
Selain itu kata Aipda Rumada, yang bersangkutan juga saat dihubungi namun mengancam akan menutut dan memanggil wartawan untuk memberitakan hal ini.
“Dia (terlapor) itu tidak paham, kalau ibu beritakan saya bisa tuntut. Kalau ibu beritakan nanti penyidik panggil juga,” teriak Aipa Rumada.(S-25)
Tinggalkan Balasan