DOBO, Siwalimanews – Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menilai masih banyak potensi perikanan di Aru yang tak terdata.

Hal tersebut disampaikan pimpinan DFW Indonesia Abdi Suhufan usai rapat koordinasi dan lokakarya monitoring, control and surveillance lembaga dan aparat penegak hukum pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan WPP 718, du lantai II Kantor BupatI Aru, Kamis (27/1).

Menurutnya, 256 ribu ton dari 1,1 juta ton yang tersedia disini karena dari kemampuan tangkap dan potensi tidak terdata, misalnya yang ketangkap 10 yang terdata 2, sehingga laporan statistik hanya muncul 2.

“Jadi kita masih beranggapan Aru masih kaya tapi sudah drop. Selain itu, jumlah kapal yang beroperasi disini mencapai 22 ribu kapal, 21 ribu kapal izin daerah, 1.500 ratus ijin pusat,” ujarnya.

Dikatakan, banyak armada kapal ini membutuhkan pengawasan dari instansi aparat penegak hukum, sehingga mesti ada titik temu serta ada standar operasi/pengawasan yang bisa menjadi acuan oleh PSDKP, TNI AL, Polairud dan juga Bakamla untuk mengawasinya.

Baca Juga: PSI Maluku Minta Masyarakat Jangan Mau Diadu Domba

Saat ini, pemerintah sedang menerapkan sistem perikanan terukur, dimana Perikanan terukur itu membutuhkan sistim kuota.

“Nah, dengan armada 21 ribu kapal ini ada tantangan ke depan, kepada siapa kuota ini diberikan, apakah kepada yang minoritas tetapi menguasai modal dan lain-lain atau kepada yang mayoritas tapi kecil-kecil armadanya,” jelasnya.

Ini yang mungkin tantangan-tantangan yang akan dihadapi di WPP 718, kemudian tantangan berikutnya yakni ada strategi baru, jangan sampai dengan masifnya penangkapan dan masifnya investasi, justru manfaatnya tidak dinikmati oleh pemda dan masyarakat lokal’

“Konsen kita itu, kita memastikan bahwa investasi yang masuk, perikanan terukur yang terjadi dapat memberi manfaat yang besar bagi pemerintah dan masyarakat, ini yang kita gagas hari ini, dan kita sepakati, bahwa ada sinergitas antara aparat penegak hukum, karena rata-rata punya keterbatasan dari segi sarana prasarana, anggaran maupun SDM,” tuturnya.

Kesepahaman itu, yang mestinya dibangun pada level pimpinan dan juga level operasional, karena trend kedepan masyarakat sebagai pelaku utama.

“Di sini kan punya masa lalu yang kelam dengan benjina dan yang lainnya. Saya kira itu yang tidak kita inginkan terjadi lagi pada masa yang akan datang dengan pemerintah yang masih mengembangkan perikanan dan investasi disini. Saya kira poinnya disitu bagaimana peran serta daerah dalam perikanan terukur dalam memberi manfaat kepada masyarakat,” cetusnya. (S-25)